Pohon Keluarga

Pohon Keluarga

sebuah upaya memahami sikap dan perilaku pasangan melalui metode ‘pengungkapan atau pembukaan diri’

Belum ada komentar 3565 Views

Pasangan suami istri sering tanpa sadar terjebak dalam konflik. Meskipun bentuk konfliknya berbeda namun akar masalahnya acap kali sama.

Berbagai upaya penyelesaian bersama tidak membuahkan hasil, melainkan seperti gali lubang tutup lubang. Selesai masalah yang ini timbul lagi masalah yang itu, dengan akar masalah yang sama.

Kenapa bisa terjadi demikian? Menurut pengamatan, hal ini disebabkan fokus mereka cenderung pada penyelesaian simtom (gejalanya) dan bukan akar permasalahannya. Dalam banyak kasus, sebenarnya mereka sadar dan paham bahwa mereka perlu mencari akar permasalahan itu, namun terkadang mereka ingin cepat-cepat menyelesaikan konflik dengan menghindar, mengalah, berkompromi, bahkan menyenangkan pasangan tanpa melibatkannya. Alih-alih menyelesaikan konflk, upaya-upaya itu malah menimbulkan kesalahpahaman baru yang mengundang konflik baru pula.

Sikap dan perilaku kita dalam banyak hal pasti diwarnai oleh latar belakang, pengalaman, kesenangan, trauma dan hal-hal yang membekas dalam hati serta pikiran kita. Persoalan utama dari konflik pasangan lebih sering ditimbulkan oleh kegagalan memahami sikap serta alasan perilaku pasangan ini. Proses perkenalan, pernikahan bahkan perjalanan rumah tangga memang bisa menyembunyikan hal-hal itu melalui upaya self-repression demi memberikan citra yang baik bagi (calon) pasangan. Namun hal ini tidak akan selalu berhasil dalam waktu yang lama. Bila tidak segera dikenali dengan baik, hal-hal itulah yang sangat potensial menimbulkan konflik. Oleh karena itu, penting sekali bagi suami atau istri untuk ‘mengenal’ pasangannya.

Teknik Pohon Keluarga

Dalam praktik pembinaan pasutri sering dilakukan upaya penilaian untuk lebih mengenal diri sendiri dan pasangan dengan menggunakan teknik ‘Pohon Keluarga’. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui latar belakang yang membentuk sikap serta perilaku berdasarkan pengalaman masa lalu, yang bisa jadi masih dominan memengaruhi aspek kehidupan saat ini.

Pohon Keluarga yang dimaksud di sini berbeda dengan’family-tree’ yang dipergunakan untuk menyusun silsilah turun temurun dari sebuah keluarga, mulai dari nenek moyang tertua yang masih terjangkau hingga cucu-cicitnya yang termuda saat ini. Pohon Keluarga di sini bersifat pribadi, dan berfokus pada hal-hal yang menyangkut kehidupan pribadi si pembuatnya. Isinya berupa gambar/catatan tentang hal-hal masa lalu yang meninggalkan kesan mendalam baginya. Gambar-gambar tersebut menyangkut pengalaman yang menyenangkan, indah, bahagia, prestasi serta hal-hal yang bersifat positif lainnya; dan juga hal-hal yang menyedihkan, kelabu, trauma, kegagalan, ketakutan serta hal-hal yang bersifat negatif lainnya.

Teknik pembuatannya mengajak masing-masing pribadi untuk menggambarkan keberadaan keluarga dan anggota-anggota di mana ia dilahirkan, diasuh dan dibesarkan secara simbolis dalam bentuk pohon beserta bagian-bagiannya yang menggambarkan keberadaan keluarga tadi. Di samping itu juga perlu digambarkan simbol-simbol lain di sekitar gambar pohon tadi yang menggambarkan kondisi masa lalu yang memberi pengaruh positif dan negatif pada sikap dan perilakunya saat ini, dengan cara mengingat dan menggali kembali kenangan dan pengalamannya. Tidak semua hal perlu digambarkan di sana, hanya yang berpengaruh paling dominan saja.

Tujuan Teknik Pohon Keluarga

Tujuan dari penilaian Pohon Keluarga ini berbeda dengan praktik yang sering dilakukan dalam retret ‘family-tree healing’ (dan banyak dilarang, akhirnya). Pada umumnya, retret ‘family-tree healing’ bertujuan untuk melepaskan pengaruh buruk pohon keluarga karena dosa dosa nenek moyang agar ‘kutuk’-nya tidak menimpa anggota keluarga yang sekarang. Praktik ini didasarkan pada nas Alkitab yang dipahami secara sepotong-sepotong tanpa memerhatikan konteks keseluruhannya dari Keluaran 20:5, yakni “…sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku.“

