Paduan Suara, Grup Vokal

Paduan Suara, Grup Vokal

2 Komentar 801 Views

Sebagai sutradara, Pemimpin Pujian/Pemandu Nyanyian (Song Leader) dan pemain musik membimbing jemaat untuk membalas Firman Tuhan yang disampaikan kepadanya. Pemandu Nyanyian dan pemain musik harus memerhatikan beberapa hal sehingga ia mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Lalu…
Bagaimana dengan Paduan Suara, Grup Vokal, Solo, duet, dan lain-lain? Apa peranannya?

Anggapan yang Salah

Semua orang  terlibat di dalam sebuah ibadah. Semuanya diatur dalam sebuah “naskah” bernama Tata Ibadah. Selain dari Pemimpin Pujian dan pemain musik, ada juga Paduan Suara, Grup Vokal, Solo, Duet, dll yang juga hadir dalam  ibadah.

Ada orang beranggapan bahwa kehadiran mereka adalah seperti pagelaran/pertunjukan, sehingga sekalipun seringkali isi dari lagu tidak pas dengan tema, maka merupakan hal yang diabaikan saja. Mengapa? Karena pujian dianggap sebagai sebuah bagian yang berdiri sendiri dan tidak harus berhubungan/ berkaitan dengan tema ibadah pada hari itu.

Anggapan ini tidaklah pas.

Tampilnya paduan suara, grup vokal, bukanlah untuk sebuah pertunjukan. Paduan suara, grup vokal, Solo, dan lain-lain adalah bagian dari jemaat yang mengungkapkan syukur kepada Tuhan atas Firman yang Ia berikan kepada umatNya. Terlebih lagi, paduan suara, grup vokal, solo dan lain-lain. merupakan penegasan Firman Tuhan atau merupakan jawaban dari kesediaan diri jemaat Tuhan untuk menjadi pelaku Firman Tuhan dalam hidupnya.

Tetapi paduan suara, grup vokal, solo, dll tidak bisa menggantikan pujian yang jemaat nyanyikan; artinya tidaklah bisa kalau pujian yang merupakan jawaban jemaat atas Firman Tuhan hanya diwakili oleh paduan suara, grup vokal atau solo, sehingga jemaat hanya diam saja.

Letak

Oleh karena itu kita perlu membicarakan letaknya. Di mana letak paduan suara, grup vokal, solo, dan lain-lain? Oleh karena tidak bisa menggantikan pujian jemaat, dan merupakan jawaban atas Firman Tuhan, maka paduan suara, grup vokal, solo, dll. Letak mereka menyatakan pujiannya adalah pada saat setelah saat teduh/hening. Mereka juga tidak menggantikan saat hening. Saat hening harus tetap ada yang memberikan kesempatan kepada jemaat untuk merenungkan (bukan berdoa) Firman Tuhan, meresapkannya dalam hati dan pikiran. Dalam hal ini pujian dinyatakan sebagai penegasan dan respon jemaat.

Kalau lebih dari satu? Tentu tidak bisa berurutan. Tetapi dilaksanakan pada saat persembahan dilakukan. Ingatlah, bahwa pujian yang dinyanyikan juga adalah sebuah persembahan kepada Tuhan, sehingga pujian ini bisa mengiringi jemaat untuk mengucap syukur kepada Tuhan.

Oleh karena itu sebagaimana komisi musik telah membuat aturan yang sudah diwartakan yaitu bahwa jemaat yang ingin mengisi pujian diharapkan untuk memberitahu terlebih dahulu kepada komisi musik, dan memberitahukan lagu yang akan dinyanyikan. Mengapa? Supaya semuanya teratur.

Bayangkan: dalam sebuah ibadah ada empat sampai lima paduan suara, grup vokal, solo, duet. Betapa panjang sebuah ibadah itu.

Pilihan Lagu

Untuk itu yang sangat penting diperhatikan adalah pilihan lagu. Lagu yang dinyanyikan sudah semestinya adalah merupakan lagu yang sesuai dengan tema/tahun gerejawi pada waktu itu.

Contohnya adalah jikalau masa raya natal tetapi pilihan lagunya: “kepala yang berdarah…”. Bukankah akan sangat mengganggu?

Tepuk Tangan

Tepuk tangan adalah sebuah apresiasi. Tetapi tentu dalam ibadah ini sebuah pujian yang disampaikan oleh paduan suara, grup vokal, solo, dan lain-lain bukanlah sebuah pertunjukan bagi jemaat (lihat di atas). Karena itu apresiasi jemaat hendaknya bukan berupa tepuk tangan, tetapi memuji dan memuliakan nama Tuhan, karena Tuhan sudah memberikan talenta yang demikian indah untuk saudara/saudara-saudara yang sudah membawakan sebuah pujian untuk Tuhan. Jadi, bukan berupa tepuk tangan.

Tetapi bukan berarti tidak boleh sama sekali. Bagi anak-anak yang tampil untuk membawakan pujian bagi Tuhan; bagi mereka diberikan tepuk tangan oleh jemaat adalah merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Sekalipun harus disadari “bahaya”-nya ketika mereka beranjak dewasa, karena itu harus diberikan pemahaman dan pengertian ketika mereka beranjak dewasa.

Atau bagi semua pengisi pujian–baik anak-anak maupun orang dewasa perlu dipikirkan bentuk apresiasi kepada paduan suara, grup vokal, solo, dan lain-lain.

2 Comments

  1. yosafat simatupang

    menurut saya:
    ada penekanan yang kurang dalam tulisan, padahala sangat penting, yaitu fungsi sesungguhnya PS….

    PS berfungsi utama sebagai cantoria, pemandu nyanyian jemaat
    harusnya tidak pusing mau kapan PS itu bernyanyi, tetapi yang terutama adalah bahwa PS harus mampu mengiringi nyanyian jemaat dengan tepat, karena itulah fungsi utama….artinya sejak awal ibadah dimulai sampai akhir ibadah selesai, PS bertugas “bernyanyi dengan benar”: tempo tepat, nada benar, warna musik yang pas, vokalisasi yang jelas, dsb….iniliah kemudian kritik saya bahwa PS lalu kemudian menjadi “tempelan” dalam ibadah, yaitu sebelum atau setelah khotbah….tidak, tugas PS lebih “mulia” dari itu…dia membantu jemaat bernyanyi dengan tepat, sehingga PS tidak “duduk manis” saat ibadah, tetapi dengan benar menyanyikan tiap lagu dalam ibadah, dengan sikap yang benar pula….
    bukankah dengan fungsi ini, akan meringankan tugas komisi musik, untuk tidak terlalu bingung mengatur kapan dan di mana PS bernyanyi??

    terima kasih

  2. Tiyo

    Saya setuju dengan bagian “Tepuk Tangan” dimana itu adalah bentuk apresiasi, tapi apresiasi tidak harus selalu dilakukan dengan tepuk tangan. Sekadar usul, bentuk apresiasi terhadap PS/VG dibakukan dalam bentuk tertentu, misalnya (menyanyikan) Amin 3x, atau menyanyikan Doxology atau lainnya.

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Madah