Kelahiran Kembali (Lahir Baru)

Kelahiran Kembali (Lahir Baru)

Belum ada komentar 10532 Views

“Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena
perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita,
sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya,
berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan
pengharapan kita.” (Titus 3: 5-7)

Topik yang sempat dibahas dalam Forum Dialog Teologi Jemaat (FDTJ) tanggal 14 Januari 2011, menurut saya merupakan salah satu topik teologis yang hangat dibicarakan. Ada yang berpendapat bahwa walaupun tidak mudah dimengerti, namun istilah “kelahiran kembali” atau yang dikenal juga dengan “lahir baru” harus berusaha untuk dipahami dengan baik agar dapat menjadi salah satu pilar penting dalam membangun kehidupan iman kita kepada Tuhan Yesus. Meskipun demikian, ada juga yang berpikir sederhana: “Yang penting percaya sajalah dan serahkan hidup sepenuhnya di tangan Tuhan, daripada salah tafsir dan jadi tersesat .”

Dua pendapat umum yang berbeda ini, masing-masing punya kebenarannya, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis juga menyadari akan kekurangan dan kelemahannya dalam memahami topik yang luar biasa ini.

Keberanian untuk menuangkan gagasan-gagasan dalam tulisan ini, semata-mata karena upaya penulis mencari jawaban dan sekaligus memberikan jawaban atas anugerah keselamatan yang telah Tuhan Yesus berikan dalam kehidupan penulis. Meyakini apa yang tertulis dalam Matius 7:7: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu,” penulis mengalami pertolongan dari Tuhan yang memberikan pencerahan dari benih hikmat yang telah ditaburkan melalui firman-Nya.

Pada akhirnya penulis ingin berterima kasih kepada jemaat yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam FDTJ tersebut. Melalui diskusi dalam perjumpaan hangat selama beberapa jam tersebut, ternyata ada banyak hal yang menginspirasi penulis untuk memahami ulang dan mendalami lagi topik ini, sehingga dengan pertolongan Tuhan terjadi revisi di sana-sini, yang melengkapi dan sekaligus mengubah sebagian tulisan terdahulu. Oleh karena itu, tulisan yang sekarang ini boleh dikatakan merupakan finalisasi dari perjumpaan dalam FDTJ yang lalu.

Biarlah nama Tuhan Yesus yang selalu dimuliakan, karena hanya bagi Dialah seluruh kemuliaan itu.

“Dilahirkan Kembali” dalam tradisi Yahudi, Yunani dan agama-agama kuno

Ungkapan, “dilahirkan kembali”, bukan baru pertama kali muncul dalam percakapan antara Yesus dengan Nikodemus. Istilah ini sudah dikenal di kalangan orang Yahudi. Bila ada orang non-Yahudi menjadi Yahudi dan diterima ke dalam ke-Yahudian dengan doa, persembahan korban dan baptisan, maka orang tersebut dianggap sebagai dilahirkan kembali. Para rabi mengatakan: “Orang asing yang memeluk agama Yahudi adalah seperti seorang anak yang baru lahir.” Perubahan itu begitu radikal, sehingga dosa-dosa yang pernah dilakukannya dienyahkan, sebab sekarang ia telah menjadi orang yang baru. Jadi jelas bagi orang Yahudi, ide kelahiran kembali bukan sesuatu yang baru.

Bukan hanya orang Yahudi yang mengetahui tentang hal kelahiran kembali, dunia kuno termasuk orang-orang Yunani pun telah mengenal dengan baik segala hal tentang lahir kembali dan kelahiran baru. Mereka yang hidup waktu itu sangat merindukannya dan mencarinya ke mana-mana. Salah satu upacara agama rahasia yang sangat terkenal ialah yang disebut taurobolium. Calon yang ikut dalam upacara itu dimasukkan ke dalam lubang di tanah yang ditutup dengan kisi-kisi. Di atas kisi-kisi itu, tepat di mulut lubang tersebut seekor lembu disembelih. Darah lembu tersebut mengucur ke dalam lubang, dan si calon mengangkat kepalanya serta membasuh dirinya dengan darah tersebut. Ketika ia keluar dari lubang itu ia disebut renatus in aeternum, dilahirkan kembali di dalam kekekalan.

