Kitab Mazmur

Mengenal Kitab Mazmur

Belum ada komentar 1230 Views

Tulisan ini merupakan suatu ajakan untuk mengenal kitab Mazmur, terutama dalam kaitannya dengan penghayatan fungsi paduan suara dalam kebaktian jemaat. Dalam hal ini dipakai sebagai rujukan paduan suara Korah dan Asaf dalam kitab Mazmur, serta dikaitkan dengan liturgi GKI, seperti dijumpai di jemaat GKI Pondok Indah.

Rujukan kepada kitab Mazmur pada peribadatan umat Israel menurut Alkitab Perjanjian Lama, dilakukan dalam kaitan fungsi paduan suara pada tata kebaktian hari minggu jemaat GKI Pondok Indah. Dengan demikian, kita dapat melihat benang merah yang terbentang antara masa lampau dan keadaan kini dan di sini, sehingga dapat kiranya membantu kita menempatkan persoalan penghayatan paduan suara, yakni dalam kaitannya dengan peningkatan pelayanan, sebagai bagian dari upaya Majelis Jemaat untuk meningkatkan peran jemaat.

MAZMUR DAN PADUAN SUARA

Kitab yang terbesar dalam Alkitab Perjanjian Lama, dengan frekuensi penggunaan sangat tinggi, ialah Kitab Mazmur. Syair-syair pujian Kitab Mazmur di dalam peribadatan umat Israel dinyanyikan dengan iringan alat musik. Alat musik yang pertama disebut, ialah kecapi, kesukaan raja Daud.

Himpunan keseratus limapuluh nyanyian pujian itu diberikan nama Ibrani: Sepher Tehellim, artinya Buku Pujian. Kata Ibrani Tehellim mengingatkan kita pada padanannya dalam bahasa Arab, yakni Tahlil, nama yang diberikan kepada buku nyanyian lama kita: “Mazmur dan Tahlil.” Jadi Mazmur dan Tahlil merupakan pujian kuadrat, karena dalam mazmur sudah terdapat unsur tahlil.

Tujuhpuluhtiga dari seratus limapuluh buah mazmur dianggap sebagai ciptaan raja Daud.

Persembahan mazmur memberikan tempat khusus bagi paduan suara. Dalam hal ini, paduan suara Korah dihubungkan dengan sebelas, sedang Asaf duabelas buah mazmur. Hal itu diartikan bukan sebagai hasil ciptaan, tetapi sebagai daftar repertoir mereka, termasuk juga Heman, yang tercatat sebagai biduan utama (I Taw. 15:1-19). Dibandingkan dengan paduan suara Korah, kelompok Asaf diberi kedudukan khusus, karena Asaf diangkat raja Daud sebagai kepala “beberapa orang sebagai pelayan di hadapan tabut Tuhan untuk memashurkan Tuhan, Allah Israel, dan menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi-Nya.” (I Taw. 16:4-5).

Nampaknya dalam mempersembahkan suatu mazmur, paduan suara yang menyanyikannya perlu menghayati dengan cermat suasana yang diharapkan hadir bersama dengan mazmur yang dikumandangkan.

Hal ini berkaitan catatan yang diberikan, yang melukiskan pengaruh suasana, seperti: “rusa di kala fajar” (Maz. 22), atau “bunga bakung” (Maz. 45 & 80), serta suasana “merpati di pohon-pohon tarbantin nan jauh [di sana]” (Maz. 56). Terus terang, mutu sajian seni suara yang begitu rapih penataannya, mungkin terletak di luar jangkauan imajinasi penulis. Tetapi suasana yang tercipta itu, diharapkan dapat mendukung deklamasi syair-syair dalam untaian nada dan irama. Dengan demikian, berkumandanglah sajian paduan suara yang indah dan merdu dalam kebaktian umat Israel, seperti misalnya diwakili oleh Mazmur 103.

Mazmur ini biasa digunakan pada perayaan sakramen Perjamuan Kudus di GKI PI. Sungguhpun pujian dalam Mazmur 103 intinya bersifat persekutuan seluruh jemaat, namun dimulai dengan syair-syair yang bersifat pribadi (ayat 1-5). Pujian pribadi Raja Daud, yang dimulai dan diakhiri di bagian penutup, dengan dorongan pribadi: “Pujilah Tuhan, hai jiwaku.” (ayat 1 dan 22). Itulah peran paduan suara, dan kehadiran aspek pribadia, yang diberikan tempat yang wajar dalam keserasian persekutuan jemaat, sehingga terciptalah kehangatan suasana beribadah.

