Pak Pendeta,
Ada beberapa hal mengenai beberapa ayat dan kisah di Perjanjian Lama yang hingga saat ini saya kurang jelas dan barangkali belum ‘nyampai’ pemahaman saya.
- Dalam Bilangan 18:19 disebutkan tentang perjanjian garam. Apakah perjanjian garam itu?
- Dalam Bilangan 3:11-13 dan Bilangan 8:16-18, Tuhan memilih suku Lewi untuk menjadi imam. Mengapa suku Lewi yang dipilih, padahal Tuhan mengatakan bahwa semua anak sulung adalah milik-Nya?
- Dalam Imamat 16:7-18 disebutkan tentang membuang undi bagi Tuhan dan Azazel (roh jahat). Apa yang mendasari peraturan tersebut?
- Ketika Yusuf sudah menjadi raja muda di Mesir, mengapa ia tidak mencari ayahnya, tetapi menunggu sampai saudara-saudaranya datang mengunjunginya?
Demikian mohon saya diberi penjelasan agar tahu maksud dari ayat-ayat dan kisah dalam perjanjian lama tersebut.
Terima kasih.
Nany-Jakarta
Jawab:
Nany yang baik… saya sungguh amat menghargai rasa ingin tahu Anda terhadap teks-teks Alkitab, khususnya bagian yang jarang dibaca seperti Kitab Imamat dan Bilangan. Nah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan Anda:
Perjanjian garam:
Dalam masyarakat primitif, garam mempunyai fungsi yang penting. Selain sebagai penyedap makanan, garam juga mempunyai fungsi pengawet. Karena pentingnya fungsi garam, maka ia sering dijadikan simbol untuk mengatakan sesuatu yang lebih bermakna. Misalnya, Yesus menyebut kita sebagai garam dunia. Begitu juga dalam masyarakat Israel kuno, ada perjanjian yang disebut ‘perjanjian garam’. Tidak terlalu jelas bagaimana teknis pelaksanaan perjanjian garam. Tetapi ketika sebuah perjanjian disebut ‘perjanjian garam’, maka perjanjian itu mempunyai nilai kekal, tidak akan berubah sampai kapan pun. Dalam Bilangan 18:19, Allah menyebut perjanjian-Nya dengan Harun dan suku Lewi sebagai perjanjian garam. Artinya, perjanjian ini tidak hanya berlaku buat Harun dan suku Lewi yang hidup saat itu, tetapi buat anak dan keturunan mereka turun-temurun. Sebuah perjanjian yang bersifat tetap, tidak hanya berlaku pada satu generasi saja.
Pemilihan suku Lewi
Dalam pemilihan suku Lewi, dengan jelas dikatakan, bahwa mereka dipilih untuk menggantikan semua anak sulung Israel, yang terdahulu lahir. (Bilangan 3:12). Patut diduga, tradisi pemilihan anak sulung baru dimulai pada masa kemudian. Lalu bagaimana dengan anak sulung yang sudah lahir terlebih dahulu? Allah memilih suku Lewi untuk menggantikan mereka. Tetapi pemahaman yang lebih penting dalam pemilihan suku Lewi bukanlah soal anak sulung, melainkan pentingnya mempersiapkan ibadah. Allah secara khusus memilih suku Lewi untuk mempersiapkan dan mengatur ibadah Israel. Belajar dari pemilihan suku Lewi, kita pun harus mempersiapkan ibadah minggu dengan lebih baik. Bagi Allah, mempersiapkan ibadah sebaik mungkin adalah sebuah keharusan, sampai-sampai Allah memilih suku Lewi untuk secara khusus mengurus ibadah Israel.
Azazel
Dalam mitologi Yahudi, Azazel memang dikenal sebagai makhluk spiritual jahat (roh jahat) yang menguasai padang gurun. Namun secara etimologi bahasa Ibrani, Azazel berasal dari kata ‘azel’ yang berarti: membuang. Dengan demikian, ‘Az-azel’ berarti: pembuangan seluruhnya. Dalam hubungannya dengan Imamat 16:7-18, kita harus melihat Azazel dari etimologi bahasa Ibrani terlebih dahulu. Sesudah umat Israel didamaikan dengan Allah, maka mereka harus membuang dosa yang ada pada diri mereka. Simbolisasi pembuangan dosa itu, dilakukan dengan membuang seekor kambing yang diberi tanda (tulisan) Azazel. Bukankah pendamaian dengan Allah harus diikuti dengan komitmen kita untuk membuang dosa? Itulah dasar aturan simbolisasi Azazel. Kalau kita sudah memahami simbolisasi ritualnya, maka bisa saja kita mengkaitkan Azazel dengan roh jahat dalam mitologi Yahudi. Artinya, ke mana semua dosa itu dibuang? Ya dikembalikan pada asalnya, yaitu Iblis atau roh jahat yang bernama Azazel.
Mengapa Yusuf menunggu saudaranya datang mengunjungi?
Wah, ini pertanyaan yang sulit. Sejujurnya saya tidak tahu mengapa Yusuf tidak proaktif mencari ayahnya. Ada banyak jawaban bisa muncul dari pertanyaan ini, tetapi semuanya berangkat dari dugaan saja. Yang jelas, ketika Yusuf berjumpa dengan saudaranya, maka ia segera menanyakan keadaan bapanya (Kej. 45:3). Nampak jelas kerinduan Yusuf untuk berjumpa dengan ayahnya. Tindakan Yusuf yang memeluk Benyamin dan semua saudaranya (Kej. 45:14-15) juga menunjukkan bahwa Yusuf sungguh rindu untuk berjumpa dengan mereka. Ada banyak hal bisa jadi penyebab Yusuf belum mewujudkan kerinduannya. Tetapi karena Alkitab tidak menjelaskannya secara rinci, maka saya juga tidak akan berspekulasi mengenai hal ini.
Demikianlah jawaban saya, semoga membantu Anda untuk semakin memahami teks-teks Alkitab.
Pdt. Rudianto Djajakartika
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.