Ketika kekristenan datang ke dunia ini dengan berita tentang kelahiran kembali, kekristenan itu datang dengan berita yang memang tengah dicari-cari oleh dunia ini. (William Barclay, “Pemahaman Alkitab Setiap Hari” Injil Yohanes– hl.214ff)

“Dilahirkan Kembali” dalam Perjanjian Baru

Ungkapan dilahirkan kembali dan ide tentang kelahiran kembali terdapat di seluruh Perjanjian Baru. Petrus pernah berkata-kata tentang dirinya yang dilahirkan kembali oleh anugerah Allah yang besar (1 Petrus 1:3). Ia berbicara tentang kelahiran kembali bukan dari benih yang fana, melainkan dari benih yang tidak fana (1 Pet.1:22, 23).

Yakobus berbicara tentang Allah yang telah menjadikan kita oleh firman kebenaran (Yak.1:18).

Surat kepada Titus berbicara tentang permandian kelahiran kembali (Titus 3:5). Ide tentang kelahiran kembali disebutkan juga sebagai orang yang mati bersama dengan Kristus dan yang kemudian bangkit ke dalam hidup yang baru (Roma 6:1-11). Ia juga berbicara tentang orang-orang yang baru saja menjadi Kristen sebagai bayi-bayi di dalam Kristus, yaitu orang-orang yang belum dewasa di dalam Kristus (1 Kor.3: 1-2).

Jika seseorang ada di dalam Kristus maka seolah-olah ia telah diciptakan baru lagi (2 Kor.5:17). Di dalam Kristus ada ciptaan baru (Galatia 6:15). Manusia yang baru itu diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran (Ef.4:22-24). Orang yang berada pada tahap-tahap permulaan iman Kristen adalah seorang bayi (Ibrani 5:12-14). Jadi ide tentang kelahiran kembali, penciptaan kembali itu ada di seluruh PB. (William Barclay, hl. 213)

“Dilahirkan Kembali” dalam kitab Yohanes 3: 1-21

Kisahnya diawali dengan sikap Nikodemus yang sangat terkesan pada keajaiban-keajaiban yang dilakukan oleh Yesus di Jerusalem dan karena itulah ia berusaha melakukan perjumpaan dengan-Nya, dengan tujuan mengetahui lebih banyak tentang diri Yesus dan dari-Nya memahami lebih banyak lagi kehendak Allah di dunia ini.

Nikodemus adalah seorang Farisi, yaitu orang-orang yang memisahkan diri mereka dari kehidupan masyarakat biasa untuk menjalankan setiap perincian aturan dan hukum para ahli kitab yang jumlahnya ribuan. Jumlah mereka tidak pernah lebih dari 6000 orang. Selain itu Nikodemus adalah seorang penguasa Yahudi, seorang anggota Sanhedrin yang salah satu tugasnya ialah memeriksa dan menangani siapa pun yang dicurigai sebagai nabi palsu. Latar belakang ini menambah keheranan pembaca, apa sebenarnya tujuan Nikodemus menjumpai Yesus yang tidak termasuk orang Farisi, bukan ahli Taurat, terlebih lagi Ia telah mendapat label “penghujat Allah” (Mat. 26:65; Luk.5:21).

Nikodemus datang pada malam hari dengan dua kemungkinan. Yang pertama karena bagi para rabi, waktu yang paling baik untuk mempelajari hukum biasanya adalah pada malam hari, ketika seorang ada dalam keadaan tenang tak terganggu. Atau yang kedua, Nikodemus melakukan perjumpaan dengan Yesus secara sembunyi-sembunyi karena takut ketahuan oleh orang-orang Yahudi yang lain (bnd. Yoh.19:38).

Nikodemus membuka percakapan yang tidak saja sangat sopan dan penuh rasa hormat, tetapi juga mengakui keberadaan Yesus sebagai Rabi yang otoritasnya tidak hanya sebagai bagian dari orang-orang yang telah membangun aturan-aturan spiritual yang harus dianut, melainkan juga orang yang diutus oleh Tuhan dan mendapatkan kuasa dari-Nya. Pengakuan ini tidak hanya muncul dari Nikodemus sendiri, melainkan kesan dari banyak orang yang menyaksikan pengajaran dan hal-hal luar biasa yang telah Yesus lakukan dalam kehidupan-Nya.

