Baru saja saya membaca cerita rakyat Korea tentang seekor anak katak yang nakal. Ia hidup di dekat kolam besar bersama ibunya yang sudah menjadi janda. Anak katak ini nakal karena tidak pernah mau mendengar nasihat ibunya, bahkan selalu dengan sengaja melakukan hal yang bertentangan dengan perintah ibunya. Kalau ibunya mengajarkannya mengeluarkan suara, “Kruok! Kruok!” maka dengan sengaja ia meniru suara ibunya dengan nada yang lain, “Kruik! Kruik!” lalu lari meninggalkan ibunya sambil cekikikan.
Karena resah memikirkan anaknya, si ibu katak jatuh sakit. Ketika sakitnya makin parah, maka sang ibu berpesan kepada anaknya yang nakal itu, “Nak, kalau ibu mati nanti, jangan kaukuburkan ibu di gunung tetapi di tepi sungai saja,” karena ibu katak itu berpikir bahwa anaknya pasti akan melakukan hal yang berlawanan dengan pesannya. Sesudah ibu katak itu mati, si anak katak sangat bersedih dan menyesali segala kenakalannya pada waktu yang lalu. Di luar dugaan si ibu, maka kali ini untuk menebus segala kenakalannya, ia memenuhi permintaan ibunya, yaitu menguburkannya di tepi sungai.
Ketika musim hujan tiba, ia khawatir kalau kuburan ibunya diterjang banjir yang meluap dari sungai itu. Karena itu di bawah hujan lebat, ia menangis dengan teriakan keras, “Kruok! Kruok!” dan terus berharap agar kuburan ibunya tidak dilanda banjir. Sejak saat itu, katak-katak selalu bersuara “Kruok! Kruok!” setiap kali hujan turun.
Kita dapat menduga bahwa cerita di atas mengandung pesan untuk generasi muda, supaya mereka memperhatikan nasihat orangtua mereka. Dalam sebuah keluarga pasti akan terjadi keadaan yang memprihatinkan, jika ada pertentangan-pertentangan secara sengaja. Saya pernah menghadapi sepasang calon mempelai yang terpaksa membatalkan pernikahan mereka, hanya karena setiap hari mereka saling bertentangan pendapat.
Esau Dan Yakub. “Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub.” (Kejadian 25:28)
Kalimat di atas kalau dibaca sepintas seperti biasa-biasa saja, bahkan mendatangkan rasa nyaman, karena anak-anak memperoleh cinta kasih dari orangtua mereka. Tetapi dalam kenyataan, perbedaan sikap orangtua pasti akan memunculkan pertentangan dan benturan di semua bidang kehidupan. Dari masalah yang remeh sampai yang penting. Pertentangan yang berkepanjangan tak mustahil dapat mengakibatkan perpecahan atau hancurnya rumah tangga.
Jika kita lebih jauh melihat riwayat Esau dan Yakub, kita akan melihat bahwa pilih kasih yang dilakukan oleh kedua orangtua itu terus-menerus berdampak negatif: berkat Tuhan dijualbelikan dan diperebutkan, amarah berubah menjadi dendam yang hanya menuntut kematian pihak lain yang adalah saudara kembarnya sendiri, dan satu-satunya jalan yang tersedia untuk menyelamatkan diri hanyalah lari sebagai buron yang ketakutan. Kisah Esau dan Yakub menjadi sangat menarik setelah muncul pengabdian kepada calon mertua, pernikahan yang unik serta hadirnya anak-anak. Dan menjadi kisah bermakna setelah campur tangan Tuhan makin nyata, dan menyatukan kembali mereka berdua!
Jika suami istri kurang mesra dan membangun dua kubu yang bersaing, maka anak-anak pasti menjadi korban dari keegoisan mereka.
THE MOST IMPORTANT THING A FATHER CAN DO FOR HIS CHILDREN IS TO LOVE THEIR MOTHER. (Theodore M. Hesburgh)
Jika orangtua memasang “bom waktu”, maka semua pihak harus siap-siap menerima kehancuran masa depan mereka. Seandainya Ishak dan Ribka mengasihi anak kembar itu secara adil, alangkah bahagianya hidup mereka. Biarkan saja Esau memiliki sikap yang kasar itu, tapi jantan dan selalu siap melindungi keluarga terhadap orang jahat. Begitu pula Yakub. Bila ia suka mendampingi ibunya dalam melakukan pekerjaan rumah dan bekerja di dapur, ia malah akan mewarisi kepandaian memasak. Siapa tahu ia akan menjadi ahli masak yang menjadi berkat bagi segenap keluarga?
