Kata orang, obrolan yang paling menyenangkan adalah menggunjingkan orang lain. Bergunjing tentang orang lain, biasa dikenal dengan gosip. Bergosip-ria atau bergunjing biasanya memperbincangkan hal-hal negatif, hal-hal yang buruk atau hal-hal yang memalukan, pokoknya yang jelek-jeleklah, dan hal itu bisa dilakukan berjam-jam, bahkan bisa sampai berhari-hari, karena selalu to be continued…
Subyek yang digunjingkan itu, bisa orang yang kita kenal, bisa juga orang yang tidak kita kenal, itu salah satu kelebihan suatu pergunjingan atau gosip. Bayangkan saja, kita bisa berlama-lama bergunjing tentang pelaku video yang menghebohkan itu, padahal kenal pun tidak.
Kelebihan gosip yang lain adalah mampu mengubah berita baik menjadi berita buruk atau berita yang biasa-biasa saja menjadi berita yang luar biasa yang “nilai jualnya” tinggi. Berita lain yang memiliki “nilai jual” yang tinggi adalah berita tentang para bos atau atasan kita di kantor, atau orang-orang yang mempunyai jabatan atau kedudukan.
Ciri khas dari gosip adalah “Ya…, tapi”, contoh: “Ya, suaminya sih baik sekali, tapi istrinya itu lho…” , “Ya, dia memang pandai, tapi…”, “Ya, dia memang kaya, tetapi seleranya itu…, dan seterusnya.
Yang sangat menyedihkan adalah kalau kebiasaan seperti ini menjadi kebablasan, artinya kita selalu mencari kejelekan atau keburukan orang lain untuk dipergunjingkan. Yang lebih menyedihkan lagi bila teman atau sahabat kita sendiri yang kita pergunjingkan.
Socrates, seorang filsuf terkenal, mengajarkan bagaimana kita harus mempunyai filter ketika kita akan menyampaikan berita kepada seseorang. Menurut Socrates, ada tiga filter yang senantiasa kita harus pakai untuk menguji apakah berita itu layak disampaikan atau tidak.
Filter yang pertama adalah kebenaran, pastikan bahwa apa yang hendak kita sampaikan itu adalah benar, kalau tidak benar, untuk apa kita sampaikan. Filter yang kedua adalah kebaikan, apakah berita yang hendak kita sampaikan itu adalah sesuatu yang baik? Kalau berita itu tidak membawa kebaikan, untuk apa juga disampaikan. Dan filter yang ketiga adalah kegunaan, apakah berita yang hendak kita sampaikan itu berguna bagi orang yang mendengar? Jadi, kalau sebuah berita kita uji dengan ketiga filter tadi dan kalau ada satu saja jawaban tidak, maka berita itu tidak layak untuk disampaikan. Apalagi kalau ada dua atau tiga jawaban tidak, maka berita tersebut sangat tidak layak untuk disampaikan atau diceritakan kepada orang lain.
Mudah-mudahan ketiga filter ini selalu kita pakai, supaya kita tidak terjerumus ke dalam suasana yang tidak menyenangkan bagi orang lain. Bayangkan kalau kita sendiri yang menjadi bahan pergunjingan, alangkah tidak nyaman, bukan?
Kalau kita mempunyai kepedulian, apakah itu terhadap saudara, sahabat, teman sepelayanan di gereja, ada baiknya kita menyampaikan atau membicarakan hal-hal yang baik-baik saja, hal-hal positif dari mereka yang mungkin bisa kita tiru atau kita ambil manfaatnya untuk kehidupan kita.
Sebetulnya ada satu kondisi di mana kita selalu menyampaikan hal-hal yang baik dan positif dari seseorang, yaitu dalam sebuah acara perkabungan. Semua yang hadir di sana mengutarakan kebaikan dan kelebihan dan perilaku yang positif dari almarhum. Agak ironis, padahal kalau saja kita membicarakan hal itu ketika orang itu masih hidup, mungkin akan memberikan dampak dan manfaat yang luar biasa, sayangnya kita hanya bisa menyampaikannya di seputar peti jenazah saja.
Mudah-mudahan, ketiga filter tadi bisa mengubah kebiasaan kita dari cepat berkata-kata dan lambat mendengar, menjadi lambat berkata-kata dan cepat mendengar. Ah, indahnya…
[Sindhu Sumargo]
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.