Nikodemus sungguh-sungguh ingin menanyakan kepada Yesus hal-hal tertentu yang belum diketahuinya dalam kapasitasnya sebagai seorang rabi yang berdialog dengan rabi yang lain. Ia berpikir tentang suatu suasana diskusi akademis. Mungkin hal utama yang ingin ditanyakannya berkaitan dengan hal Kerajaan Allah. Namun sebelum ia mengungkapkan pikirannya tentang hal itu, Yesus telah menangkap maksud hatinya dan mengarahkan pembicaraan mereka ke arah tertentu, di mana Yesus menyebutkan tentang syarat satu-satunya untuk melihat Kerajaan Allah.

Hal Kerajaan Allah yang mengungkapkan tentang “keselamatan yang akan datang” (“eschatologische Heil”) dalam keempat Injil hanya terdapat di kitab ini. (Yohanes Schneider, Das Evangelium nach Yohannes, hl.90ff). Terkait dengan hal ini, tidak ada kuasa atau kekuatan manusia manapun yang dapat ambil bagian di dalamnya, bahkan hukum-hukum atau peraturan keagamaan Yahudi pun tidak, kecuali melalui suatu perubahan radikal, yaitu pembaharuan yang mutlak dalam seluruh kehidupan manusia dan langsung dilakukan sendiri oleh Allah (anothen yang bisa berarti: 1. Dari semula benar-benar radikal 2. Lagi, dalam arti untuk kedua kalinya. Arti yang ke-3 ialah dari atas, yaitu dari Allah).

Anehnya, Yesus tidak menyatakan hal itu sebagai suatu “pengampunan”, melainkan menggunakan istilah yang lebih banyak dikenal di dunia Hellenis (Yunani) atau “dunia kuno” lainnya, yaitu “dilahirkan kembali menuju ke kehidupan yang kekal.” Mungkin seperti dugaan William Barclay (lihat tulisan pada alinea sebelumnya), istilah ini memang pada saat itu lagi ngetren dan dicari oleh banyak orang (baca: agama-agama).

Yesus menjelaskan: “Tidak ada seorang pun yang akan melihat Kerajaan Allah, jika tidak dilahirkan kembali.” Kata yang digunakan adalah  yang artinya, “kuasa dari atas” (bnd.Yoh. 3:31; 19: 11). Jawaban ini membingungkan Nikodemus yang mencoba memahami dengan akalnya, bagaimana mungkin seseorang yang telah dilahirkan melalui cara yang alami dapat kembali ke dalam rahim ibunya, bukankah ini hal yang sangat mustahil? Salah pengertian dari Nikodemus berasal dari pemahamannya terkait dengan kata  yang diterjemahkan dengan “kembali” dan bukan “kuasa dari atas.” Hal ini terjadi karena ia tidak dapat memahami pengertian yang mendalam dari apa yang dikatakan oleh Yesus. Karena itu Yesus harus mengajarkannya lagi dengan memberikan penekanan pada kata “dilahirkan dari air dan Roh” (Yoh.3:5).

Walaupun dalam pembicaraan selanjutnya tidak lagi disinggung tentang air dan hanya tentang Roh sebagai suatu kekuatan yang mengarahkan seseorang pada kehidupan yang baru, (Yoh.3:8) hal air dan Roh sebenarnya ditekankan di sini untuk mengingatkan kembali pentingnya peristiwa baptisan gerejawi yang mempunyai hubungan erat dengan penerimaan Roh Kudus. Melalui perkataan ini, Yesus mau mengingatkan bahwa baptisan air saja tidaklah cukup. Barang siapa mau masuk ke dalam Kerajaan Allah, ia membutuhkan pembaharuan yang radikal, yaitu kelahiran kembali yang dilakukan langsung oleh Roh Kudus. Manusia hanya akan” lahir baru” dan menjadi “manusia baru” apabila ia mengalami kelahiran baru melalui Roh, yang akan mengubah secara keseluruhan kehidupannya. Jadi jelas sekarang bagi Nikodemus, jika seseorang tidak dilahirkan kembali dari ”kuasa yang dari atas,” maka seseorang tidak akan mungkin masuk ke dalam Kerajaan Allah dan itu berarti keikutsertaan dalam keselamatan juga tertutup.

