Bagaimana kita menyatakan rasa hormat kita kepada Tuhan?
Ada aliran gereja yang menganggap bahwa liturgi/Tata Ibadah itu tidak penting. Tidak perlu diatur-atur, tak perlu ditata. Yang penting ada pujian dan penyembahan itu cukup. Tetapi, apa itu pujian? Bagaimana kita menyanyikan pujian dengan rasa hormat, dan bagaimana menyembah kepada Tuhan?
Sejak semula Tuhan menghendaki keteraturan (ingat kisah penciptaan). Dan juga semestinya juga kita menyembahnya dengan penuh keteraturan dalam ibadah kita. Mengapa? Dalam ibadah kita berjumpa dengan Tuhan. Bagaimana sikap kita berjumpa dengan Tuhan? Tidakkah ada tata aturannya? Contoh yang sederhana adalah dalam perjumpaan kita dengan presiden. Bagaimana kita berjumpa dengan presiden? Semau gue? Seenaknya? Tentu tidak. Ada aturan berpakaian, ada aturan protokoler, dll. Lalu, bagaimana berjumpa dengan Tuhan?
Dialog Tuhan dan UmatNya
Tata ibadah mengatur perjumpaan kita dengan Tuhan. Perjumpaan yang hangat dan manis, tetapi tetap dalam dengan penuh rasa hormat. Kita adalah umat yang diundang dalam ibadah kita. Tuhan ingin berjumpa dengan kita, umatNya yang berdosa untuk diampuni, diteguhkan, diberkati sehingga mampu menjadi pelaku-pelaku Firman Tuhan dalam hidup kita.
Bagaimana dengan Tuhan? Dia hadir dalam ibadah itu sebagaimana Ia datang ke dunia untuk menghapus dosa manusia. Tuhan turun untuk “bercakap-cakap” dengan umatNya. Karena itu ada dialog antara Tuhan dan umatNya dalam ibadah itu. Dan itu ditunjukkan dalam ibadah kita.
Ada Tuhan yang memberi pernyataan dan umat yang menjawab pernyataan Allah itu. Sepanjang ibadah itu terjadi “percakapan” antara Tuhan lewat FirmanNya (diwakili oleh kehadiran pengkotbah) dengan umat yang menjawabnya dengan Haleluya, Hosiana, Maranatha, Amin atau pujian jemaat.
Karena dialog maka harus pas antara pernyataan dan jawabannya. Bukankah begitu dalam percakapan kita? Misalnya: Pertanyaan: Mau ke mana? Jawab: Saya sudah makan. Cocokkah?
Demikian juga dialog antara Tuhan dan umatNya. Karena itu “dialog” antara Tuhan dengan umatNya harus “nyambung”. Pernyataan Tuhan ditanggapi dengan betul oleh umat. Karena itu perlu pemilihan ayat, bacaan, puisi, lagu, doa yang pas. Artinya semua “bahan” dalam rangka dialog itu dipersiapkan sebaiknya supaya terjadi ibadah yang baik dan terjadi dialog yang pas pula.
Perlu diperhatikan juga “bahan” itu adalah merupakan dialog antara Tuhan dengan umatNya. Tuhan menyatakan dan umatNya menjawab ajakan, pengampunan, Firman Tuhan itu. Karena itu bahan yang tidak merupakan bagian dialog itu sebaiknya tidak dipergunakan karena merusak dialog antara Tuhan dengan umatNya.
Perlu diperhatikan juga sarana untuk perjumpaan itu. Apakah sudah memadahi untuk semua? Apakah semua sudah merasakan hangatnya berjumpa dengan Tuhan. Menikmati perjumpaan antara Tuhan dengan dirinya, dan dengan jemaat yang lain; sebagaimana Maria menikmati indahnya duduk diam berjumpa dengan Tuhan?
Jadi Tata Ibadah/Liturgi adalah untuk mengatur dialog antara Tuhan dengan umatNya; supaya pas dan tidak melenceng dari maksud pertemuan. Dialog yang pas perlu supaya Tuhan dapat menyampaikan maksudNya, dan umat bersyukur untuk menerima Firman itu dalam diri dan kehidupanNya.
Liturgi/Tata Ibadah GKI
Dalam tulisan awal, dari kata “worship” maka kita tahu bahwa pernyataan rasa hormat kepada Tuhan yang layak disembah itu dilakukan dalam dialog kita dengan Tuhan yang diatur dalam Tata ibadah/Liturgi. Lalu….Bagaimana kita, GKI menyatakan rasa hormat kita kepada Tuhan dalam ibadah kita?
