Charlie Chaplin, aktor komedian film bisu yang sangat terkenal karena ide-idenya yang kreatif dan sangat menghibur, ternyata dibalik kehidupannya yang gemerlap dan termasyhur, menyimpan kepedihan hati yang mendalam. Latar belakang kehidupannya yang miskin dengan keberadaan kedua orang tuanya yang memprihatinkan, ibunya kena gangguan mental dan ayahnya pemabuk, memaksa si kecil Charlie mencari nafkah untuk menghidupi ibunya.
Kisah hidup Charlie Chaplin mengingatkan kita bahwa seseorang yang dapat memberikan hiburan bagi banyak orang belum tentu dapat menghibur dirinya sendiri. Sesekali memang diperlukan adanya hiburan yang dapat memancing rasa humor, menggelikan, sehingga secara lahiriah menyenangkan. Namun disamping itu, kita juga membutuhkan hiburan yang membuat kehidupan rohani meningkat, sehingga mampu memberikan makna hidup yang lebih mendalam lagi.
Acap kali tidak segan-segan kita rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menikmati berbagai media dan fasilitas hiburan, tetapi setelah itu, hati kita tetap merasa hampa dan tanpa makna. Baru saja kita disegarkan oleh satu drama yang menginspirasi, namun selanjutnya hidup kita kembali terasa sepi dan kosong. Itu sebabnya berbagai acara atau media hiburan sering menjadi tempat kompensasi dari roh yang sedang gelisah dan kesepian. Kita semua membutuhkan sentuhan dan karya Roh Kudus yang selalu membaharui hidup kita untuk terus berbuah-buah dan menjadi berkat bagi banyak orang. Dengan demikian hidup kita pun menjadi bermakna bagi masyarakat di sekitar kita. Kita merindukan agar melalui karya Roh Kudus, roh kita selalu mampu bersukacita dan bersyukur meskipun menghadapi berbagai tantangan. Penghibur yang sebenarnya telah diberikan Allah kepada kita masing-masing, sehingga kita dimampukan untuk berani menyaksikan kasih Allah di tengah-tengah situasi yang sulit sekalipun.
(TT)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.