Drama In Real Lives

Drama In Real Lives

Belum ada komentar 95 Views

Judul tersebut diambil dari majalah Reader Digest, yang isinya merupakan pengalaman nyata seseorang yang menghadapi suatu peristiwa yang cukup sulit, mencemaskan, mencekam dan hampir putus asa, namun akhirnya terlepas dari situasi tersebut. Lolosnya dia dari situasi tersebut disajikan secara dramatis, di luar kemampuan nalar maupun kekuatan fisiknya.

Tujuan tulisan ini adalah untuk menuturkan pengalaman pribadi yang benar-benar dialami oleh beberapa teman seiman kita. Biarlah para pembaca menilai sendiri, apakah pengalaman yang mereka alami itu temasuk mukjizat atau kejadian biasa (taken for granted), namun yang pasti, mereka masing-masing meyakini bahwa hanya tangan Bapa, Tuhan yang begitu mengasihi anak-anak-Nya, mengizinkan hal itu terjadi demi kemuliaan-Nya.

JUST IN TIME
Pada saat istirahat usai jalan kaki pagi hari, yang mengawali acara retret Komisi Senior GKI PI di Pondok Remaja, saya melihat Pak Markus sedang berdiri seorang diri. Kesempatan itu saya pergunakan untuk berbincang-bincang dengannya. Mula-mula pembicaraan kami berkisar pada hal-hal biasa sekitar retret dan perkembangan Komisi Senior, namun kemudian berlanjut dengan kisah pengalaman sakit mata Pak Markus, yang berkat pertolongan Tuhan telah sembuh kembali. Saat itu waktu terlalu singkat untuk mendengar semuanya, dan kisah yang utuh baru terungkap ketika saya dan istri saya berkunjung ke rumahnya.

Peristiwa ini terjadi pada awal tahun April 1997. Ketika itu mata kiri Pak Markus terasa sakit yang kemudian menjalar ke belakang kepalanya. Dokter umum yang ditemuinya menganjurkan agar ia memeriksakan diri ke seorang internis, yang pada gilirannya menasihatinya untuk pergi ke dokter mata. Oleh dokter mata, ia disarankan untuk berkonsultasi ke dokter spesialis syaraf. Di sana, dokter spesialis syaraf tersebut mengatakan bahwa Pak Markus mungkin menderita tumor di kepala dan dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter spesialis syaraf/tumor otak di RS. Mount Elizabeth, Singapura. Namun ketika Pak Markus menghubungi rumah sakit tersebut, ternyata ia tidak dapat segera diperiksa karena belum ada tempat yang kosong. Persoalan lain muncul karena paspor Pak Markus dan Bu Lian sudah kedaluwarsa.

Sebelum sakit, Pak Markus selalu mandiri dalam melakukan kegiatan rutinnya, termasuk menyetir mobil. Tetapi ketika keadaannya semakin memburuk, ia harus selalu dituntun oleh Ibu Lian. Sambil menunggu pengurusan paspor, Pak Markus kemudian memeriksakan diri ke dokter lain, yang menganjurkannya untuk pergi ke RSCM dan berkonsultasi dengan seorang dokter senior yang juga profesor di Universitas Indonesia. Ia mengatakan bahwa RSCM memiliki peralatan yang lebih lengkap, yang tidak dimiliki oleh banyak rumah sakit lain, seperti MRI.

Hasil pemeriksaan dokter ahli di RSCM mengatakan bahwa tidak ada tumor di kepala Pak Markus. Ia menderita glaukoma dan disarankan untuk segera memeriksakan diri kembali ke dokter mata. Namun, ke dokter mata mana? Puji Tuhan, Pak Markus teringat pada sahabatnya di klub tenis yang berprofesi sebagai dokter mata. Ia segera menelponnya dan diminta untuk datang keesokan harinya. Pak Markus tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Keesokan harinya, sahabatnya itu menegaskan bahwa ia memang benar menderita glaukoma akut, yang jika tidak segera ditangani akan menyebabkan cacat mata. Hari itu juga, dan diteruskan sampai dua hari berikutnya, Pak Markus menjalani tindakan pembedahan. Sebenarnya praktik dokter mata ini sangat laris sehingga calon pasien yang ingin berkonsultasi kepadanya harus mengadakan janji temu dua bulan sebelumnya. Tetapi atas pertolongan Tuhan, Pak Markus dapat segera ditangani. Pembedahan yang cukup rumit itu pun berhasil, dan mata Pak Markus pulih kembali sehingga ia dapat beraktivitas lagi sebagai arsitek sampai sekarang.

