Pak Pdt. Yth.
Saya masih bingung dengan hukum Taurat yang ke-6 jangan membunuh. Bagaimana dengan: aborsi, etanasia, hukuman mati dan peperangan yang menyangkut kematian?
Atas penjelasan Bpk. Terima kasih.R. Rialdo
Pdt. Rudianto Djajakartika:
Hai Rialdo, Kalau kita memperhatikan apa yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Mat. 22:37-40, menjadi jelas bagi kita, bahwa inti dari seluruh hukum Taurat itu adalah:
- Kasih kepada Allah (hukum 1-4)
- Kasih kepada manusia (hukum 5-10)
Tetapi kasih kepada manusia itu, landasannya haruslah kasih kepada Allah (Mt. 22:38). Nah, berangkat dari pemahaman ini, saya mencoba menjawab pertanyaanmu.
Aborsi
Biasanya aborsi dilakukan karena ketidaksiapan seseorang untuk hamil dan melahirkan anak. Nah, dari sisi si ibu, kasihan ya? Tetapi bagaimana dari sisi anak yang dikandung? Bukankah dia ada bukan karena kemauannya? Kok akan dihilangkan begitu saja? Lalu bagaimana juga dari sisi Tuhan yang memiliki kehidupan? Apakah tidak ada cara lain selain aborsi? Dari sini, saya kira menjadi jelas, bahwa kita harus amat berhati-hati dengan aborsi. Ada faktor Tuhan dan si anak yang harus dipertimbangkan selain si ibu. Saya tidak setuju dengan aborsi, kecuali untuk menyelamatkan nyawa si ibu!
Euthanasia
Euthanasia, secara sederhana dapat dipahami sebagai hak untuk mengakhiri kehidupan diri sendiri (bunuh diri) karena tidak lagi kuat menanggung derita hidup yang amat berat. Bedanya dengan bunuh diri, euthanasia biasanya dilakukan dengan bantuan orang lain. Misalnya orang yang punya penyakit terminal (secara medis tidak dapat disembuhkan, dan ujungnya adalah kematian). Nah, daripada menderita berkepanjangan, toh akhirnya juga mati, lebih baik dipercepat datangnya kematian melalui euthanasia. Memang kasihan ya, yang sakit? Tetapi bagaimana dari sisi Tuhan sebagai sang pemilik kehidupan?
Dalam beberapa kasus, euthanasia bukanlah keputusan yang sakit (karena sudah tidak sadar) tetapi merupakan keputusan keluarganya. Lalu seberapa besar hak keluarga untuk menentukan mati hidupnya salah seorang anggota keluarga? Selain itu, karena euthanasia juga terjadi karena bantuan orang lain (tenaga medis) maka kembali sebuah pertanyaan, bolehkan seseorang dalam etika profesinya membantu seseorang untuk mati?
Jadi, memang ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam euthanasia. Saya bisa memahami bila kerja mesin penunjang kehidupan diminimalkan, tetapi saya menolak euthanasia aktif dalam arti menghilangkan nyawa seseorang!
Hukuman mati
Bagi saya, tujuan dari hukuman adalah membina seseorang agar bertobat. Bukannya untuk membalas sebuah kejahatan atau menakut-nakuti penjahat agar tidak melakukan kejahatannya. Berlandaskan pemahaman saya tadi, maka saya tidak pernah bisa menyetujui hukuman mati, karena hukuman ini justru menghilangkan kesempatan orang untuk bertobat!
Perang
Wah, bagaimana ya? Peperangan adalah kondisi ekstrem. Kalau kita tidak membunuh ya justru kita yang dibunuh. Lalu bagaimana? Ya jangan berperang lah, itu saja!
Nah, Rialdo, itu jawaban saya tentang penghilangan nyawa. Memang tidak mudah mengambil sebuah keputusan etis. Apalagi bila pilihan yang ada bukan hitam-putih, tetapi abu-abu atau bahkan hitam-hitam.
Kadang dalam hidup ini kita memang harus memilih yang terbaik, meskipun pilihan itu tetap tidak baik. Yang penting, apa pun pilihan kita, sebuah keputusan etis harus lahir dari pergumulan bersama Tuhan dan juga sesama. Semoga membantu pergumulanmu.