Siapakah Sesamaku?

Belum ada komentar 998 Views

Pertanyaan ini sangat familier kalau kita suka membaca kitab Injil. Para ahli Taurat pernah mengajukan hal itu kepada Tuhan Yesus. Mereka bukannya tidak tahu, melainkan ingin mencobai atau berusaha mencari kesalahan Nya, karena jawaban Yesus memengaruhi cara berpikir dan ajaran-Nya. Dalam kelas berjalan yang dilakukan-Nya setiap hari, rupanya ada juga pertanyaan kritis yang bermanfaat bagi para murid Nya waktu itu dan saat ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata sesama berarti sama-sama atau satu golongan. KBBI memberi contoh bahwa makhluk hidup adalah sesama kita karena sama-sama hidup. Kamus ini tidak menyebut manusia saja sebagai satu golongan. Juga tidak menyebut manusia yang hidup dengan gaji sekian dan status jabatan tertentu saja yang menjadi sesama kita. Itu berarti, selama kita diberi napas hidup oleh Tuhan, maka kita adalah sesama ciptaan Tuhan yang diberi kesempatan untuk hidup di dunia ini.

Namun, tetap kata sesama menjadi topik yang hangat untuk dibahas di dalam Alkitab, termasuk oleh ahli Taurat yang bertanya kepada Tuhan Yesus, “Siapakah sesamaku?” dalam Lukas 10:25-37.

10:25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? “
10:26 Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?”
10:27 Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
10:28 Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”
10:29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?”
10:30 Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?”
10:37 Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

Dalam bacaan Injil di atas, ternyata bukan hanya pertanyaan “Siapakah sesamaku” yang diajukan oleh ahli Taurat. Namun, sesama mana yang perlu kita kasihi dalam kalimat “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Jadi, pembahasan dalam tulisan ini lebih spesifik menjawab, “Siapakah manusia yang sama golongannya dengan kita?” jika kita mengambil KBBI sebagai acuan definisi kita.

Namun, kita perlu juga menambahkan kamus ensiklopedi Alkitab untuk melengkapi definisi tersebut. Dalam PL, kata sesama ditulis dalam bahasa Ibrani dengan kata amit, qarov dan rea. Sementara dalam PB, Alkitab menggunakan kata geiton dan perioikos. Kalau mengacu pada bahasa Ibrani di PL, justru artinya makin luas, karena kata sesama juga bisa digunakan untuk benda-benda yang tidak bernyawa (Kej. 15:10) walaupun bisa juga mengacu pada tetangga, kekasih, suami atau teman. Namun, ada satu yang khusus di Mazmur 38:12. Kata rea dapat juga diartikan sebagai orang yang bertindak sebagaimana seharusnya seorang teman. Walaupun kebanyakan kata ini disejajarkan dengan saudara.

Yang menarik, orang Ibrani tidak biasa menggunakan kata ini untuk orang yang berbeda kepercayaan. Namun, Alkitab mencatat banyak bukti bahwa sejak zaman Perjanjian Lama, tangan umat Allah terbuka untuk mengasihi sesama. Misalnya saja saat Naomi menerima Rut sebagai menantunya, sekalipun suaminya telah tiada. Lalu Nabi Elia yang menerima janda di daerah Sarfat, Sidon. Kita ingat juga kepada para pengintai di Yosua 2:1 yang malah diterima Rahab yang bukan orang Israel.

Dalam kisah perumpamaan ‘Orang Samaria yang murah hati’ di Lukas 10:36, Yesus rupanya tidak hendak mengajak para ahli Taurat dan murid-murid-Nya melihat bahwa korban yang jatuh ke tangan penyamun itu adalah sesama kita. Sebab pastilah orang yang sakit, terluka, lemah, dan tidak berdaya harus menjadi kepedulian para murid, sebagaimana Yesus meneladaninya. Namun yang menarik, Yesus justru melihat dari sudut orang yang menyelamatkan korban tersebut. Orang itu tidak terkenal. Ia bukan imam, nabi, pemuka agama, dan tidak punya nama besar. Namun ia melakukan hal besar yang patut dicontoh oleh para ahli Taurat: ia tidak melihat siapa korban itu, apakah menguntungkan atau merugikannya. Hatinya seperti Yesus, yang “tergerak oleh belas kasihan”. Hati seperti ini berasal dari kasih Tuhan yang tidak pandang bulu. Dan akibat dari belas kasihan yang muncul di hatinya, ia melakukan beberapa hal:

Pertama, ia pergi membalut luka-luka si korban. Ini merupakan tindakan merawat dan peduli terhadap penderitaan seseorang.

