Lagu yang dilantunkan oleh teman-teman dari Persekutuan Doa Pagi “Intersessio” pada kebaktian pukul lima sore tanggal 7 Juni yang lalu, kusenandungkan dengan penuh rasa syukur atas baptis suci yang kuterima hari itu: Fill my cup, Lord, I lift it up Lord. Come and cleanse the thirsting of my soul. Bread of Heaven, fill me till I want no more. Fill my cup, fill it up and make me whole.
Banyak orang bilang bahwa pada usia 55 tahun manusia menjadi tua, tapi justru pada usia menjelang senja ini, aku dilahirkan kembali. Perjalanan hidupku yang galau selama ini menemukan pelabuhannya. Hatiku merasa damai. Aku tahu ke mana aku akan pergi kalau nanti saatnya tiba, dan aku akan memakai sisa hidupku untuk belajar lebih dekat mengenal-Nya dan selalu memuliakan nama-Nya.
Mengenal Yesus
Aku hidup dan dibesarkan dalam lingkungan Muslim yang menjalani perintah Allah dengan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Aku juga berasal dari keluarga Jawa tulen, baik dari Ayahanda maupun dari Ibunda yang sangat kucintai dan kuhormati sebagai panutanku. Kedua orangtuaku itu mengajarkan falsafah “Kejawen” kepadaku, di mana penghargaan kepada para leluhur amat dijunjung tinggi. Demikianlah agama Islam dan pemikiran Kejawen membentuk kepribadian dan kehidupanku sampai aku dewasa.
Perkenalanku dengan agama Kristen sesungguhnya dimulai oleh adikku yang memeluk agama ini ketika menikah dengan suaminya yang berasal dari Manado. Ia menjadi teladan yang baik bagiku karena keluarganya memancarkan kasih Kristus. Ia juga tekun mendoakanku. Melalui dia, aku mulai membuka hati untuk membaca buku-buku Kristen dan mendiskusikannya dengan teman-temanku yang beragama Kristen. Lama-kelamaan, aku mengikuti ibadah-ibadah di berbagai gereja dan persekutuan. Hatiku begitu haus untuk mencari kebenaran-Nya.
Sahabat dekatku Lala, mendengarkan pengakuanku bahwa aku ingin mengikut Kristus dan kemudian memberiku saran yang baik untuk mengobati kerinduan hatiku. Ia menyarankan agar aku mengikuti katekisasi. “GKI adalah tempat yang tepat untukmu,” katanya, “sebab engkau berpikir pragmatis, dan di sana mereka dapat menjawab kebutuhanmu.” Begitulah aku menetapkan pilihanku dan ikut katekisasi serta kegiatan-kegiatan gerejawi lainnya. Hatiku selalu tersentuh mendengar firman Tuhan, dan dari ke hari imanku semakin dikuatkan.
Hidupku dulu sesungguhnya dihinggapi oleh banyak masalah yang mengoyak batin walaupun Allah telah mencukupiku dengan materi, kasih-sayang dan kegembiraan. Itulah juga yang membuat pencarianku menuju kedamaian hati ini begitu lama dan melelahkan. Bertahun-tahun aku berusaha sendirian untuk berperang melawan masalah-masalah yang seakan-akan tak habis-habisnya menimpaku. Terkadang aku begitu sedih dan putus asa. Karena itu ketika aku menerima Yesus sebagai Juru Selamatku, aku menyerahkan bebanku kepada-Nya. Memang butuh waktu untuk benar-benar mempercayai-Nya dengan sepenuh hati. Kalau aku merasa lemah, tak berdaya, dan terpenjara, maka aku selalu mengingat firman-Nya di dalam Korintus 12:9a, “Aku menyertai engkau, hanya itu yang kauperlukan. Kuasa-Ku dapat diperlihatkan dengan jelas di dalam orang yang lemah.” Aku lalu merasa dikuatkan. Aku percaya bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. “Segala sesuatu hidup oleh kuasa-Nya dan segala sesuatu itu untuk kemuliaan-Nya” (Roma 11:36).
Pada akhirnya, aku meyakini bahwa sebagai pengikut Yesus Kristus, tujuan hidupku semakin jelas, yaitu mengasihi Kristus, bertumbuh di dalam Kristus, mampu memberitakan Injil Kristus, melayani Kristus melalui gereja-Nya, dan mengajak keluargaku dan orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan penuh kasih, sukacita dan pengharapan.
Rieke Hapsari LK Koostoro
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.