Kita harus selalu waspada terhadap benih-benih permusuhan yang mungkin ada di dalam keluarga kita. Makin cepat dimusnahkan, makin baik. Dan tentu saja segera ditukar dengan benih-benih kehidupan dalam kasih Kristus. Sesungguhnya F A M I L Y adalah perpanjangan dari: Father And Mother I Love You.
Sarai Dan Hagar. Kata Abram kepada Sarai,”Hambamu itu di bawah kekuasaanmu; perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik.” Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkannya. (Kejadian 16:6)
Bagi kita kisah ini terasa aneh dan janggal, tetapi bagi mereka yang hidup di zaman itu mungkin wajar-wajar saja. Kisahnya demikian: Karena Sarai tak kunjung mendapat anak, maka ia mengusulkan kepada suaminya, yaitu Abram, agar menghampiri Hagar, hamba Sarai itu, supaya mewakili Sarai untuk memberikan anak bagi Abram. Sesudah Abram berhasil menghamili Hagar, kelihatanlah di mata Sarai bahwa Hagar, hambanya itu, merasa bangga dan memandang rendah Sarai. Ketika situasi memanas, maka Abram mempersilakan istrinya untuk mengambil kebijakan apa saja terhadap Hagar.
Di sini kita melihat celah-celah yang terbuka bagi masuknya iblis ke dalam keluarga Abram.
- PERTAMA, ide Sarai yang disambut baik oleh Abram untuk menghampiri Hagar, membahayakan kedudukan Abram di hadapan Tuhan. Sebab Abram dan Sarai menunjukkan sikap kurang sabar, bahkan kurang memercayai janji Tuhan, yang akan mengaruniakan seorang anak yang sah.
- KEDUA, menyuruh Abram berhubungan intim seperti suami istri dengan Hagar, akan dapat membahayakan keutuhan rumah tangga. Apa jadinya jika hubungan seperti itu berlanjut, bahkan makin meningkat?
- KETIGA, merupakan saat yang berbahaya ketika permusuhan di antara Sarai dan Hagar memuncak. Apa jadinya jika pada saat itu Abram memihak kepada Hagar dan justru mempersalahkan istrinya, serta menceraikannya? Apakah Tuhan masih berkenan memakai pasangan ini sebagai nenek moyang sang Mesias?
- KEEMPAT, dalam kisah ini semua pihak patut dipersalahkan. Selaku kepala keluarga, mengapa Abram begitu saja menyetujui usul istrinya. Bisa saja ia dituduh hanya tergiur oleh kenikmatan seksual. Mengapa Sarai berpura-pura jadi wanita yang tidak cemburuan, dan kurang berpikir panjang? Atau ia hanya mau menjaga nama serta kedudukan selaku istri yang bisa memberi keturunan bagi suaminya, meskipun melalui jasa hambanya? Hagar juga bersalah, sampai ia disuruh pulang oleh Malaikat Tuhan, karena sesudah bersikap tidak pantas kepada majikannya, ia merasa tersinggung ketika menerima hukuman yang sudah pantas diterimanya.
Kisah ini juga mengingatkan supaya kita berhati-hati dalam menghadirkan PIL (Pria Idaman lain) atau WIL (Wanita Idaman lain) ke dalam keluarga kita, sekalipun hanya melalui pikiran, ucapan bahkan canda. Sesungguhnya semboyan “Tiga terlalu banyak” harus dipegang teguh oleh setiap pasangan, jika kita tidak mau dibikin pusing tujuh keliling oleh persoalan yang satu ini.
Kita melihat di sini, kesalahan Abram dan Sarai membawa dampak negatif berupa konflik rumah tangga yang berujung Hagar melarikan diri. Di kemudian hari, Hagar dan Ismail juga harus pergi dari rumah Abram (Kejadian 21:10,14). Kalau begitu, keluarga anak-anak Tuhan juga selalu terancam konflik, pelecehan, penghinaan, sampai pengusiran. Padahal Tuhan Yesus selalu mengajarkan hidup penuh kasih sayang serta dapat menahan diri atau sabar.
THERE ARE NO PRAISES AND NO BLESSINGS FOR THOSE WHO ARE ASHAMED OF THEIR FAMILIES. (Jewish Proverb)
Ada saran yang kelihatannya naif, tapi mungkin bisa dicoba: Dianjurkan agar setiap orang memakai karet di pergelangan tangannya. Pada saat kita naik pitam, biasakanlah untuk segera menarik dan menjepret tangan kita sendiri dengan karet itu supaya kita kembali sadar. Setelah itu tariklah napas dalam-dalam sebanyak sepuluh kali. Jika disertai dengan memanjatkan doa permohonan agar diberi kesabaran oleh Tuhan, maka sempurna sudah antisipasi kita melawan keterlanjuran yang konyol!
Pdt. Em. Daud Adiprasetya
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.