Pemberitaan Firman II:  Pengakuan Iman dan Doa Syafaat

Pemberitaan Firman II: Pengakuan Iman dan Doa Syafaat

2 Komentar 1829 Views

Jemaat sering kali menganggap bahwa pelayanan Firman hanya disampaikan di antara doa pelayanan Firman (doa epiklese = doa memohon pertolongan Roh Kudus dalam pembacaan dan penguraian Firman) dan saat teduh. Setelah itu?

Pemahaman Baru

Dalam pemahaman baru, pelayanan Firman dimulai dari doa pelayanan Firman sampai doa syafaat. Mengapa? Karena liturgi pelayanan Firman tidak terbatas pada Firman yang diterima oleh jemaat saja, tetapi juga melibatkan respons jemaat atas Firman yang diberikan, yakni dengan mengaku percaya dan berdoa syafaat.

Jadi Pengakuan Percaya dan Doa Syafaat tidak berdiri sendiri atau termasuk dalam Persembahan, tetapi merupakan bagian dari pelayanan Firman, karena apa yang sudah diberikan oleh Tuhan ditanggapi jemaat dengan pengakuan (Pengakuan Iman) dan permohonan (Doa Syafaat). Jemaat menyadari bahwa pertolongan hanya berasal dari Tuhan.

Pengakuan Iman

Apakah Pengakuan Iman itu? Seperti dikatakan di atas, Pengakuan Iman merupakan respons jemaat atas Firman yang diberitakan Allah melalui pengkotbah. Bagian ini tidak dinamakan Pengakuan Iman Rasuli, karena Pengakuan Iman Rasuli hanya merupakan salah satu pengakuan iman. Respons ini bisa diucapkan atau dinyanyikan.

Pengakuan Iman apa yang diucapkan? Yang biasa diucapkan adalah Pengakuan Iman Rasuli, tetapi bisa juga Pengakuan Iman lainnya. GKI sebagai gereja Calvinis (pengikut aliran Johanes Calvin, salah seorang reformator gereja), mengakui dan menetapkan tiga pengakuan iman, yakni Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea–Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius (lihat bagian belakang buku NKB dan Tata Gereja). Ketiga-tiganya dapat diucapkan dalam kebaktian, tetapi memang Pengakuan Iman Rasuli paling dikenal, karena lebih singkat dan mudah diingat. Selain diucapkan, pengakuan iman dapat juga dilakukan dengan pujian (misalnya KJ 280).

Apakah inti Pengakuan Iman? Pengakuan Iman bersumber pada pengakuan bahwa jemaat sebagai pribadi menyatakan kepada Tuhan dan sesamanya bahwa ia memercayai Allah yang Esa, yang menyatakan diri-Nya sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Doa Syafaat

Doa syafaat adalah doa permohonan, namun bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk orang lain dan dunia. Doa ini dinaikkan secara bersama-sama; bisa hanya diwakili oleh pengkotbah, oleh beberapa orang atau dengan bersahut-sahutan. Variasi dalam menaikkan doa bisa saja dilakukan.

Lalu, bagaimana dengan doa “Bapa Kami”? Doa ini sebenarnya adalah doa syafaat juga. Jadi setelah doa syafaat dinaikkan, semestinya tidak lagi dinaikkan doa Bapa Kami. Mengapa? Karena kalau kedua-duanya dinaikkan, maka akan terjadi duplikasi doa. Jadi selain berbagai variasi doa, kita bisa saja hanya menaikkan doa “Bapa Kami”.

2 Comments

  1. Lina Susanawati

    Bingung juga ya, menempatkan Doa Bapa Kami, ketika Liturgi kita kadang-kadang lengkap (maksudnya dengan Perjamuan Kudus) kadang tidak lengkap (tanpa Perjamuan Kudus): tempatnya bisa berpindah-pindah, kadang-kadang sebagai pelengkap Doa syafaat (tetapi kurang tepat ya, mestinya sebagai alternatif bentuk doa syafaat), kadang-kadang menjadi unsur liturgi Perjamuan Kudus.

    Juga letak Salam Damai dalam Liturgi, bisa berpindah-pindah, malah jemaat yang terlanjur biasa melakukan Salam damai setelah Berita Anugerah, saat Perjamuan Kudus bisa spontan 2 kali salam damai.

    Terimakasih.

  2. Sadiman

    Iman: bukan hanya sekedar percaya dan yakin, seseorang yang mengatakan iman HARUS dapat membuktikan ke-IMAN-anya tersebut…”Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga”(Mat 7:21). Sekarang ini,orang cenderung memahami bahwa dengan hanya kita Yakin terhadap Bapa (Allah) seperti yang tertulis pada artikel tersebut dengan mengatakan “memercayai Allah yang Esa, yang menyatakan diri-Nya sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus”. Namun, pemahaman ini tentunya TIDAK cukup. sama halnya, ketika orang mengakui iman (yakin) terhadap orang yang menjadi orang tuanya (bapak-nya), tapi disisi lain, ia tidak menjalankan apa yang menjadi kehendak orang tua nya tersebut. penjelasan ini sama halnya bahwa anak tersebut sebagai orang yang Munafik/ durhaka terhadap orangtuanya. apabila ini terjadi terhadap manusia kepada Tu(h)an nya itu, maka Yesaya mengatakan: Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu:Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.”….jadi, selama ini umat Kristiani pada Khususnya dan umat manusia pada umumnya telah berbuat munafik, mereka lebih percaya kepada ajaran manusia daripada ajaran Allah yang sudah diajarkan kepada Para Rasul2Nya….lihat sekarang ini, dibidang apa dalam kehidupan manusia yang menggunakan ajaran Allah??(paling PoLL dalam dunia pernkahan).

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Liturgi
  • Perjamuan Kudus di GKI
    Perjamuan Kudus di GKI
    Perayaan Perjamuan Kudus sebenarnya telah dilakukan oleh gereja perdana. Dalam kehidupan bergereja, PK diterima sebagai sakramen yang diperintahkan...
  • Epifania
    Epifania
    Sebelum abad IV, Hari Epifania (bahasa Yunani: penampakan diri) dirayakan sebagai hari kelahiran Kristus, yaitu pada tanggal 6 Januari...
  • Pemberitaan Firman I: Doa sampai dengan Saat Hening
  • Berita Anugerah
    Berita Anugerah
    Berita Anugerah = Kabar Gembira Bagi Umat yang Lemah Ketika dinyatakan sebagai berita anugerah, maka ini merupakan pernyataan bahwa...
  • Pengakuan Dosa
    Pengakuan Dosa
    PENDAHULUAN Mengaku dosa. Apa yang dilakukan dalam pengakuan dosa? Apakah tidak cukup bagi Tuhan bahwa aku sudah minta maaf...