Di penghujung tahun 1970an atau di awal tahun 1980an, anggota Bakal Jemaat Kebayoran Selatan yang jumlahnya sekitar 200 orang, tidak pernah membayangkan akan memiliki tempat ibadah yang berlokasi di daerah Pondok Indah seperti sekarang ini.
Walaupun lokasi peruntukan sosial ini ditawarkan dengan harga seperempat dari harga kavling perumahan, tetap saja tidak terjangkau. Oleh karena itu, betapa bersyukurnya kami ketika mendengar bahwa Bajem Kebayoran Selatan memperoleh sebidang tanah di daerah Terogong, Cilandak, walaupun lokasinya berada di satu jalan kecil yang hanya dapat dilalui oleh satu mobil.
Namun, kegembiraan ini tidak berlangsung lama. Baru melakukan beberapa kali ibadah di tempat tersebut, jemaat muda ini mendapat aniaya, yaitu dengan terjadinya pelemparan batu oleh penduduk setempat yang menolak kehadiran gereja di wilayahnya. Surat Keputusan Ibadah yang telah diterimapun kemudian dicabut kembali.
Keterlibatan saya dalam Panitia Pembangunan Gereja bermula ketika saya yang pada saat itu bekerja di PT Metropolitan Kencana, developer kawasan perumahan Pondok Indah, diperlihatkan SK Ibadah yang dibatalkan tersebut dengan coretan supidol tebal di peta situasi yang berbunyi “ Harap dipindah ke lokasi real estate di sebelahnya”. Lokasi yang dimaksud adalah kawasan Pondok Indah.
Di master plan Pondok Indah memang ada daerah peruntukan sosial, yaitu lahan yang diperuntukkan bagi sekolah, fasilitas umum seperti rumah ibadah, rumah sakit dan sebagainya. Akan tetapi, semua lahan peruntukan sosial tersebut telah habis terpakai oleh beberapa yayasan, seperti Yayasan Tirta Marta untuk membangun sekolah dan Yayasan Mardiko yang belum memulai pembangunan fisiknya. Hanya tersisa sedikit lahan saja yaitu sekitar 1.500 m2, yang tidak mencukupi untuk membangun sebuah gereja.
Pilihan yang paling logis dan cepat pada waktu itu adalah menjalin kerjasama dengan Yayasan Mardiko. Rapat dan diskusi yang terjadi berjalan dengan alot dan lamban. Berbagai argumen tentang pembagian lantai, mengatur perjanjian kepemilikan, dan sebagainya tidak kunjung disepakati.
Akhirnya kami mengajukan usul, bagaimana kalau lahan yang 1.500 m2 tersebut dibeli saja dulu sambil mengajukan permohonan penambahan lahan seluas 1.000 m2, walaupun kami tidak terlalu optimis akan dikabulkan, terutama mengingat harga tanah yang cukup mahal.
Rapat kemudian memutuskan untuk bertemu dengan Presiden Direktur PT Metropolitan Kencana, Bapak Sudwikatmono (adik presiden kita pada waktu itu). Tuhan juga telah menempatkan seorang utusan yang tepat, yaitu Ketua Panitia Pembangunan Gereja, Bapak Jacob Tobing yang pada waktu itu adalah seorang petinggi di salah satu Partai Politik.
Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana bila kita diminta untuk membayar uang muka sebagai tanda jadi. Tentunya kita harus mempunyai back-up finansial, dan seseorang yang diharapkan dapat membantu adalah Bapak William Suryadjaja. Demikianlah, keesokan harinya sebelum bertemu dengan Pak Dwi, Pak Jacob direncanakan akan bertemu dulu dengan Pak William untuk memohon dukungan dana.
Malam itu, panitia berdoa dengan sangat khusuk dan bersungguh-sungguh memohon kepada Tuhan. Kami merasa sangat kecil dan tidak berdaya, hanya Tuhan saja yang sanggup menggerakkan para petinggi terkait untuk mengabulkan kerinduan jemaat atas keinginannya untuk memiliki rumah ibadah.
Masih segar dalam ingatan saya, keesokan harinya sekitar pukul 10.00, Pak Jacob dengan mata yang berbinar-binar dan muka yang berseri-seri, dengan langkah yang sangat ringan datang menghampiri meja kerja saya dan menunjukkan peta situasi dan secarik memo dari Pak Dwi yang menyetujui pembelian lahan seluas sekitar 4.000 m2 dengan status peruntukan sosial. Hati saya diliputi dengan rasa syukur dan pujian atas campur tangan Tuhan yang demikian nyata. Terlebih lagi ketika mendengar kisah perjumpaan Pak Jacob dengan Oom William.
Seperti kita ketahui, Oom William pada masa itu adalah salah satu konglomerat yang sangat sibuk sehingga untuk bertemu beliau kita harus membuat janji terlebih dahulu, namun pada pagi itu beliau dengan sangat mudah ditemui dan serta merta memberikan dukungan penuh untuk apapun yang diperlukan. Yang juga mengherankan adalah Pak Jacob dapat langsung bertemu dengan Pak Dwi dan mengabulkan permohonan panitia, bahkan memberikan “bonus” tanah yang lebih luas dari permintaan panitia.
Janji Tuhan adalah Ya dan Amin, sebagaimana salah satu ayat pegangan Panitia Pembangunan, yaitu Yesaya 26:12b, “…sebab segala sesuatu yang kami kerjakan Engkaulah yang melakukannya bagi kami”.
Eveline Hargianto
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.