Akhirnya Nikodemus dapat memahami bahwa Yesus tidak bermaksud mengatakan tentang kelahiran kembali dalam arti yang sesungguhnya (baca: alami fisik) seperti yang dipikirkannya. Namun selanjutnya muncul pertanyaan: “Bagaimana itu dapat terjadi? Bagaimana lahir baru dapat terjadi melalui pekerjaan Roh (Kudus)?”

Yang menarik, Yesus tidak menjawab pertanyaan Nikodemus, melainkan menyuruhnya sebagai “pengajar Israel” (baca: bukan sekadar pengajar orang Yahudi, artinya Yesus mengakui Nikodemus sebagai wakil umat Allah yang sebenarnya) untuk mencari jawabnya sendiri sebab Nikodemus yang dikenal sebagai ahli Taurat dan berjabatan tinggi serta punya pengaruh yang luar biasa di kalangan orang Yahudi, seharusnya mengetahui tentang hal itu.

Percakapan selanjutnya seperti yang tertulis pada ayat 11–13 sangat sulit dipahami oleh orang Yahudi atau oleh orang yang berangkat dari pemikiran “duniawi.” Hanya jika pemikiran seseorang bertolak dari rencana keselamatan Allah (Heilsplan) dan dalam kehendak Allah (Heilswillen), maka seseorang akan tiba pada suatu pemahaman yang baru. Yesus menolak untuk menceritakan kepada orang Yahudi tentang rahasia-rahasia surgawi, sebab toh mereka tidak akan mempercayainya.

Ketidakpercayaan mereka memang mempunyai dasar yang kuat sebab di antara mereka sendiri belum pernah ada yang naik ke Surga untuk memahami rahasia-rahasia surgawi dan kemudian apabila kembali ke dunia dapat memberitakan rahasia-rahasia yang pernah didengar dan dilihatnya sendiri itu kepada orang-orang lain. Gambaran tentang “perjalanan ke surga” sangat asing bagi orang Yahudi dan bahkan tidak pernah terbayangkan sama sekali. (Yohannes Schneider, hl.97)

Melalui uraian ini, semakin jelaslah bagi orang-orang Yahudi bahwa Yesus memang lain daripada yang lain. Ia adalah “Anak Manusia” (Menschensohn), yang dari sejak semula berasal dari Allah yang kekal, yang turun dari surga dan kembali lagi ke surga. Karena itulah Ia dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan surga.

Yesus berkata:”tidak ada seorang pun yang telah naik ke surga, selain daripada Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia” (Yoh.3:13). Hal ini berkaitan dengan percakapan tentang Kristus yang ditinggikan, yang setelah kenaikan-Nya ke Surga mengajarkan kepada jemaat tentang rahasia-rahasia Tuhan. Namun kepada orang-orang Yahudi, hal ini tidak dapat diberitakan, sebab mereka tidak mengenal Yesus sebagai “Anak Manusia” dalam keberadaan sebagai manusia. Turunnya Anak Manusia dari Surga menjadi sesuatu yang sangat ditekankan sebab hal itu hanya dapat terjadi karena Ia telah naik ke Surga.

Iman kepada Yesus dan percaya pada Firman yang Hidup adalah wujud dari Pekerjaan Roh

Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Roma 10:17). Jadi iman di sini berarti juga “mengamini berita yang dibawa kepadanya sebagai berita yang benar. Akan tetapi iman menurut Alkitab tidak hanya berhenti di situ, sebab yang diamini adalah Injil. Padahal Injil, menurut Roma 1:16 adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Oleh karena itu Injil yang diterima itu tidak membiarkan orang diam saja, melainkan Injil menggerakkan hati orang itu hingga percaya, dan hidup dari percayanya tadi.

Kekuatan Allah yang menyelamatkan ini, dayanya sama dengan kuasa Allah untuk membangkitkan Kristus dari antara orang mati (Roma 10:9-10). Kuasa yang demikian itu memengaruhi hidup orang beriman (1 Tesalonika 2:13) dan menjadikan orang beriman bersandar kepada Tuhan Allah (1 Kor.2:5).

