Pak Pendeta Yth.
Dalam khotbahnya tentang Trinitas, Pdt. Joas mengatakan bahwa kalau kita mati, maka bukan saja tubuh kita yang mati, tetapi juga roh kita. Dan baru kelak pada hari kedatangan Yesus untuk kedua kalinya, tubuh dan roh kita akan dihidupkan kembali. Terus terang saya kurang paham dengan pernyataan tersebut. Kalau begitu, apakah kalau kita mati, roh kita juga tetap mati dan tinggal di dalam kubur sampai hari kiamat?
Saya membaca di dalam Roma 8:10-11 bahwa “Jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan karena kebenaran. Dan jika Roh Dia yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.”
Bukankah menurut ayat di atas, tubuh kita memang mati, tetapi roh kita tetap hidup? Banyak terima kasih atas penjelasan Bapak. (Irna)
Saudara Irna yang baik,
Filsafat Yunani (Plato) memang mengajarkan pemisahan antara ‘tubuh’ (soma) dan ‘jiwa’ (psyche). Kematian lalu dianggap sebagai pembebasan jiwa yang terkurung dalam tubuh untuk kembali dalam keabadian. Dunia mistik di sekitar kita juga memisahkan ‘yang batin’ dengan ‘yang ragawi’. Itulah sebabnya mereka mengajarkan ‘olah batin’ dengan belajar ‘mematikan yang ragawi’. Secara empiris, ‘pemisahan’ seperti ini memang lebih mudah dicerna oleh pemikiran kita. Juga lebih cocok dengan budaya di sekitar kita. Tetapi, khususnya ketika Alkitab berbicara tentang manusia, maka Alkitab secara tegas menyatakan kesatuan antara tubuh dengan jiwa.
Pembedaan tubuh, jiwa dan roh (1 Tesalonika 5:23) bukan berarti lalu ketiganya terpisah. Justru ketiganya secara utuh dan penuh terpelihara sampai kedatangan Tuhan Yesus. Nampaknya model pembedaan dalam kesatuan ini yang kemudian dipakai Pak Joas untuk menjelaskan tentang Trinitas. Tetapi bukan kapasitas saya untuk mengomentari khotbahnya Pak Joas, apalagi saya tidak mendengarnya secara langsung. Saya hanya ingin menegaskan bahwa tubuh dan jiwa serta roh harus dilihat sebagai sebuah kesatuan meskipun ketiganya merupakan entitas yang berbeda. Intinya, berbeda bukan berarti terpisah! Apalagi terkurung dan menantikan pembebasannya.
Bagaimana dengan kisah penciptaan manusia dalam Kejadian 2:7? Bukankah ada perbedaan antara tubuh yang dibentuk dari debu tanah dengan napas kehidupan yang ditiupkan Allah? Betul! Tetapi ketika manusia itu menjadi makhluk yang hidup, maka tidak ada lagi pemisahan antara napas hidup dengan tubuh, keduanya harus dilihat sebagai sebuah kesatuan yang utuh. Allah tidak pernah berbicara kepada ‘tubuhnya Adam’, ‘jiwanya Adam’ atau ‘rohnya Adam’. Allah berbicara kepada Adam sebagai manusia yang utuh dan tak terpisah antara tubuh, jiwa dan roh.
Secara etis, pemisahan tubuh dengan jiwa dan roh punya implikasi yang serius. Karena kita lalu lebih mementingkan yang batin, yang rohani dan hal-hal yang terkait dengan tubuh (makan/minum, seks dan kehidupan sehari-hari) dianggap sebagai sesuatu yang tidak rohani dan harus kita jauhi. Padahal, bukankah yang rohani ini seharusnya hadir dalam keseharian kita? Bukankah keselamatan itu bukan hanya terkait dengan hal-hal rohani tetapi keseluruhan hidup ini, langit dan bumi yang baru?
Lalu bagaimana dengan Roma 8:10-11? Justru dalam surat Roma ini rasul Paulus berbicara tentang kesatuan tubuh dengan jiwa dan roh. Ketika rasul Paulus berbicara tentang ‘daging’ (ayat 5-8) maka rasul Paulus tidak berbicara tentang tubuh semata, tetapi sebuah kehidupan yang utuh. Kehidupan yang dikuasai dosa dan bermuara pada maut. Di situ ada ‘pikiran’ (ayat 5) ada ‘keinginan’ (ayat 6 dan 7), apakah itu bagian dari tubuh atau jiwa atau roh? Saya kira kita tidak bisa memisah-misahkan seperti itu.
Dalam Roma 8 ini rasul Paulus sedang berbicara tentang realitas lama manusia yang bermuara pada maut dan kasih anugerah Allah yang menghadirkan realitas baru yang bermuara pada kehidupan. Ketika realitas baru dalam Kristus ini dihidupi, maka kehidupan diberikan. Tubuh memang mati namun dalam realitas baru itu, Allah memberikan kehidupan (kebangkitan) bukan hanya dalam dimensi roh tetapi juga tubuh kita (ayat 11).
Nah, setelah penjelasan panjang lebar ini, sekarang pertanyaan Anda, apakah ketika orang mati, rohnya ikut mati dan tinggal di dalam kubur? Di sini Alkitab tidak berbicara jelas. Masalahnya, ketika Alkitab berbicara tentang kematian, maka ia juga berbicara tentang realitas baru dalam Kristus yang menghidupkan (bdk. Roma 8:10-11). Ada ‘penghubung’ antara lubang kubur dengan kekekalan, karena bukankah kematian tidak memisahkan kita dari kasih Allah dalam Kristus Yesus? (Roma 8:38-39). Lalu apa artinya ‘tidak terpisah dari Kristus’ itu? Kematian atau kehidupan? Karena itu saya lebih senang menghindari kata ‘mati’ tetapi juga bukan ‘hidup’. Bagi saya, jika orang meninggal di dalam Tuhan, maka tubuh, jiwa dan rohnya TERPELIHARA sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita (1 Tes. 5:23).
Demikian jawaban saya, semoga makin jelas, tetapi kalau belum silakan bertanya lagi…
Pdt. Rudianto Djajakartika
1 Comment
MURTOPO
November 16, 2023 - 5:31 pmMohon maaf bapak, saya sangat senang dengan pernyataan di 1tesalonika 5: 23.
Tapi yang membuat bingung saya bagaimana dengan FT di dalam Pengkhotbah 12:7 (TB) dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya
Mohon pencerahannya bapak.