Apa yang dialami oleh Pak Markus merupakan peristiwa yang sangat dahsyat. Dalam kurun waktu 3 hari ia ditangani oleh 7 dokter, dan dalam 3 hari berikutnya ia menjalani tindakan pembedahan yang rumit, yang terlaksana dengan sukses.

Peliharalah aku seperti biji mata-Mu, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu (Mazmur 17:8)

(Pak Markus memberikan saran bahwa jika para senior memeriksakan mata, sebaiknya pergi ke dokter mata dan tidak ke ahli kacamata saja, karena glaukoma dapat sewaktu-waktu menyerang kita, dan tidak terbatas pada usia lanjut. Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut, silakan menghubungi Pak Markus Anggana).

IT’S A MIRACLE
Beberapa tahun yang lalu saya dan isteri saya menghadiri kebaktian pengucapan syukur di kediaman Pak Frits Sindu atas kesembuhan beliau dari sakit prostat, setelah melalui proses tindakan berkali-kali dan penderitaan fisik yang berat.

“It’s a miracle,” kata Bu Evie, istrinya. Dalam kamus Collins Cobuild (student dictionary) kata “miracle” didefinisikan sebagai berikut: “Miracle is a wonderful and surprising event that is believed to cause by God” (Mukjizat adalah peristiwa luar biasa dan mengejutkan yang diyakini disebabkan oleh Allah).

Peristiwa ini dimulai pada tahun 1980 ketika Pak Frits menemani ayahnya ke Jerman untuk menjalani pemeriksaan kantong kemih dan prostat yang terkena kanker. Adik Pak Frits seorang dokter dan sedang studi di sana. Pada waktu itu, Pak Frits mengantarkan ayahnya untuk berjumpa dengan temannya, seorang dokter Indonesia yang sedang mengikuti spesialisasi urologi di Jerman. Setelah diperiksa oleh dokter tersebut dan profesornya, ternyata penyakit ayah Pak Frits sudah memasuki stadium lanjut sehingga mereka menganjurkan agar ia dibawa kembali ke Indonesia. Sejak itu Pak Frits dan dokter urolog Indonesia ini tetap saling berkomunikasi.

Tiga tahun kemudian, pada suatu hari urolog tersebut menghubungi Pak Frits. Ia sedang berada di Jakarta dan meminta bantuan Pak Frits untuk mengurus formalitas pabean dan imigrasi karena ia mengadopsi seorang bayi Indonesia yang hendak dibawanya ke Jerman. Pak Frits membantunya sehingga adopsi tersebut berjalan lancar dan bayi itu dapat dibawa ke Jerman. Sebelum berpisah, urolog tersebut berpesan bahwa kalau suatu hari nanti Pak Frits memerlukan bantuan medis, ia tidak usah segan menghubunginya dan sahabatnya ini akan berusaha membantunya. Pak Frits tidak menyangka bahwa hal ini kelak sungguh-sungguh akan menjadi kenyataan.

Pada tahun 1994 Pak Frits mulai merasakan kelainan pada waktu buang air kecil dan memeriksakan diri ke dokter urolog di Singapura. Sejak itu setiap tahun ia secara berkala memeriksakan diri untuk menjalani pemeriksaan PSA. Angka PSA ini pada tahun-tahun berikutnya perlahan-lahan meningkat dan beberapa kali melampaui batas normal sehingga Pak Frits beberapa kali dibiopsi, namun ternyata hasilnya bukan kanker tetapi infeksi.

Pada tahun 2005 terjadi lagi kenaikan angka PSA yang melampaui batas normal dan setelah dibiopsi ternyata hasilnya positif kanker prostat tetapi masih dalam stadium dini. Setelah dilakukan operasi di Singapura, hasilnya belum sepenuhnya bersih sehingga Pak Frits harus menjalani proses radiasi di sana setiap hari selama 40 hari. Setelah itu ia dinyatakan bersih dari kanker. Hanya sebagai akibat dari operasi dan radiasi ini, dalam 5 tahun berikutnya ia harus selalu memakai pampers karena inkonsistensi dalam pengeluaran urinenya.

Pada permulaan tahun 2010 terjadi penyumbatan di saluran kemihnya sehingga Pak Frits harus menjalani tiga kali operasi untuk melancarkannya kembali. Operasi itu dilakukan satu kali di Singapura dan dua kali di Jakarta. Ternyata pengobatan radiasi menyebabkan efek samping pada kantong kemihnya. Dindingnya perlahan-lahan terkelupas dan menyumbat saluran kemih. Karena hal tersebut, dokter memasang kateter untuk menghindari penyumbatan. Sebagai akibat pemasangan kateter ini, terjadi perdarahan jikalau Pak Frits berjalan, sehingga ia tidak berani turun dari tempat tidur untuk jalan-jalan. Selama tiga bulan ia hanya berbaring saja di tempat tidur. Saran-saran dari para dokter Singapura dan Indonesia untuk menangani hal tersebut dianggapnya tidak dapat menyelesaikan permasalahannya dan tidak memberikan kualitas hidup yang lebih baik kepadanya.

