Puncak kebajikan manusia adalah mereka yang menggunakan akal budinya dan kemudian mampu mengontrol hawa nafsu dan semangat. (Socrates)
Ingar bingar kampanye untuk pemilihan presiden sudah selesai dan hari ini kita sudah mempunyai presiden yang baru. Selamat ya, Pak. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari proses pilpres ini, terutama dari cara berkampanye yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Tahun-tahun 1990-an, saya sering melakukan pelatihan kepada calon-calon salesman di sebuah perusahaan otomotif. Dalam pelatihan itu selalu ditekankan bahwa kita tidak boleh menjelek-jelekkan produk kompetitor kita. Yang harus dilakukan adalah menyampaikan keunggulan dari produk yang kita jual. Kalau kita menjelek-jelekkan produk kompetitor, maka hampir dipastikan atau kecil kemungkinan orang mau membeli produk yang kita jual.
Sekarang, 24 tahun kemudian, dalam suatu kampanye pemilihan presiden, apa yang dilarang untuk dilakukan oleh seorang salesman pada waktu itu, ternyata dilakukan oleh para tim kampanye. Apa akibatnya? Kita bisa lihat dari hasil pilpres tersebut. Selanjutnya, kita sangat berharap kepada pemerintahan yang baru agar menjalankan apa yang sudah dijanjikan pada waktu kampanye. Banyak hal yang menjadi “PR” buat presiden kita yang baru dan beberapa hal kecil ini mungkin dapat menjadi contoh yang harus diperbaiki.
Beberapa waktu yang lalu diberitakan bahwa seorang pengusaha di Jakarta Barat, mempunyai empat buah mobil, dua berpelat nomor TNI AD dan dua lagi menggunakan plat nomor Polri, padahal dia bukan polisi apalagi tentara. Luar biasa ya, kalau hal ini dibiarkan, artinya semua orang bisa mendapatkan nomor-nomor tersebut, bisa-bisa halaman parkir gereja suatu saat akan penuh dengan mobil tentara dan mobil polisi.
Kesebelasan Brasil gagal menjadi juara pada piala dunia yang berakhir bulan lalu. Brasil dibantai oleh kesebelasan Jerman dengan angka 1-7, dan dikalahkan oleh kesebelasan Belanda dengan 0-3. Brasil, sebuah negara sepak bola—sehingga sepak bola sering dikatakan sebagai agama kedua di negara itu—dikalahkan dengan begitu telak, padahal hampir semua rakyatnya optimis bahwa negara mereka bakal menjuarai piala dunia untuk keenam kali. Namun hebatnya, meskipun kalah, ternyata situasi negeri ini aman-aman saja. Kalau terjadi di Indonesia, hampir pasti seluruh pemain akan diamankan dan keluar stadion dengan menggunakan panser untuk menghindari amukan penonton.
Masih dari piala dunia, suporter kesebelasan Jepang selalu mengibarkan bendera biru, sesuai dengan kostum tim Jepang, untuk menyemangati kesebelasannya. Ternyata, bendera biru itu bukan sekadar bendera, tetapi adalah kantong yang dipakai untuk tempat sampah. Orang-orang Jepang ini, di negeri orang saja masih menjaga kebersihan, Bandingkan dengan perhelatan Pekan Raya Jakarta yang diadakan di Monas,. Begitu acara selesa,i sampah berserakan di sekitarnya. Bandingkan juga dengan setiap selesainya acara Car Free Day, jalan Thamrin – Sudirman dipenuhi dengan sampah. Ironis bukan?
Jalur busway masih saja sering dimasuki oleh kendaraan pribadi, malah tidak jarang ada yang bersikap arogan, apalagi mereka yang mengendarai mobil mewah. Mulai dari yang mengaku keluarga petinggi Polri sampai yang mengancam dan mengeluarkan pistol. Awalnya polisi masih sungkan, tetapi akhir-akhir ini polisi lebih berani bertindak. Mobil-mobil yang menggunakan sirene, tetapi yang sebenarnya tidak berhak, sudah mulai ditilang. Baru-baru ini polisi berhasil menangkap sebuah mobil sport yang melintas di bahu jalan, dan ternyata menggunakan nomor palsu.
Tanda dilarang berputar arah yang dipasang di dekat bundaran Pondok Indah, sama sekali tidak pernah diindahkan oleh pengguna jalan. Mereka tetap saja berputar arah, seolah-olah tidak pernah ada larangan. Pos Polisi yang terletak hanya sepelemparan batu dari tempat itu tidak punya arti apa-apa, karena memang sudah tidak ada lagi polisi yang berjaga di situ. Lebih baik tanda larangan itu dicabut saja daripada menjadi batu sandungan buat polisi. Sebetulnya masih banyak lagi contoh yang dapat dikemukakan.
Sikap yang mau menang sendiri, menjelek-jelekkan orang lain, tidak menerima kekalahan dengan ikhlas, memakai yang bukan haknya, membuang sampah sembarangan, tidak mematuhi rambu-rambu adalah sikap yang tidak dewasa dan tidak bersyukur.
Pak Presiden, melihat contoh-contoh kecil ini, Revolusi Mental tampaknya menjadi prioritas untuk membangun manusia Indonesia yang dewasa. Dirgahayu Republik Indonesia. Salam Damai.
Sindhu Sumargo
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.