kejahatan

A SACRED EVIL – sekadar tidak melakukan kejahatan saja belumlah cukup

Belum ada komentar 116 Views

Ada seorang pria muda yang sangat sukses dan kaya. Sayangnya ia tidak pernah bergaul dengan banyak orang, termasuk dengan tetangga di sekitar rumahnya. Waktunya hanya dihabiskan untuk bekerja. Suatu hari, sepulang kerja, ia melihat rumah tetangganya kebakaran. Melihat asap mengepul, ia beranjak dari duduknya untuk menutup pintu dan jendela supaya asap itu tidak masuk ruangannya, lalu kembali menikmati kopi panasnya.

Sepintas pria dalam kisah di atas tidak melakukan kesalahan. Ia kaya karena rajin bekerja, bukan karena mencuri atau korupsi. Peristiwa kebakaran di rumah tetangganya juga bukan karena kesalahannya. Bisa dikatakan ia bersih, tak berdosa.

Begitu seringnya kita beranggapan bahwa masing-masing orang punya urusan, tanggung jawab, serta konsekuensi yang harus dipikulnya sendiri. Asal cukup mengerjakan urusan sendiri dan bersedia memikul tanggung jawab, maka kalau tidak bersentuhan, atau tidak mencampuri masalah orang lain, tidaklah ada salahnya.

Jadi tidak dirasa aneh kalau seorang mahasiswa ke kampus hanya untuk kuliah dan langsung pulang tanpa peduli pada rekan-rekan lainnya. Soal mereka kurang berprestasi, ya mungkin karena mereka kurang belajar atau terlalu banyak mengurusi kegiatan lain. Kalau mereka tidak punya sarana penunjang buat belajar, mengapa tidak memperhitungkannya terlebih dahulu? Kalau tidak mampu menyediakan biaya yang dibutuhkan, mengapa harus memaksakan diri untuk kuliah? Benar-benar tidak ada hubungan antara ketidakmampuan mereka dengan kesempatan dan kemudahan yang dirasakannya sebagai anak orang berada.

Demikian juga dengan kehidupan bergereja. Bukankah tujuan utamanya adalah untuk mendengarkan Firman Tuhan, dan memperoleh berkat serta petunjuk kehidupan? Jadi tidak ada salahnya kalau setelah kebaktian langsung pulang tanpa bertegur sapa dengan anggota jemaat yang lain. Kalau dianggap tidak peduli dengan kegiatan gereja, toh sudah banyak yang mau jadi aktivis, pengurus atau penatua? Kalau dianggap tidak peduli dengan kehidupan jemaat terutama mereka yang berkekurangan, bukankah gereja selalu punya program-program untuk menolong mereka? Dan yang terpenting sudah ikut menyumbang kok.

Kita sudah mendengar perintah untuk tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak bersaksi dusta, dan tidak mengingini barang sesama. Bahkan kita juga mendapat perintah untuk saling mengasihi, saling berbagi, dan saling menolong. Artinya sepanjang kita menjauhi larangan-larangan serta menjalankan perintah untuk berbuat baik, maka bukankah kita sudah hidup sesuai dengan kehendak dan Firman Tuhan? Pada prinsipnya sepanjang tidak melakukan hal-hal negatif, merusak, merugikan, atau jahat, dan tidak menjadi bagian dari pelaku hal-hal itu, maka kita sudah mempraktikkan  kehidupan sebagai orang yang beriman kepada Tuhan. Yang penting kita melakukan tugas dan tanggung jawab kita dengan sebaik-baiknya dan tidak berusaha mencampuri urusan orang lain, maka cukuplah semuanya itu.  