Hal yang demikian tidaklah mengherankan, sebab iman kepada Injil adalah sama dengan iman di dalam Kristus (Gal.3:26). Padahal beriman di dalam Kristus berarti hidup di dalam persekutuan dengan Kristus. Seperti yang diutarakan oleh Rasul Paulus, bahwa hidupnya yang sekarang dihidupinya di dalam daging adalah hidup oleh iman di dalam Anak Allah, yang telah mengasihinya dan menyerahkan diri-Nya bagi dia. Kata-kata rasul Paulus ini menunjukkan bahwa karena iman, Kristus telah berdiam di dalam hidupnya, dan bahwa selanjutnya Paulus juga berada di dalam Kristus. (Gal.2:19-20). Oleh karena itu, orang beriman bukan bersandar kepada dirinya sendiri, sebab “aku”nya telah ditundukkan oleh Kristus, dan Kristus telah menjadi Rajanya.

Demikianlah iman adalah cara bereksistensi dari hidup yang baru oleh karena Roh, artinya, hidup yang baru yang dikuasai Roh Kudus itu adalah hidup di dalam iman. Hidup dari iman berarti hidup di dalam persekutuan dengan Kristus, sedang hidup di dalam persekutuan dengan Kristus sama artinya dengan hidup di dalam persekutuan dengan Roh Kudus.

Oleh karena iman adalah cara bereksistensi dari “kelahiran kembali” atau dari hidup yang baru yang dikuasai Roh Kudus, maka di dalam iman itu pertama-tama terdapat unsur ketaatan, karena iman adalah iman kepada Injil sebagai pemberitaan berita keselamatan yang berdaulat. Karena itu iman sebagai ketaatan tidak dapat dilepaskan daripada isi Injil, sebab iman adalah menaati isi Injil. (Roma 1:5 bnd juga dengan Roma 16:26.)

Wujud Ketaatan itu nyata dalam diri “Manusia Baru”

“Manusia Baru” adalah manusia yang dipersatukan dengan Kristus karena percaya kepada Kristus. Pembaruan atau “kelahiran kembali” itu menjadi realitas dalam hidup kita sekarang ini – suatu realitas di dalam percaya, suatu realitas rohani. Siapa yang ada di dalam Kristus, dia sungguh adalah ciptaan baru: yang lama sudah benar-benar berlalu (2 Kor. 5:17). Siapa yang percaya adalah manusia baru.

Manusia yang baru, atau juga cara hidup yang baru ini harus terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya. Dari sini jelas bahwa hidup yang baru itu bukanlah hidup yang telah selesai, melainkan hidup yang masih terus-menerus bertumbuh, yang masih terus-menerus diperbaharui sampai orang memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya. Menurut rasul Paulus, manusia yang baru itu nampak dalam kehidupannya yang berbelas kasih, murah hati, mau merendahkan hati dan berlaku lemah lembut, dll. (Kolose 3: 12-16)

Menurut Efesus 4:22, karena pertumbuhan manusia yang baru itu, manusia yang lama menemui kebinasaannya. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa ketika manusia yang baru mengalami proses pembaharuan, manusia yang lama mengalami kerusakan atau kebinasaan. Keduanya berjalan bersama-sama. Makin maju perkembangan manusia yang baru, makin berkuranglah kekuatan manusia yang lama, atau cara hidup yang lama, yang dikuasai dosa itu.

Jadi hidup baru yang dikuasai Roh Kudus itu sebenarnya adalah suatu hidup yang penuh peperangan, yaitu peperangan antara manusia yang lama dan manusia yang baru, peperangan antara hidup yang lama dan hidup yang baru.

Kadang-kadang di dalam peperangan itu, orang beriman dapat jatuh, yang berarti bahwa manusia yang lama atau cara hidup yang lamalah yang menang, akan tetapi orang beriman harus bangkit kembali, harus bertobat lagi. Inilah yang disebut dengan pertobatan sehari-hari, dengan demikian orang beriman diperbaharui setiap hari (2  Kor.4:16).