Dialog Tuhan dan UmatNya
Dialog antara Tuhan dengan umatNya dalam liturgi GKI dinyatakan dalam dialog itu. Dalam liturgi kita, maka dialog antara Tuhan dan umatNya dibagi menjadi 4 bagian :
1. Jemaat Berhimpun.
2. Pelayanan Firman
3. Pelayanan Persembahan
4. Pengutusan
Lewat ke-4 bagian itu, maka GKI menghayati perjumpaanNya dengan Tuhan dalam ibadah itu.
Di bagian “Jemaat Berhimpun”, di sana ditunjukkan adanya perhimpunan jemaat Tuhan. Tujuannya menyatukan hati jemaat. Prosesnya dimulai bahkan sebelum jemaat memasuki ruang ibadah. Ketika dimulai–sekalipun sudah di ruangan yang sama–tetapi hati jemaat belum menyatu. Oleh karena itu perlu persiapan.
Bagaimana itu dilakukan?
- Persiapan pribadi. Menciptakan keheningan agar pikiran dan hati fokus kepada ibadah kita. Berdiam diri untuk menghayati kehadiran Tuhan dalam ibadah. Karena itu diperlukan ketenangan supaya tidak mengganggu persiapan jemaat yang lain juga.
- Nyanyian Persiapan. Fungsinya menyatukan hati semua yang hadir menghadap Tuhan.
- Penyerahan Alkitab. Di awal ibadah para pelayan melakukan prosesi masuk ke dalam ruangan ibadah. Dalam hal ini Penatua menyerahkan Alkitab kepada pengkotbah. Ini bukan seremoni biasa. Ini menunjukkan bahwa ibadah ini dilandasi oleh Firman Tuhan dan Majelis Jemaat menyerahkan pemberitaan Firman Tuhan itu berlandaskan Alkitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama yang diterbitkan oleh LAI, bukan yang lain.
- Votum adalah pengakuan. Votum berarti pengesahan/dukungan suara dan pernyataan bahwa Allah hadir dalam dan memungkinkan ibadah ini terjadi.
- Salam menunjukkan bahwa Tuhan menyapa kita.
- Introitus (kata pembuka)
- Pengakuan dosa. Setelah dipersatukan, jemaat berjumpa dengan Tuhan. Hal yang pertama perlu dilakukan adalah mengakui dosa. Di dalamnya ada: nats, doa pengakuan, berita anugerah, Salam damai dan nyanyian syukur. Semuanya itu menunjukkan bagaimana kita sudah “beres” dengan Tuhan dan sesama dalam rangka dosa-dosa kita.
Bagian kedua, “Pelayanan Firman” adalah merupakan pelayanan Firman. Diawali dengan doa epiklese (mohon pertolongan Tuhan supaya bertindak sehingga bisa diberitakan dan didengar dengan baik. Di bagian ini termasuk pembacaan Alkitab, khotbah, saat teduh, Pengakuan Iman dan doa syafaat. Lagu yang dinyanyikan dalam ibadah (biasanya setelah khotbah) semestinya mendukung, menguatkan dan menegaskan Firman Tuhan yang diberitakan, bukan dengan tema yang berbeda (mis.: Tema khotbah PENGAMPUNAN, lagunya tentang baiknya persekutuan).
Bagian ketiga adalah pengucapan syukur. Setelah dipanggil untuk bersekutu, diampuni dan diberikan Firman Tuhan, bagian ketiga ini adalah bagian Pengucapan Syukur jemaat. Tradisinya adalah jemaat membawa persembahan kepada Tuhan yang sebagian disisihkan untuk Perjamuan Kudus (ingat dalam ibadah Minggu lalu): setelah persembahan baru Perjamuan Kudus (peralatan Perjamuan dibawa oleh Penatua bersama dengan persembahan). Di dalam Pengucapan Syukur ini ada: Pengantar Persembahan, Pengumpulan Kolekte dan penyerahan persembahan.
Bagian keempat adalah “Diutus ke dalam dunia”. Setelah dibekali dengan Firman bukan berarti harus tetap tinggal. Sebuah mobil yang sudah terisi bahan bakar harus berjalan lagi, bukan tinggal di SPBU, bukan? Demikian juga kita, orang beriman. Kita diutus untuk berkarya di tengah dunia sesuai dengan Firman yang sudah diberitakan. Dalam bagian ini tidak hanya diutus, tetapi juga diberkati oleh Tuhan.
Jadi dengan demikian hidup kita yang dihimpun, diberikan Firman, mengucap syukur dan diutus ke tengah dunia untuk berkarya lagi. Kalau demikian apakah boleh dibolak-balik? Seklai lagi ditegaskan (dari yang Minggu lalu) kalau demikian mestinya tidak boleh dibolak-balik susunan keempat hal itu. Variasi tentu dimungkinkan tetapi bukan mengubah/membolak-balik susunannya.
2 Comments
dhye
November 28, 2010 - 10:37 pmmantap
Aldo
Maret 31, 2013 - 1:14 pmTUHAN YESUS MEMBERKATI