Akhirnya Pak Frits teringat pada sahabatnya yang dokter urolog di Jerman. Ia segera menghubunginya dan disarankan untuk menjalani pengobatan di Jerman karena di sana mereka sudah berpengalaman dalam menanggulangi kondisi seperti itu. Sahabatnya itu bahkan menjamin bahwa setelah operasi, Pak Frits akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Ia juga menguraikan bahwa kantong kemih Pak Frits akan dibuang karena tidak bisa dipertahankan lagi, dan dari ginjal, urine di saluran kemih akan dialirkan keluar melalui dinding perut dan ditampung oleh sebuah kantong. Tindakan tersebut disebut “urostomi.”

Mendengar hal tersebut Pak Frits sempat merasa kecil hati karena hal ini tidak umum. Tetapi dengan dasar keyakinan iman yang besar, ia percaya bahwa hal ini adalah jalan terbaik yang Tuhan berikan kepadanya.

Meskipun kawan-kawan di Jakarta pada waktu itu menguatirkan keadaan Pak Frits yang harus melakukan perjalanan yang panjang dan melelahkan ke Jerman, tetapi dengan keyakinan dan iman bahwa semua hal ada di dalam kuasa Tuhan, maka akhirnya ia berangkat ke sana dengan didampingi oleh istri dan adik iparnya yang juga seorang dokter. Hasil operasi tersebut sangat memuaskan dan penyembuhan pun berjalan sangat cepat.

Tuhan sungguh memberkati seluruh rangkaian perjalanan ke Jerman ini. Di pesawat terbang yang membawa mereka ke sana, Bu Evie, yang semula duduk di kelas ekonomi, diberi kemudahan untuk duduk di kelas bisnis sehingga dapat terus membantu suaminya. Bu Evie dan adik iparnya juga mendapat penginapan yang cukup baik dengan biaya yang terjangkau, yang dikelola oleh seorang dokter Indonesia. Ada trem yang melewati penginapan tersebut menuju rumah sakit, sehingga biaya transportasi relatif murah. Keluarga dokter ini taat pada Tuhan dan sangat menolong dalam memberikan dukungan moral. Ada juga beberapa ibu Indonesia yang berkunjung menemani Bu Evie selama di Jerman.

Setelah Pak Frits sembuh dan kembali ke Indonesia, beberapa sahabat yang mengunjunginya melihat perbedaan nyata di dalam dirinya. Tidak tampak kelesuan di dalam dirinya, karena kini ia sudah sehat dan penuh vitalitas kembali. Ia menyampaikan terima kasih kepada semua pendeta dan teman yang mendukungnya dalam doa dan empati pada saat ia sakit. Tuhan sudah menjamahnya dan ia sembuh.

Tetapi sekarang, beginilah firman TUHAN yang menciptakan engkau, hai Yakub, yang membentuk engkau, hai Israel: “Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku.

Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.(Yesaya 43:1-2)

Sola Gracia

Nono Purnomo (Penyunting)

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Sudut Hidup
  • Kasih-Nya Mengalir
    Namanya Helen Jayanti, biasa dipanggil Helen. Saat ini sedang menjalani Praktek Jemaat 1 di GKI Pondok Indah. Lulusan dari...
  • Jalan Pagi Lagi di Antara Jiwa-Jiwa
    perjumpaan dengan inspirasi kehidupan lain yang juga mendatangkan syukur
    Upaya Menjaga Kebugaran Sungguh tak mudah memulai kembali sebuah rutinitas, terutama yang menyangkut fisik, apalagi kalau memang pada dasarnya...
  • Jalan Pagi di Antara Jiwa-Jiwa
    Perjumpaan-perjumpaan yang menginspirasi kehidupan dan mendatangkan syukur.
    Jalan Pagi Untuk menjaga kondisi dan kesehatan jasmani di masa yang menekan ini sehingga tidak banyak aktivitas yang bisa...
  • In-Memoriam: Pdt. (Em.) Timotius Setiawan Iskandar
    Bapak bagi banyak anak yang membutuhkan kasih: yang kukenal dan kukenang
    Mencari Tempat Kos Setelah memutuskan untuk mengambil kuliah Magister Manajemen pada kelas Eksekutif (kuliah pada hari Sabtu-Minggu) di Universitas...