Di dalam pertobatan itu manusia yang lama atau cara hidup yang lama tidak serta-merta diubah atau diganti dengan manusia yang baru atau dengan cara hidup yang baru, melainkan keduanya saling berebutan kekuasaan di dalam hidup orang beriman. Hal ini disebabkan karena hidup yang baru itu diungkapkan di dalam daging.

Percaya kepada Yesus Beroleh Kehidupan yang Kekal

“Kehidupan yang kekal” (Das ewige Leben) pada kitab Yohanes merupakan pusat dari pemberitaan tentang Yesus. Keselamatan yang sudah terjadi pada saat ini di dalam diri seseorang, masih akan disempurnakan lagi dalam kehidupan yang kekal. Artinya bagi mereka yang telah percaya pada Yesus, saat ini pun mereka sudah dapat merasakan kehadiran Kerajaan Allah dalam kehidupannya, walaupun belum sempurna. Hidup dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus dan sekaligus menikmati kehadiran Kerajaan Allah pada saat ini akan mendorong seseorang untuk terus mengharapkan kesempurnaan dari apa yang sudah dirasakan saat ini di dalam kehidupan bersama Tuhan.

Hal itu selalu dimulai dari hal yang sangat sederhana, yaitu percaya kepada Yesus, Anak Allah yang hidup. Dalam diri Yesus inilah keselamatan yang akan datang (Heilzukunft) telah menjadi suatu kenyataan di masa sekarang ini. Karena itu mereka yang percaya kepada Yesus telah terhubungkan dengan kehidupan yang kekal. (ay.16) Ini sekaligus menunjukkan kasih Allah bagi umat manusia di seluruh dunia. Allah telah mengorbankan Yesus untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran dan sekaligus menganugerahinya kehidupan yang kekal.

Hal “kelahiran kembali” erat sekali hubungannya dengan Kerajaan Allah yang akan datang. Dengan cara tersembunyi, Kerajaan itu sebenarnya telah ada di dunia sekarang. Adanya jemaat Kristus merupakan tanda Kerajaan itu dan mengandung janji bahwa Kerajaan ini akan dinyatakan kelak. Pembaruan radikal, yang kita nanti-nantikan harus dicerminkan dalam iman dan kehidupan Gereja, yang telah dilahirkan kembali… kepada suatu hidup yang penuh pengharapan.” (1 Petr.1:3)

Di dalam percaya dan pengharapan itu, jemaat Kristus kini dan di sini telah beroleh bagian dalam pembaharuan yang akan datang. Dalam arti yang seperti itulah kita temukan kata “palingenesia” di dalam Perjanjian Baru, yaitu di Titus 3:5 yang artinya, kalau disadur ialah sebagai berikut: Bukan karena usaha kita untuk menjadi orang-orang benar, melainkan karena rahmat Allah. Ia telah menyelamatkan kita dengan permandian kelahiran kembali (“palingenesia”) dan dengan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.

Juga dalam ayat ini kata “palingenesia” menunjuk kepada pembaruan agung di masa depan, sebab kini barulah “dalam percaya dengan pengharapan” (lihat juga ayat 7). Justru oleh sebab jemaat Kristus mengetahui tentang pembaruan yang akan datang, maka ia mengetahui juga tentang pembaruan dan “kelahiran kembali” yang kini dikerjakan oleh Roh Kudus.

Bukan hal yang kebetulan jika kata “palingenesia” juga dituliskan di Matius 19:28, untuk menggambarkan tentang “penciptaan kembali” terkait dengan keberadaan Kerajaan Allah di masa yang akan datang. Kelahiran kembali “palingenesia” yang akan diwujudkan dengan sempurnanya di masa depan, kini dicerminkan sekadarnya dalam kelahiran kembali secara pribadi. (Harun Hadiwijono, Iman Kristen, hl.398)

Percaya kepada Yesus, Bukan Menghakimi tapi Menyelamatkan

Pernyataan Yesus yang sangat penting terkait dengan kehadiran-Nya di dunia ini adalah bahwa Ia datang bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menyelamatkan (Yoh. 3:17). Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa kehadiran Tuhan Yesus sebagai “Anak Manusia,” yang masih sangat sulit dipahami oleh “pikiran duniawi” (baca: akal manusia) itu, tidak sekonyong-konyong kemudian menjadi suatu penghakiman bagi orang yang belum dapat memahami-Nya, dan tentu juga tidak berarti bahwa orang yang belum dapat memercayai-Nya akan langsung berada dalam “penghukuman.”