LITURGI GKI PI

Tata Kebaktian Hari Minggu GKI PI (berdasarkan keputusan Sinode) dimulai dengan votum dan salam. Karena kebaktian jemaat itu merupakan sarana pertemuan antara Bapa Surgawi dan umatnya, maka pada perjumpaan itu sudah selayaknya pendeta menyampaikan Salam Bapa Surgawi dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus Kristus (Yoh. 10:30). Sedang kebaktian diakhiri dengan Pengutusan Jemaat disertai Berkat, yang menjamin penyertaan Roh Kudus dalam pelaksanaan tugas pengutusan tersebut (Mat. 28:20).

Interior gedung gereja GKI Pondok Indah (GKI PI) memperlihatkan, bahwa di sebelah kiri mimbar (bukan altar, karena di gereja Kristen Protestan tidak ada altar/mezbah), terdapat tempat duduk majelis. Tempat khusus disediakan di sebelah kanan mimbar, yakni bagi paduan suara. Tempat yang khusus itu menandakan peran paduan suara dalam liturgi kebaktian. Kekhususan itu dipertegas lagi dengan mencantumkannya pada No. 14 urutan liturgi, yakni peran pelayanan paduan suara dalam keseluruhan tata kebaktian.

Oleh karena itu, yang pertama-tama perlu kita hayati, ialah bahwa peran paduan suara dalam melayani pujian dan ibadah (praise & worship) bersama-sama dalam persekutuan jemaat, sebagai Tubuh Kristus. Titik sentral pujian dan ibadah itu, ialah Tuhan, dan Raja Gereja. Ini adalah kegiatan yang, tanpa kecuali, bersifat Christ-centered, yang dilakukan dengan penuh kekhidmatan.

Memang harus diakui, bahwa tanpa disadari adakalanya pengaruh lingkungan turut hadir, sehingga kekhidmatan kebaktian disusupi unsur show, yang dapat mengarah kepada pergeseran fokus dan kehadiran suasana entertainment. Itulah sebabnya mengapa Majelis Jemaat merasa perlu untuk menghentikan kecendrungan pengunjung kebaktian untuk memberikan aplaus kepada paduan suara.

Pengaruh lingkungan yang bisa merembes masuk ke dalam gereja, dapat mempengaruhi pemahaman kita tentang pelayanan paduan suara, yang bersifat Christ-centered, dalam suasana praise & worship di lingkungan jemaat GKI PI.

PERTUNJUKAN

Kita tetap merujuk kepada peribadatan umat Israel yang mempergunakan mazmur, serta peran paduan suara Korah dan Asaf, yang turut melayani. Di pihak lain, kita menjumpai kebaktian hari minggu di GKI PI, yang mempergunakan liturgi di mana paduan suara berperan, sebagai bentuk nyata peran jemaat. Peran tersebut ingin ditingkatkan oleh Majelis Jemaat, yang telah mengundang jemaat untuk memberikan masukan ke arah pencapaian tujuan yang dijadikan sasaran.

Yang perlu kiranya kita hayati bersama, bahwa pujian dan ibadah terjadi dalam suasana kekhidmatan kebaktian. Hal itu diperlihatkan oleh benang merah, yang membentang dari zaman paduan suara Korah dan Asaf, hingga paduan suara kini dan di sini, yakni dalam persekutuan jemaat GKI PI.

Oleh karena itu, show & entertainment, dengan menyuguhkan lagu-lagu rohani, yang adalah suatu kebutuhan wajar jemaat, sehingga perlu diberikan saluran oleh Majelis Jemaat. Pertunjukan ini dapat saja digelarkan di gedung gereja, yang pernah dilakukan oleh para pemuda kita, bahkan dalam kerjasama dengan gereja-gereja lain.

Dalam konteks itu, yang menjadi fokus, ialah interaksi antara paduan suara di atas pentas dan para penggemar mereka. Oleh karena itu, pagelaran yang ramai meriah nada dan iramanya itu, sudah selayaknya terjadi di luar dan bukan merupakan bagian dari suatu kebaktian jemaat GKI PI.

Paul.P.Poli, SH

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Madah