Pak Pdt. yang baik,
Bolehkah saya meminta penjelasan tentang pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, yang mengusik hati saya:
Siapakah manusia purba itu? Bagaimanakah hubungan Adam dengan manusia purba?
Siapakah raksasa-raksasa itu (seperti Goliat)? Apakah mereka keturunan malaikat-malaikat pengikut Lucifer dengan anak-anak manusia? Masihkah mereka ada di dunia?
Mengapa keturunan Adam dan Hawa bisa berkulit hitam, putih, atau kuning?
Mengapa Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan gambar-Nya?Terima kasih banyak atas penjelasannya. (Grace)
Sdr. Grace yang baik,
Kita harus memperlakukan Alkitab sebagai kitab teologis, bukan kitab biologis atau kitab sejarah. Isi Alkitab adalah Firman Allah, yang khususnya berbicara tentang rencana keselamatan Allah yang digenapi di dalam Yesus Kristus. Dalam rangka keselamatan, itu, maka Alkitab dimulai dengan penciptaan alam semesta, termasuk di dalamnya penciptaan manusia. Sesudah itu, Alkitab berbicara tentang dosa dan kejatuhan manusia serta rencana Allah untuk menyelamatkan manusia melalui Abraham dan keturunannya.
Adam = manusia, adalah ciptaan Allah. Dapat dipandang sebagai manusia pertama. Namun secara teologis, Adam adalah manusia pada umumnya, bukan sekadar manusia pertama. Begitu juga Hawa = ibu segala yang hidup, dapat dipandang sebagai perempuan pertama. Namun secara teologis, Hawa adalah perempuan pada umumnya, bukan sekadar perempuan pertama.
Alkitab hanya berbicara bahwa manusia itu adalah ciptaan Allah, dan Allah menciptakannya laki-laki dan perempuan. Alkitab tidak berbicara tentang asal-usul manusia, warna kulit manusia dan banyak pertanyaan yang bersifat biologis lainnya.
Dari sisi penulisan, kitab Kejadian ditulis jauh sesudah manusia ada di bumi, dengan segala warna kulitnya dan ragamnya. Nah, kitab Kejadian mencoba menjawab, dari mana manusia itu berasal. Dan Allah menyatakan bahwa manusia adalah ciptaan-Nya.
Manusia diciptakan menurut ‘gambar Allah’ juga merupakan bahasa teologis. Jadi jangan membayangkan bahwa wajah Allah itu seperti manusia, nanti makin bingung kita, karena bukankah wajah manusia juga banyak ragamnya. Ada banyak tafsiran mengenai ‘gambar Allah’ ini, tetapi jika kita mengacu pada Mazmur 8, maka tampaknya ‘gambar Allah’ ini merujuk pada kekuasaan yang Allah berikan kepada manusia untuk memelihara seluruh ciptaan (Mazmur 8:6-7).
Apapun itu, bahasa teologis ya harus didekati secara teologis, tidak bisa didekati secara biologis. Kesalahan banyak orang adalah menjadikan Alkitab sebagai kitab biologis, sejarah dan banyak lainnya. Tentu ada bagian-bagian Alkitab yang bersifat biologis, sejarah dan banyak lainnya. Namun Alkitab tetap bukan kitab biologis, sejarah dan lainnya. Alkitab adalah kitab teologis dan harus didekati secara teologis.
Jadi kalau Anda menanyakan hubungan Adam dengan manusia purba secara biologis, sejujurnya saya tidak bisa menjawab. Secara teologis, Adam artinya manusia. Jadi manusia purba juga bagian dari Adam, yang adalah ciptaan Allah.
Perbedaan warna kulit secara biologis juga tidak bisa dicari jawabannya dalam Alkitab. Alkitab hanya berbicara tentang Allah yang penuh kasih dan mengasihi manusia tanpa membedakan warna kulit dan berbagai perbedaan biologis lainnya. Itu saja.
Kadang-kadang, dalam Alkitab dibicarakan juga perbedaan biologis seperti Esau dengan Yakub. Esau kulitnya merah dan berbulu sedangkan Yakub tidak berbulu. Tetapi perbedaan biologis ini tetap harus diletakkan dalam rangka yang teologis, bagaimana Allah bekerja melalui pergumulan Yakub dan Esau, untuk mempersiapkan sebuah bangsa yang melaluinya lahirlah Yesus Kristus, Juru Selamat manusia.
Dalam Kejadian 6:4 juga disebutkan adanya para raksasa (Nefilim) yang adalah keturunan hasil hubungan manusia dengan ‘anak-anak Allah’. Sejujurnya, saya tidak bisa memberikan jawaban atas fakta ini secara biologis. Namun bila didekati secara teologis, maka tampaknya ayat ini tidak berbicara semata-mata tentang raksasa secara biologis, melainkan percampuran manusia baik (anak-anak Allah) dengan manusia jahat (anak-anak manusia) yang pada akhirnya mengakibatkan kejahatan manusia makin besar (Kejadian 6:5).
Jadi mari kita melihat Alkitab sebagai kitab teologis. Kita boleh mencari jawaban atas rencana keselamatan Allah di dalam Alkitab, tetapi jangan mencari jawaban biologis di dalam Alkitab, karena sejatinya Alkitab memang bukan kitab biologis.
Demikian jawaban saya, semoga meringankan pergumulan Anda.•
>> Pdt. Rudianto Djajakartika
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.