Fokus utama atau tujuan utama dari kehadiran Kristus ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan umat manusia dan itu berarti akan selalu ada kesempatan dalam diri setiap orang untuk mengenal Kristus dan anugerah keselamatan yang ditawarkan-Nya. Sikap yang terbuka semacam ini sangat penting bagi kehidupan jemaat saat ini yang dihadapkan pada berbagai macam situasi, pendapat, agama, dan latar belakang pemikiran yang berbeda-beda. Bukan pertama-tama menghakimi dan memberikan penilaian, melainkan mencoba memahami dan mencoba untuk mengarahkan seperti yang dikehendaki oleh Tuhan dan firman-Nya. Karena itu upaya menghadirkan keselamatan secara universal selalu dituntut untuk berani membuka diri dan berkorban bagi yang lain sehingga mereka dapat mengenal kasih Kristus.

Percaya Pada Yesus Berarti Bersedia Hidup Dalam Terang

Mengapa kebanyakan orang pada waktu itu cenderung menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Yesus itu merupakan sesuatu yang negatif? Hal ini terjadi sebagaimana digambarkan dalam Yoh.3:19, bahwa kehadiran Yesus ke dunia ini adalah perwujudan dari kehadiran terang itu. Melalui kehidupan Yesus, terang ilahi dipancarkan dan menyinari hati setiap orang, sekaligus melalui terang itu ditunjukkan keselamatan dari Allah. Tetapi manusia dalam kehidupannya dikuasai kegelapan sehingga selalu berusaha untuk meniadakan atau menghindar dari terang itu (bnd. I Yoh.1:5-10). Terang adalah simbol dari semua kebaikan. Karena Tuhan adalah terang, maka di dalam diri-Nya sama sekali tidak ada kegelapan (Yakobus 1:17). Dualisme antara terang dan kegelapan yang ada di dunia ini tidak ada keterkaitan dengan keberadaan Allah. Karena itu, dosa dari sejak semula tidak ada di dalam Tuhan. Semua yang tidak kudus berlawanan dengan-Nya.

Itu sebabnya perbuatan manusia selalu saja mengarah pada kejahatan atau pada kegelapan. Karena manusia selalu saja hidup menghindar dari terang (ay. 20). Ya, dapat dipastikan bahwa manusia dalam kehidupannya takut dan membenci terang, sebab apabila ia melangkahkan kaki untuk hidup di dalam terang itu, maka ia akan disadarkan tentang siapa dirinya sesungguhnya, seluruh borok dosa akan tampak sangat jelas seperti penyakit yang terdeteksi oleh sinar ultra (rontgen); tinggal sekarang apakah ia bersedia untuk dioperasi atau tidak? Tapi tentu saja ia harus berani menahan sakit untuk beberapa saat, atau sebaliknya membiarkan dirinya semakin menjauhi terang itu dan mungkin saja malah menularkan borok dosa itu pada yang lain.

Kebanyakan orang akan menghindar dari terang itu, sebab mereka tahu bahwa jika mereka mendekat pada terang itu, maka mereka akan mengalami perubahan eksistensi yang radikal, dan mereka tidak menginginkan hal itu, karena tidak mampu menerima penderitaan sebagai akibat dari perubahan tersebut. Kebanyakan orang tetap tinggal pada kehidupannya yang lama, yang telah memberikan kemapanan dan kehangatan.

Hal yang berbeda terjadi pada seseorang yang hidup dalam kebenaran (ay. 21). Barang siapa melakukan hal yang benar, maka ia sedang datang pada terang itu (baca: Yesus) sehingga perbuatan-perbuatannya nyata di dalam Allah. Banyak orang juga tidak terlalu menyadari dan memahami pernyataan ini, yaitu bahwa ketika mereka melakukan perbuatan yang baik, mereka telah menarik seseorang untuk datang kepada terang itu, sebab mereka sedang melakukannya di dalam Tuhan. Jadi seseorang yang melakukan hal yang benar/kebenaran akan sangat antusias datang kepada terang itu. Ia tidak mengalami ketakutan sama sekali terhadap apa yang dilakukannya, sebab apa yang dilakukan terjadi di dalam hadirat Allah.