Persis seperti yang dilakukan seorang imam dan seorang Lewi yang kebetulan lewat di jalan di mana seseorang terbaring sekarat karena habis dirampok. Apa yang mereka lakukan sehingga mereka bisa disalahkan? Tidak ada, karena mereka memang tidak melakukan apa-apa. Namun justru itulah kesalahan utama mereka, yaitu tidak melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Sebab telah diperingatkan kepada kita di Yakobus 4:17, “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”

Ternyata bagi Tuhan tidak cukup hanya mengetahui kebaikan dan menjauhi kejahatan, tapi juga harus melakukan kebaikan itu sendiri. Bukan sekadar tidak menjadi pelaku kejahatan, tapi harus secara aktif menjadi pelaku kebaikan. Tuhan menghendaki kita bersikap positif, bukan negatif atau netral. Jika kita tahu bahwa kita harus bersikap positif, tapi hanya mengambil sikap netral, apalagi negatif, maka kita berdosa!  Itu pesan-Nya.

Apakah pria muda yang sukses di atas, serta Imam dan orang Lewi tadi tidak tahu bahwa mereka harus peduli pada orang lain yang membutuhkan pertolongan? Tentu mereka tahu. Namun karena mereka berpikir bahwa ‘yang penting bukan aku pelakunya’, dan merasa cukup ‘tidak berbuat jahat’, maka mereka merasa tidak perlu melakukan kebaikan. Untuk alasan itulah mereka dipersalahkan.

Tuhan tidak mengajar kita untuk hanya bersih dari kesalahan (melanggar hukum), atau memiliki pemahaman ‘asal tidak berbuat salah, cukuplah’. Kita sering kali berbuat dosa bukan karena apa yang kita lakukan, melainkan justru karena apa yang tidak kita lakukan. Ingatlah bahwa lawan kasih bukan hanya kebencian, melainkan bisa juga diam, pasif serta egois.

Mungkin kita mengeluh tentang lemahnya pengelolaan gereja atau kurang pekanya para penatua merespons aspirasi jemaat. Kita mengkritik proses pengangkatan penatua baru yang seolah-olah sembarangan. Kita berpendapat bahwa idealnya gereja memilih orang-orang yang kompeten dan punya komitmen sebagai penatua. Kita meyakinkan berbagai pihak bahwa mekanisme pemilihan penatua harus diperbaiki. Seleksi harus dilakukan dengan lebih cermat, dan sebagainya. Namun pada waktu kita diminta untuk menjadi penatua karena dinilai mampu dan punya visi yang baik terhadap kemajuan pengelolaan gereja, kita menolak dengan berbagai alasan. Dengan demikian, bukankah kita sama saja dengan orang yang tahu harus berbuat baik tapi tidak melakukannya? Kita berdosa, karena tidak melakukan apa yang sebenarnya bisa kita kerjakan.

Ketika kita memutuskan untuk fokus pada hidup kita sendiri dan tidak peduli kepada sesama, sesungguhnya kita tidak lagi hidup di dalam kasih. Dan orang yang tidak hidup di dalam kasih jelas berdosa di hadapan Tuhan, sebab Tuhan itu Kasih adanya.

» sujarwo

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Artikel Lepas
  • Kami Juga Ingin Belajar
    Di zaman ini, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, manusia justru diperhadapkan dengan berbagai macam masalah...
  • KESAHAJAAN
    Dalam sebuah kesempatan perjumpaan saya dengan Pdt. Joas Adiprasetya di sebuah seminar beberapa tahun lalu, ia menyebutkan pernyataan menarik...
  • Tidak Pernah SELESAI
    Dalam kehidupan ini, banyak pekerjaan yang tidak pernah selesai, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pekerjaan rumit seperti mengurus...
  • Mengenal Orang Farisi
    Bedah Sejarah Israel Di Masa Yesus
    Arti Kata Farisi Kata Farisi—yang sering diterjemahkan sebagai ‘memisahkan/terpisah’— menunjukkan sikap segolongan orang yang memisahkan diri dari pengajaran—bahkan pergaulan—...
  • Mengenal Sosok Herodes
    Bedah Sejarah Israel Di Masa Yesus
    Herodes dalam Injil Banyak orang tidak terlalu menaruh perhatian pada sosok Herodes dalam Injil. Kebanyakan mereka hanya tahu bahwa...