Saat ini penduduk dunia di atas usia 65 tahun (dikenal sebagai warga senior) lebih dari 750 juta, terdiri atas 53% wanita dan 47% pria. Warga senior ini tersebar dan terbanyak di RRC (130 juta), diikuti India (70 juta), Amerika Serikat (45 juta), Jepang (30 juta) dan Indonesia sekitar 17 juta. Jumlah warga senior di suatu negara dibandingkan jumlah penduduknya sangat tergantung pada umur harapan hidup warganya. Makin baik kesejahteraan dan makin rendah stres atau tekanan hidup, makin panjang harapan usia hidupnya. Negara kecil Monaco dan Jepang serta beberapa negara Eropa Barat mencatat persentase keberadaan warga senior mereka di atas 20%. Negara-negara berpenduduk banyak seperti RRC, India, Indonesia, Brazil dan Pakistan, persentasenya di bawah 9 %. Berdasarkan penelitian Bank Dunia, penduduk senior dunia pada tahun 2050 akan “meledak” menjadi 1,5 milyar. Indonesia akan meningkat warga seniornya menjadi 50 juta.
Meningkatnya jumlah warga senior mulai dirasakan oleh banyak negara dan gereja di dunia. Di satu pihak, citra negara baik, karena bukti kesejahteraan rakyatnya baik, namun di pihak lain menambah beban anggaran belanja negara bagi negara yang memiliki program tunjangan kesehatan dan hari tua. Amerika Serikat dan beberapa negara maju, termasuk RRC, sudah mulai kewalahan dengan makin banyaknya warga senior ini. Bagi politisi, hal ini menjadi isu baru yang dapat diangkat dan dipolitikkan. Besarnya persentase warga senior juga memengaruhi tersedianya tenaga kerja produktif, sehingga memengaruhi tingkat upah kerja.
Sejalan dengan meningkatnya penduduk senior dunia ini, kehadirannya makin dirasakan di kota-kota, termasuk di gereja-gereja. Di banyak gereja negara maju, jumlah jemaat senior mulai mendominasi pada saat kebaktian. Pemerintah Kota (Pemkot) Amerika Serikat telah membakukan penyediaan anggaran yang cukup untuk membangun kompleks dengan berbagai fasilitas dan program untuk warga seniornya. Berlimpahnya warga senior “tercium” juga oleh para pengembang yang menjadikannya bisnis baru yang menjanjikan. Jika di negara maju hal ini telah lama dilakukan, maka di kota Jakarta misalnya, telah mulai dibangun beberapa resor untuk menampung para senior. Fasilitas dan manajemennya berbeda dengan rumah jompo pola tradisional. Sasaran senior yang diincar bukan hanya lokal, tetapi juga dari negara maju, seperti Jepang dan Taiwan yang urusan izin tinggal dari imigrasi termasuk dalam paket pembayaran. Hal ini berdampak pada jumlah biaya yang harus disediakan oleh para senior. Ada juga yang menawarkan paket dengan satu kali pembayaran dengan hitungan hingga usia 100 tahun. Jika meninggal sebelum usia 100 tahun, sisa pembayarannya akan dikembalikan kepada ahli waris. Sebagai contoh, jika usia 75 tahun, paketnya sekitar 3 milyar Rupiah dan untuk istri senilai 1 milyar Rupiah. Dengan membayar paket ini, suami/istri dapat hidup di resor tanpa memikirkan urusan rumah tangga, pembantu, satpam, tukang kebun, pembayaran rekening-rekening, makan/minum, transpor, rekreasi dan urusan pemantauan (monitoring) kesehatan.
Secara individu, setiap orang yang masuk kategori senior akan mengalami tiga problematik kehidupan. Sebagai manusia yang diciptakan dari “abu” dan akan kembali menjadi “abu”, pasti tubuhnya akan mengalami proses degenerasi. Olah raga dan asupan vitamin/obat-obatan hanya dapat memperlambat, tanpa mampu mencegahnya. Makin cepat terjadi “degenerasi”, makin banyak beban yang harus dipikulnya, bukan hanya kondisi fisik, tetapi juga dana finansial yang dimiliki. Persiapan sejak masa usia muda harus dilakukan, agar proses degenerasi ini bisa diperlambat dan dana pada saat senior bisa dicukupi. Gangguan kedua faktor ini di usia senior, akan menimbulkan stres dan dapat memengaruhi ketahanan mental. Agar masalahnya tidak makin parah, diperlukan ketahanan spiritual dan untuk ini antara lain diperlukan ketahanan dan ketangguhan iman. Salah satu cara yang ampuh adalah menjalankan ajaran-ajaran agama yang dianut dengan patuh dan utuh, antara lain beribadah dan menghadiri kegiatan-kegiatan gereja secara berkala dan tertib. Untuk melakukan semua kegiatan ini, diperlukan kondisi fisik yang sehat dan dukungan dana yang cukup, misalnya untuk transpor, dsb.
Ketiga problematik tersebut, yaitu degenerasi fisik, tersedianya dana dan ketangguhan spiritual, tidak berdiri sendiri-sendiri. Ketiganya saling terkait dan memengaruhi. Ketiganya perlu diusahakan dan dipersiapkan sejak muda agar ketika masa senior tiba, semuanya telah siap untuk “dimain”-kan serta terus dijaga keseimbangannya. Hal ini penting agar para senior tidak dilecehkan sebagai “laskar tak berguna”, tetapi justru disegani karena mendapatkan julukan “Golden Opa Oma”, serta masih bermanfaat untuk gereja, masyarakat dan negara.
Harry Tanugraha
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.