Kesimpulan

  • “Kelahiran kembali” atau “Lahir baru” pada intinya mau mengingatkan orang yang telah mengaku percaya dan dibaptiskan dalam nama Tuhan Yesus, agar tidak hanya berhenti pada pengakuan saja, melainkan selalu berharap mendapat pimpinan dari Roh Allah (dari atas). Sebab orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, tidak lagi dilahirkan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal. (1 Petrus 1:23)
  • Tanda dari seseorang telah dilahirkan kembali oleh benih yang tidak fana ialah bahwa hidupnya kini dipimpin oleh Roh Allah. Ia percaya kepada Tuhan Yesus dan selalu bersandar kepada Firman-Nya sebagai pegangan dalam hidupnya. Hal bersandar dan percaya kepada Tuhan Yesus dinyatakan melalui kerinduan untuk selalu hidup dalam terang (dalam hadirat Tuhan) dan terbuka terhadap terang dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Perbuatan baik yang dilakukan pengikut Kristus itu bukan karena semata-mata mau melakukan aksi sosial agar mendapatkan pahala, melainkan dilakukannya sebagai jawaban iman terhadap anugerah dan kasih yang telah Tuhan nyatakan di dalam hidupnya.
  • Kehidupan orang yang telah dilahirkan kembali, yang hidup dari kekuatan Roh Allah, saat ini sangat terkait dengan kehidupan kekal di masa yang akan datang. Apa yang dirasakannya kini dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus, akan disempurnakan kelak ketika ia memenangkan pertandingan dan memperoleh mahkota kehidupan. Namun jika saat ini seseorang belum merasakan dan mengalami indahnya persekutuan dengan Tuhan, bagaimana ia dapat membayangkan kesempurnaan persekutuan itu kelak dalam kehidupan yang kekal?

“Bersyukurlah kepada Tuhan
yang telah menyatakan diri-Nya kepada kita dalam kehidupan ini.
Ia menganugerahi kita keselamatan untuk hidup di dalam
Kerajaan-Nya. Usahakanlah memahami kekuatan Allah
yang telah membangkitkan
dan mengubah kehidupan orang.”
(Tumpal Tobing)

“Percayalah kepada Tuhan Yesus, bersandarlah pada Firman-Nya
dan hiduplah dalam terang Tuhan, maka kekuatan Roh yang ajaib (Roh Kudus), yang telah
membangkitkan Kristus dan mengubah kehidupan Saulus,
akan membimbing dan menyertai Anda dalam kehidupan ini.”
(Tumpal Tobing)

Pdt. Tumpal Tobing

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Teologia
  • Puasa: Laku Spiritual di Masa Prapaska
    Dalam perjalanan hidup sebagai seorang Kristen, pernahkah kita berpuasa? Meskipun puasa sudah tidak asing dipraktikkan oleh umat Allah pada...
  • Kasih Terbesar
    Hakikat Penderitaan Yesus Paska, dalam kebiasaan orang Kristen, kurang mendapatkan posisi yang kuat ketimbang Natal dengan segala gemerlap dan...
  • Yesus: Milik Muslim Atau Kristen?
    sebuah dialog untuk menemukan ujung pemahaman bersama dalam perbedaan
    Dialog Antar Iman Hidup bersama dalam perbedaan sebenarnya wajar. Masalah baru timbul manakala perbedaan itu dijadikan alasan untuk tidak...
  • Merengkuh Terang
    Allah Pencipta Terang … dan Gelap Sebagai hal yang diciptakan pada hari pertama (Kej. 1:3), terang memiliki peran yang...
  • Laborare Est Orare
    menyikapi dikotomi ‘berdoa’ atau ‘bekerja’
    ‘Ora et Labora’ Kita mengenal akrab dan sangat memahami idiom yang artinya ‘Berdoa dan Bekerja’ ini. Sebuah prinsip yang...