Seorang konselor berkata, “Tidak mungkin anak remaja depresi. Depresi itu hanya dialami orang dewasa!” Benarkah pernyataannya?
Menurut definisi, depresi adalah sebuah kondisi medis di mana seseorang merasa kesedihan yang mendalam. Akibatnya, kesedihan itu mengganggu pikiran dan kesehatan mentalnya, bahkan merambat ke perasaan lain. Itu sebabnya orang yang depresi mudah merasa malu, gelisah, marah, bahkan berdiam diri.
Belakangan ini, entah sudah diperiksakan atau belum, banyak anak atau remaja yang mengaku depresi. Ada yang depresi karena ditinggalkan pacar, karena merasa sendirian, atau karena ditekan dan dimarahi orangtua. Tidak sedikit dari antara mereka yang mengaku di depan teman-temannya, sambil menunjukkan tangan yang tersayat dengan pisau atau cutter atau bercerita dengan santai, “Kemarin aku hampir bunuh diri lo.”
Sikap-sikap seperti ini ada kalanya ditanggapi secara emosional oleh orangtua dengan berkata, “Hus… jangan ngaco kamu!” atau “Jangan pernah ngomong seperti itu!” Pernyataan ini tentu saja tidak membuahkan apa-apa, dan hanya membawa seorang anak atau remaja berdiam diri dan merasa terkucil karena isi hatinya tidak tersalurkan. Ia merasa bahwa saat sinyal stres, atau bahkan depresi itu ditunjukkannya kepada orang dewasa, ada penolakan terhadap dirinya.
Seorang remaja pernah berkata, “Depresi itu bukan seperti penyakit kanker. Dia ada dan membuat kesedihan terus menerus.” Lalu bagaimana mengatasinya?
Tentu saja depresi tidak dapat diselesaikan dalam satu atau dua hari saja. Seorang remaja perlu menemukan therapist yang tepat dan sesuai dengan hatinya untuk melewatinya bersama dan menyelesaikan masalahnya. Biasanya dimulai dengan sebuah pernyataan, “Saya depresi.” Pernyataan itu sudah langkah awal yang sangat baik yang semestinya disambut dengan upaya dan doa dari orang dewasa yang menerima pernyataan tersebut.
BELAJAR DARI ANAK
Jalan keluar langkah 1 adalah jika seorang anak dapat berkata, “Saya depresi” kepada orangtuanya. Pada saat itulah, orangtua bukan hanya membutuhkan doa, melainkan juga seorang ahli yang berkenan di hati anak untuk mendampinginya dalam perjalanan pemulihannya.
Seorang anak berkata, “Saat temanku depresi, dia mulai mencari cara untuk menyakiti dirinya. Memang tidak berguna untuk memulihkan diri, tetapi setidaknya ia mendapatkan kepuasan untuk melampiaskan perasaannya.” Belajar dari pengalaman anak di mana ia bisa saling mencurahkan isi hati kepada teman dekatnya, maka yang diperlukan oleh seorang anak adalah orangtua yang bukan melarangnya untuk depresi atau menyakiti dirinya sendiri, melainkan yang bisa menjadi pendengar yang empati baginya.
Adakah jalan keluar yang dapat dilakukan anak untuk keluar dari depresinya?
Tidak semudah mengobati sakit flu atau sakit kepala, karena yang paling penting bagi seorang anak adalah:
- Rasa Aman dan Nyaman
Setiap anak membutuhkan rasa aman dan nyaman dalam hidupnya. Sejak bayi, ia juga membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya dan membuatnya merasa aman berada di dunia yang serba asing. Kehadiran orangtua, atau bahkan orang dewasa lain, dibutuhkan untuk menentramkannya bahwa ia tidak sendirian.
- Hindari Nasihat Berlebihan atau Larangan
Nasihat yang diberikan kepada seorang anak yang depresi tidak banyak berguna, bahkan hanya membuatnya menutup diri dan pintu hatinya. Ia lebih membutuhkan telinga yang terbuka bagi keluh kesahnya, sebanyak apa pun yang dikatakannya. Selanjutnya, ia membutuhkan teman yang hanya membuka mulut untuk menyatakan empati terhadap perasaannya. Istilah yang sering kali digunakan di kalangan anak, “I feel you” (Aku merasakan yang kamu rasakan).
- Bantu Anak Memahami Masalah yang Dihadapinya
Ada banyak alasan yang membuat anak depresi. Anak yang depresi tidak mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya dan bagaimana ia bisa keluar dari pikirannya yang negatif. Peran orang dewasa atau orangtua adalah mencoba memetakan masalah itu dan memikirkan alternatif selain pikiran si anak. Itu sebabnya penting sekali mendengarkan pemikirannya, sekalipun sangat negatif. Namun untuk mengeluarkannya dari pikiran tersebut bukanlah dengan mengganti pemikirannya, melainkan dengan memahami pemikiran itu dan memberikan alternatif pilihan. Dengan begitu, anaklah yang pada akhirnya mengambil keputusan, pemikiran apa yang masih akan terus dibawanya.
Amsal mengatakan bahwa hati yang gembira adalah obat yang manjur (Amsal 17:22). Ini sering kali dibacakan untuk orang dewasa, tapi anak juga perlu mengetahui bahwa hati yang gembira membuatnya pulih kembali. Kegembiraan anak juga termasuk bagian dari perjalanan pemulihannya. Ada anak yang tidak gembira saat dipaksa untuk terus belajar dan berhenti bermain. Ada anak yang hilang kegembiraannya saat mengetahui bahwa orangtuanya tidak pernah sehati. Anak juga makin tidak gembira saat mengetahui bahwa orangtua tidak berada di pihaknya, tetapi menyerangnya.
Kiranya Tuhan memberikan hikmat kepada orangtua untuk membuat anak gembira. Salah satunya adalah dengan masuk ke dalam dunianya. Bermainlah bersamanya, lakukanlah hal-hal yang menyenangkan bersamanya sehingga ia tertawa dan tersenyum setiap hari.
Akhirnya, pertanyaan itu bukanlah “Mungkinkan anak kita depresi?” tapi, “Mungkinkan anak kita keluar dari depresinya?”
Tuhan memberkati usaha orangtua!
>> Pdt. Riani J. Suhardja
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.