Percaya Adalah Sebuah Pilihan

Belum ada komentar 149 Views

‘Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya’ adalah kalimat yang terkenal bagi kita, bukan? Kalimat ini diucapkan Yesus kepada Tomas (Yoh. 20:29). Sebenarnya, Tomas adalah pribadi yang mewakili kita juga. Kepercayaan kita pada sesuatu membutuhkan bukti-bukti nyata. Terkadang sangat sulit bagi kita untuk memercayai segala sesuatu tanpa pembuktian.

Beberapa di antara orang beriman menolak untuk percaya pada sesamanya, karena mereka ‘membuktikan’ bahwa kawan mereka benar-benar tidak bisa dipercaya dan diandalkan. Saat membuat tulisan ini, saya menyempatkan diri untuk bertanya kepada dua orang sahabat. Seorang dari mereka memutuskan pertemanan karena alasan kebohongan. Yang lain memutuskan persaudaraan karena alasan tidak dapat diandalkan.

Beberapa di antara orang beriman lainnya, menolak meneruskan kepercayaan mereka kepada Allah, karena kecewa kepada-Nya. Pada saat mereka kesulitan, mereka merasa Allah tidak berpihak kepada mereka. Allah seolah-olah meninggalkan dan tidak peduli pada mereka. Mereka merasa bahwa Allah tidak membuktikan diri-Nya sebagai Allah, Sang Penolong.

Bagaimana dengan Saudara? Apakah Allah perlu membuktikan diri kepada Saudara sebagai Allah ‘yang sesuai dengan ekspektasi’? Apakah Saudara merasa lelah menunggu terwujudnya ‘sebuah’ keinginan yang Saudara idam-idamkan sebelumnya? Bagaimana kita mampu untuk terus percaya dan berpengharapan?

Pilihan Bird View
Pilihlah memandang kehidupan dengan ‘bird view’. Sebuah kertas putih dengan sebuah titik hitam kecil disodorkan kepada seorang anak. Kepada anak itu ditanyakan, “Apakah yang kamu lihat?” Anak itu dengan segera menjawab, “Sebuah titik.” Beberapa anak lain memberikan jawaban yang sama. Hanya satu anak menjawab, “Aku melihat sebuah kertas besar putih dengan satu titik kecil.” Anak terakhir itu mampu melihat dengan cara yang unik. Ia tidak memusatkan diri pada satu noktah kecil itu. Ia melihat semuanya. Ia melihat begitu luasnya permukaan berwarna putih dan hanya melihat satu titik kecil.

Kehilangan kepercayaan bisa saja karena kita terlalu terpusat pada satu masalah berat yang kita hadapi. Begitu terpusatnya kita pada masalah itu, sehingga kita tidak mampu melihat hal-hal baik yang terjadi. Satu titik hitam pekat di tengah kertas putih mengaburkan pandangan kita bahwa masih ada warna putih yang begitu luas. Masalah perlu diperhatikan, tapi semangat dan pengharapan kuat lahir dari menemukan pemeliharaan Allah yang terus dikerjakan-Nya dalam hidup kita.

Falsafah timur ‘untung’ dapat menolong kita menemukan berkat Tuhan di tengah himpitan sebuah masalah. “Untung hanya patah kaki, tapi kamu masih hidup,” ujar seorang ayah pada anaknya yang mengalami kecelakaan. “Untung hanya masalah ekonomi yang kamu hadapi, tapi keluargamu tetap diberi kesehatan,” ujar seseorang pada sahabatnya yang dirundung masalah. Dengan tetap melihat ‘keuntungan’ yang diberikan Allah di tengah penderitaan, kita akan tetap memiliki kepercayaan dan pengharapan kepada Allah.

Waspadai kalkulasi dan komparasi!
Kalkulasi (hitung-hitungan) dan komparasi (membanding-bandingkan) adalah kegiatan yang sangat manusiawi ketika bertemu dengan orang lain dalam komunitas. Dengan kalkulasi dan komparasi, seseorang dapat termotivasi untuk menyusun mimpi dan mengejarnya. Namun pada saat yang sama, kalkulasi dan komparasi yang berlebihan dan tanpa jiwa yang sehat, mendorong seseorang untuk menjadi iri dengan keberadaan orang lain dan merasa bahwa Allah lebih mengasihi orang lain ketimbang dirinya. Ketika hal ini terjadi, kekecewaan terhadap Allah yang ‘gagal membuktikan kasih-Nya’ makin menjadi-jadi.

Berefleksi dan Mencari Makna!
Etika Kristen mengajak seseorang untuk mengambil pilihan yang tepat dalam kehidupan, pilihan yang terbaik. Dalam etika Kristen, setiap tindakan seseorang tidak terlepas dari pilihannya sendiri. Dalam menghadapi tantangan dan penderitaan, seseorang masih diberi pilihan untuk tetap bersikap positif atau bersikap negatif.

Seorang bapak, penderita stroke dengan kelumpuhan sisi kiri tubuhnya, berujar pada penulis, “Mas, aku bisa memilih mengutuki keadaan. Aku bisa membuang kepercayaanku pada Tuhan Yang Baik. Aku bisa saja terkulai lemah dan jiwaku kering. Tapi aku ‘tidak mau’. Untuk apa memilih itu semua. Dengan memilih hal negatif itu, apakah tubuhku membaik? Sama sekali tidak, bukan?” Sang bapak memilih tetap positif dan percaya kepada Allah, karena yakin bahwa dalam segala hal dalam hidupnya, Allah menemaninya. Ia memilih tetap semangat dan tersenyum karena ia yakin bahwa jiwa yang kering justru makin membuatnya menderita. Ia menyadari bahwa hidupnya selama ini selalu diberkati Allah, maka ke depan dengan segala sakitnya, Allah pun akan menjaga.

Bagaimana dengan kita, Saudara? Iman adalah seni untuk memilih siapa yang diyakini, apa yang dikatakan, dan apa yang dilakukan. Olahlah seni memilih ini dalam anugerah Allah. Selamat memilih untuk tetap percaya!

>> Pdt. Bonnie Andreas

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Renungan
  • Allah hadir bagi kita
    Biarkanlah, biarkanlah itu datang, ya Tuhan. Kami berdoa pada-Mu, biarkanlah hujan berkat turun. Kami menanti, kami menanti. Oh hidupkanlah...
  • MENCINTA DENGAN SEDERHANA
    Aku Ingin Aku ingin mencintaimu ciengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
  • SULUNG DALAM PALUNGAN
    Persekutuan Perempuan Jumat, 9 Desember yang lalu, temanya adalah “Cinta dalam Kesederhanaan”. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono,...
  • MELAYANI ITU INDAH
    Ketika kita berbicara tentang “melayani” maka hal ini sangat dekat dengan kehidupan Kristiani. Melayani (Yunani: diakoneo artinya to be...