Kedua, ia menyirami si korban dengan minyak dan anggur. Ini merupakan tindakan mempersembahkan hal baik dari apa yang dimilikinya tanpa menyayangkannya, demi kebaikan orang lain dan tanpa mengharapkan untung-rugi.

Ketiga, ia menaikkan si korban ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Ini merupakan tindakan keluar dari zona nyaman di tempatnya yang nyaman. Keledai waktu itu sama dengan kendaraan atau rumah yang nyaman, dan sangat personal. Meski demikian, ia memberikan tempat nyamannya itu untuk orang asing.

Keempat, ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu. Ia memberikan harta/uang secara berlebih kepada orang yang membutuhkan.

Bahkan kelima, ia memberikan uang itu guna merawat dan membelanjakan keperluan si korban, dan berjanji akan menggantinya saat ia kembali, jika uang itu tidak cukup.

Dalam kisah Yesus, orang yang melakukan hal ini tidak diketahui namanya. Namun ia melakukannya dengan kekuatan cinta Tuhan yang tidak terbatas. Menariknya, belas kasihan ini menular kepada si pemilik penginapan yang tidak menentang atau protes saat menerima tamu yang tidak dikenalnya dan sedang sakit.

Menurut saya, kata kunci di sini adalah: Belas kasihan Tuhan atas orang yang memperlakukan sesama dengan cinta-Nya, akan menular kepada orang lain sehingga pada gilirannya orang tersebut tergerak juga untuk melakukannya.

SIAPA SESAMA ITU?
Bicara tentang siapa sesama kita hari ini, akan terasa berat apalagi jika ia terkena COVID. Rasanya tidak semua orang mau tertular, sekalipun dari kekasihnya. Hanya sedikit yang rela tertular dari pasangannya, termasuk sahabat pendeta perempuan saya yang meninggal karena tertular saat merawat suaminya yang kena COVID di rumah sakit.

Menurut saya, jika kita terlalu jauh membayangkan orang yang menolong si korban itu sebagai sesama kita— sekalipun ia tidak seagama, sealiran, segereja, sesuku dengan kita— yang terdekat sajalah yang kita jangkau. Sesama kita adalah orang yang sesungguhnya berada di sekitar kita. Dia yang rasanya ingin kita jauhi karena senantiasa menyakiti kita, tapi di sisi lain membutuhkan kasih Tuhan melalui belas kasihan yang dititipkan Nya kepada kita.

Bisa jadi ia adalah mantan kekasih kita, musuh kita, saudara yang menjauhi kita, teman yang hanya mencari keuntungan (friends with benefit), orang yang pernah berjanji untuk bersahabat dengan kita, tapi akhirnya meninggalkan kita karena satu atau lain hal. Jadi, berdoalah agar belas kasihan Tuhan meresap di dalam hati dan diri kita sehingga siapa pun yang membutuhkan kita, akan siap kita sambut. All are welcomed! Tuhan memberkati.!•

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Renungan
  • Allah hadir bagi kita
    Biarkanlah, biarkanlah itu datang, ya Tuhan. Kami berdoa pada-Mu, biarkanlah hujan berkat turun. Kami menanti, kami menanti. Oh hidupkanlah...
  • MENCINTA DENGAN SEDERHANA
    Aku Ingin Aku ingin mencintaimu ciengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
  • SULUNG DALAM PALUNGAN
    Persekutuan Perempuan Jumat, 9 Desember yang lalu, temanya adalah “Cinta dalam Kesederhanaan”. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono,...
  • MELAYANI ITU INDAH
    Ketika kita berbicara tentang “melayani” maka hal ini sangat dekat dengan kehidupan Kristiani. Melayani (Yunani: diakoneo artinya to be...