Teknik Pohon Keluarga pada pembinaan pasutri ditujukan agar suami-istri bisa saling memahami. Metode yang digunakan adalah teknik ‘membuka diri’, yakni saling menceritakan dengan terbuka perasaan dan pengalaman pada masa lalu yang digambarkan di dalam Pohon Keluarga untuk diketahui, dikenali dan pada akhirnya dipahami oleh pasangan. Pemahaman inilah yang diharapkan dapat membantu melihat dengan lebih jelas hal-hal yang memengaruhi sifat dan perilaku pasangan. Dengan demikian upaya untuk saling melengkapi dan menguatkan pasangan diharapkan bisa dilakukan secara bersama, sehingga persoalan-persoalan yang timbul pada hubungan mereka dapat diselesaikan dengan bahu-membahu serta penuh kasih melalui pemahaman di antara mereka berdua.

Tahap-tahap Pelaksanaan Teknik Pohon Keluarga

  1. Bicarakan dengan pasangan upaya bersama untuk saling memahami;
  2. Berdoalah agar upaya ini berkenan kepada Tuhan serta berharap akan membawa hasil yang baik;
  3. Ambil kertas kosong, alat tulis dan pensil warna atau sejenisnya,
  4. Gambarlah pohon yang menunjukkan bagian akar, batang, daun dan buahnya secara jelas (lihat catatan*).
  5. Gambarkan hal-hal positif dari masa lalu yang berkesan bagi Anda, demikian juga hal-hal negatifnya;
  6. Bagikan dengan pasangan secara terbuka, bebas dan jujur;
  7. Mintalah pasangan bergantian bercerita tentang Pohon Keluarganya;
  8. Dengarkan dengan penuh perhatian dan jangan menyela;
  9. Berusahalah memahami dengan empati hal-hal yang menjadi keprihatinan pasangan Anda;
  10. Bicarakan bersama pemahaman masing-masing dan berusahalah saling menghargai;
  11. Buatlah komitmen untuk saling mendukung dalam mengatasi kelemahan masing-masing;
  12. Berdoalah untuk minta pertolongan Tuhan agar memperoleh tuntunan dan pemeliharaan-Nya dalam melaksanakan komitmen tadi.

Catatan*: Bagikan pengalaman saja (bukan menjadi ketentuan baku). Akar sering menyimbolkan kekuatan dasar dan keharmonisan rumah tangga ayah-ibu. Besar-kecilnya batang acap kali menyimbolkan kekuatan ikatan di antara anggota keluarga. Dahan sering diibaratkan jumlah anak yang ada dalam keluarga. Dahan yang terpotong atau patah menggambarkan anggota keluarga yang meninggal. Ranting menggambarkan kompleksitas pengalaman hidup, beberapa orang memakainya sebagai gambaran jumlah anak. Daun menggambarkan aktivitas, kegiatan, keterlibatan, warna-warni pengalaman. Buah menggambarkan jumlah anak, prestasi dsb.

Contoh Gambar Pohon Keluarga

Di bawah ini ditampilkan sebuah contoh gambar Pohon Keluarga beserta interpretasinya menurut si pembuatnya.

pohon-keluarga

Pembuat gambar ini menceritakan bahwa ia berasal dari keluarga yang cukup kompleks permasalahannya. Sebelum menikah dengan ayahnya, sang ibu sudah mempunyai seorang anak, yang memberikan 3 orang cucu – (perhatikan batang hitam di bagian bawah). Dari pernikahannya dengan sang ayah, ibunya melahirkan 2 orang anak, dia sendiri dan adiknya (perhatikan dahan utama pohon tersebut). Batang yang keras dan kasar menggambarkan berat dan kerasnya keluarga ini menjalani hari-harinya. Di tengah kerasnya perjuangan yang tidak selalu bersama (ditunjukkan oleh warna batang yang agak berbeda), sang ayah (ketahuan) mempunyai satu orang anak lagi (perhatikan batang hitam di tengah batang utama) ketika biduk rumah tangga ini sedang berjalan. Penggambaran dengan warna hitam lebih menyimbolkan uncomfortable feeling, ketidaksenangan, ketidakbahagiaan, bahkan aib.

Daun yang rimbun menunjukkan banyaknya pengalaman kehidupan yang dialami (si penggambar terutama), serta pembelajaran dan romantika yang mengukir kehidupannya menuju kedewasaannya.

Gambar-gambar di latar belakang dekat pohon menunjukkan pengalaman-pengalaman traumatis yang memberi pengaruh negatif padanya. Gambar uang receh adalah simbol dari kemiskinan yang mewarnai kehidupan keluarganya. Gambar keluarga yang bergandengan dengan figur ayah yang digambarkan dengan garis putus-putus menunjukkan keprihatinannya akan ayah yang ada (fisik) namun tiada (peran). Gambar rumah kecil dengan dua pasang mata adalah simbol ketertekanan pada masa kecilnya di mana untuk menghindari ‘bullying’ dari teman-teman di kampung yang memang mengkhawatirkan, ibunya memintanya untuk mau ditinggal bersama adiknya di dalam rumah yang digembok dari luar, sementara ibunya mencari nafkah dengan berjualan keliling kampung yang agak jauh dari kampungnya (ayahnya sering tidak pulang ke rumah dalam waktu yang lama).

