Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara surga memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Lukas 1:13-14).
Sebentar lagi kita merayakan Natal. Para pengurus gereja sudah menggelar banyak rapat untuk mempersiapkannya. Latihan-latihan sudah diadakan, pendaftaran untuk ikut ambil bagian di acara Natal sudah dibuka pada bulan-bulan sebelumnya. Kita juga melihat para pemilik toko atau shopping center tak mau ketinggalan, akan ada sale, diskon dan berbagai pernak-pernik Natal yang disiapkan, mendompleng momen hari raya, menyebarkan spirit konsumerisme yang bakal menaikkan omzet mereka.
Setiap tahun perayaan Natal digelar, baik di gereja-gereja lokal atau di balai-balai pertemuan yang megah dan berkapasitas ribuan orang. Sekilas, kemeriahan perayaan Natal tergantung acaranya: pendeta hebat mana yang jadi pembicaranya, artis mana yang jadi pengisi acaranya, sehingga kematangan persiapan panitia sangat berperan penting. Setiap orang dalam panitia dituntut untuk dapat bekerja sama dalam tim-tim yang telah dibentuk dan diharapkan dapat mengerjakan tugasnya dengan profesional.
Sayangnya, berbulan-bulan persiapan yang matang, doa dan puasa, jerih lelah panitia sering kali berakhir saat acaranya berakhir. Jemaat yang datang cenderung hanya mengingat konsumsi yang enak atau tidak enak, usher/greeter yang ramah atau tidak ramah, artis pengisi acara yang sesuai harapan atau tidak, acaranya menarik atau membosankan. Kecenderungan ini membuat kita kurang dapat memaknai Natal dengan benar. Eksploitasi kemeriahan terkadang menandakan miskinnya makna Natal yang dimiliki.
Kita tengok kembali Natal pertama yang terjadi di muka bumi ini. Natal yang datang dalam sebuah kesederhanaan bahkan dalam kondisi yang prihatin. Ingat kan, kalo Yesus lahir di sebuah palungan di dalam kandang domba? Natal, yang prosesnya sempat ditolak oleh pemilik penginapan dan harus terjadi di tempat yang sebenarnya kurang layak. Proses Natal itu tetap terjadi, dalam sebuah keprihatinan tapi itu gak mengurangi sukacita surgawi. Penghuni surga bersukacita, karena Natal adalah pintu masuk Allah dalam menggenapi janji penebusan umat manusia.
Natal pertama terjadi ketika ada ketaatan dari seorang perawan Maria (Lukas 1:38). Natal terjadi untuk menggenapi nubuatan para nabi tentang lahirnya seorang Mesias.
Natal semestinya adalah sebuah perayaan hati. Kemeriahan pesta Natal bukan terletak pada hal-hal lahiriah semata yang cepat dilupakan orang, tetapi lebih kepada adanya sukacita Natal yang hadir di setiap hati para jemaat yang datang.
Apakah setiap kita sudah memaknai Natal seperti bala tentara surga yang bernyanyi mengiringi berita kelahiran Kristus ke dunia yang disampaikan kepada para gembala? Waktu kita sadar kalo hidup kita ini seperti kandang domba yang bau dan jelek tapi Yesus mau lahir di hidup kita. Dia Raja segala Raja, Tuhan segala Tuhan, tapi mau masuk ke dalam hidup kita yang nggak layak. Bukankah itu sebuah anugerah? Anugerah itu merupakan sesuatu yang luar biasa, jadi setiap orang yang sadar, pasti akan menerimanya dengan sukacita.
Perayaan yang meriah, di tempat yang besar dan panitia yang bekerja keras, baik dilakukan. Tetapi yang menjadi motivasi kita seharusnya bukan untuk menunjukkan kehebatan dari sebuah gereja atau denominasinya. Perayaan Natal sejatinya untuk menarik sebanyak mungkin orang yang tersesat di luar sana untuk datang dan menerima anugerah dalam hidupnya. Anugerah keselamatan yang sudah kita terima.
Natal seharusnya bukan pesta besar gereja-gereja atau pesta kado, juga bukan pesta diskon ato sale. Natal adalah pestanya surga karena ada perayaan hati di sana. Natal mengajarkan ketaatan seperti yang Maria lakukan, juga bicara tentang anugerah Allah dalam hidup kita masing-masing. Bahwa Allah sudah menggenapi janji-Nya untuk mendatangkan seorang Juru Selamat. Sorak-sorai sukacita bala tentara malaikat juga menginspirasi kita untuk merasakan kemeriahan yang sesungguhnya, yaitu kemeriahan surgawi.
Apa pun peran kita dalam perayaan Natal, jadilah seperti orang majus yang mengikuti petunjuk Tuhan dan membawa korban persembahan yang terbaik yang pernah mereka miliki. Bagikanlah undangan Natal, yang mengundang setiap hati untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya, sehingga surga kembali bersuka cita dengan sorak sorai karena ada jiwa-jiwa yang diselamatkan di dalam momen Natal ini.
Sebagai ahli waris Kerajaan Allah, rayakanlah Natal dengan paradigma baru, yaitu merayakan penggenapan janji Allah dan rasakan sukacita yang sejati!
[Tri Debora Pardede]
1 Comment
kristono
Desember 13, 2010 - 9:55 amThanks for inspiring tought..
“Natal seharusnya bukan pesta besar gereja-gereja atau pesta kado, juga bukan pesta diskon ato sale. Natal adalah pestanya surga karena ada perayaan hati di sana..”