Gambar-gambar di latar belakang jauh menunjukkan hal-hal yang disyukurinya sebagai pengalaman menyenangkan yang memberi pengaruh positif pada kehidupannya. Gambar salib berbinar merupakan ungkapan syukur bahwa ia ditemukan dan mengenal Kristus sehingga ia diselamatkan dan mempunyai kehidupan yang berpengharapan. Gambar bintang menunjukkan bahwa ia memiliki prestasi-prestasi yang membanggakannya sehingga ia menjadi semakin mantap menatap masa depannya. Gambar panah melingkar menunjukkan jebakan kemiskinan, kebodohan dan kejahatan yang melingkupi dan mengancamnya, namun ia bersyukur mampu lepas/lolos dari kungkungan itu (digambarkan dengan panah keluar).

Refleksi

Nah, kalau ini adalah pengungkapan gambar pohon keluarga pasangan Anda, apa yang dapat Anda ketahui, mengerti dan pahami dari pasangan Anda?

Anda juga bisa menggambarkan Pohon Keluarga Anda sendiri dan membahasnya bersama pasangan. Gambar tidak perlu harus bagus dan menggunakan simbol-simbol yang akurat. Yang terpenting adalah menampilkan simbol/sarana untuk mengungkapkan perasaan serta pengalaman-pengalaman yang perlu dikenali, diketahui dan pada akhirnya dipahami oleh pasangan. Dengan demikian bisa diperoleh suatu penyingkapan yang akan dapat membantu memperbaiki hubungan, komunikasi, pemahaman yang saling membangun serta memuliakan nama Tuhan secara bersama.

Anda tidak akan pernah bisa menggambarkan Pohon Keluarga pasangan Anda, demikian pula sebaliknya. Anda bahkan tidak akan pernah bisa menginterpretasikan gambar Pohon Keluarga pasangan Anda kalau Anda tidak mendengar sendiri uraian dan penjelasan dari pasangan Anda, demikian pula sebaliknya. Komunikasi yang efektif adalah kunci keberhasilan teknik Pohon Keluarga. Jadi berbicaralah dengan jelas, berani dan jujur ketika giliran Anda harus berbicara, dan jadilah pendengar yang efektif dengan tidak menyela. Berilah perhatian dan perasaan sepenuhnya pada uraian pasangan ketika Anda harus mendengarkan.

Perlu diingat: jangan mencoba mempraktikkan metode ini pada saat konflik. Suasana konflik tidak akan memberikan kesempatan untuk melakukan pembahasan dan upaya pemahaman yang sehat, bahkan cenderung sebaliknya. Tunggulah sampai tiba saat ketika Anda dan pasangan berada dalam kondisi yang tidak terbeban, suasana yang rileks, saling mengasihi, memerhatikan dan berupaya saling memahami, maka metode ini akan bekerja dengan baik sekali. Bagaimana kalau kondisi yang seperti itu hampir tidak pernah ada atau tidak pernah terjadi? Ciptakan! Upayakan secara aktif untuk mendorong terjadinya kondisi seperti itu. Bisa jadi tidak dalam waktu singkat/instan, tapi tetap perlu berusaha menciptakannya meskipun memakan waktu.

Selamat mencoba. Semoga Tuhan berkenan mengaruniakan hikmat dan kebijaksanaan untuk bisa saling memahami. Jika Anda merasa tidak mampu melakukannya sendiri, gunakan bantuan ahli/pendamping. Atau ikutlah retret-retret pasutri yang menyajikan sesi Pohon Keluarga ini. Rasakan hasilnya!

* Sujarwo

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Keluarga
  • Menjembatani GAP Antar Generasi
    Friksi dalam Keluarga Di era pandemi ini banyak timbul gesekan di antara anggota keluarga. Apa yang tadinya tidak dianggap...
  • Kekuatan Hidup Harmonis
    Kej. 2:18-24; Mk. 10:2-16
    Manusia itu makhluk yang aneh. Sudah jelas Allah berkata, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja,” atau dalam...
  • Keluarga Harta Paling Berharga
    “Harga dari segala sesuatu adalah sejumlah kehidupan yang kautukarkan dengannya.” ~Henry David Thoreau ~ Hal yang paling menarik untuk...
  • Tanggung Jawab
    Tanggung Jawab Tidak Dapat Diajarkan?
    “Saya ingin anak saya bertanggung jawab. Itu sebabnya saya mewajibkannya melakukan tugas tugas ini setiap hari. Kalau dia tidak...