Kegelisahan Melekat Pada Manusia

Kegelisahan Melekat Pada Manusia

Belum ada komentar 180 Views

Kegelisahan yang dialami manusia, sudah ada sejak Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Bahkan hal ini dialami setiap manusia sejak dilahirkan. Kegelisahan merupakan bentuk perasaan hati yang tidak tenteram, selalu khawatir, tidak tenang, tidak sabar, dan cemas. Tangisan bayi menandakan bahwa ia gelisah karena lapar, haus atau merasa tidak nyaman.

Manusia pada umumnya mengalami kegelisahan karena masalah-masalah yang terkait dengan kebutuhan dasar dan rasa ketidakpastian. Sejalan dengan bertambahnya usia, kegelisahan berubah dan berkembang. Jika hal ini tidak dikendalikan, maka ia dapat menimbulkan kerusakan dan penyakit. Di Amerika Serikat, 85% orang yang terkena sakit jiwa disebabkan oleh kegelisahan. Pada umumnya kegelisahan timbul karena diciptakan oleh manusia sendiri. Hal ini terkait dengan adanya perasaan subjektif, negatif dan mementingkan diri sendiri.

Para senior yang berusia di atas 60 tahun terbagi atas tiga kelompok, yaitu :kelompok senior dini (usia 55-64 tahun), kelompok senior menengah (usia 65-69 tahun) dan kelompok senior berisiko tinggi (usia di atas 70 tahun). Menjelang saat memasuki usia senior, timbul kegelisahan yang berupa rasa tidak menyenangkan, sukar tidur, sering cemas dan banyak mengeluh. Hal ini disebabkan oleh perasaan akan kehilangan segalanya, termasuk kekuasaan, prestise, harga diri dan lingkungan /teman, serta berkurangnya berbagai fasilitas dan penghasilan. Perasaan menjadi tidak tenang, tidak senang dan tidak santai, merupakan masalah kejiwaan. Kondisi ini dikenal sebagai masa PPS (Post Power Syndrome).

Krisis identitas yang berskala berat menimbulkan gejala tidak dapat berpikir secara rasional dalam waktu tertentu, menjadi pribadi introver (tertutup) hingga dapat mengalami depresi berat. Selain itu kondisi fisik terlihat lebih tua, emosi cepat tersinggung, dengan perilaku cepat marah serta bertindak kasar atau dengan kekerasan.

Suatu peristiwa nyata terjadi di lingkungan kami saat kami bermukim di Tebet Barat pada tahun delapan puluhan. Setiap bulan, seperti biasanya petugas PLN mendatangi setiap rumah untuk mencatat meteran listrik. Pada umumnya yang ditemui adalah para ibu rumah tangga. Suatu pagi, si petugas mendatangi sebuah rumah dan disambut oleh seorang bapak. Sebagai basa basi, petugas bertanya: “Apakah Ibu di rumah?” Tanpa diduga, bapak itu membentak: “Apakah kamu tidak menghargai saya yang di rumah?” sambil mengayunkan bogem mentah ke wajah si petugas. Kehebohan ini memaksa warga setempat dan ketua RT turun tangan untuk menyelesaikan masalahnya. Ternyata bapak tersebut, yang baru saja pensiun sebagai kolonel Baret Merah, merasa diremehkan dan tersinggung. Warga pun jadi sadar, bahwa akan tiba saatnya setiap orang menjadi senior dan pensiun, serta sadar pula bahwa jabatan/pangkat bukan sesuatu yang kekal, karena kehidupan terus berputar.

Sigmund Freud, yang dianggap sebagai Bapak Psikoanalisa, dalam teorinya membagi kecemasan dalam tiga jenis, yaitu:

  • kecemasan realistis (ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal);
  • kecemasan neurotik (disebabkan adanya bisikan dalam naluri kepribadian seseorang; akibat tidak dapat menyesuaikan dengan lingkungan);
  • kecemasan moralitas (rasa ketakutan/ kegelisahan terhadap hati nurani sendiri yang berasal dari konflik ego/super ego dan kegagalan yang pernah dialami).

Bagi para senior, kegelisahan makin kompleks seiring dengan bertambahnya usia, menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, dan makin kompleksnya kehidupan saat ini dibandingkan dengan ketika masih muda. Problematik makin meluas jika masalah kehidupan keluarga anak/mantu dan cucu tidak selancar yang diharapkan. Selain kecemasan karena biaya hidup yang makin meningkat dan kondisi fisik yang cepat menurun; cadangan dana yang dipersiapkan untuk masa pensiun terkikis secara deret ukur dan meleset dari perhitungan semula.

Banyak cara untuk mengurangi rasa kegelisahan ini, antara lain:

  • usahakan mengurangi waktu menganggur dan melakukan aktivitas positif yang membuat badan menjadi lelah;
  • beri pengaruh positif pada pikiran dengan cara antara lain: membaca buku, menonton film yang bermanfaat, dan mengobrol dengan sahabat;
  • cari teman atau lingkungan untuk berbagi suka dan duka dengan saling pengertian dan saling memahami serta usahakan untuk selalu berpikir positif;
  • jika memungkinkan, usahakan mencari kelompok yang mempunyai kesenangan/hobi yang sama, misalnya berwisata, memancing, olahraga, atau berinvestasi saham dan reksadana.

Jika kegelisahan ini sudah mencapai puncaknya, jalan terbaik adalah berpaling kepada Tuhan. Hal ini terungkap dalam kalimat: “Pada saat kegelisahan Anda sudah kehabisan akal, di situlah Tuhan itu ada.” Di dalam Kitab Suci, Tuhan telah memaparkan banyak janji untuk menghadapi rasa takut, gelisah dan cemas. Salah satunya di dalam 1 Yohanes 4:18: “Di dalam kasih tidak ada ketakutan, kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.”

Dengan beribadah kepada Tuhan, ternyata kesehatan fisik dan mental menjadi lebih baik dan hal ini juga terjadi seiring dengan kehadiran dalam suatu kebaktian secara teratur. Hal ini didasarkan pada penelitian ilmiah yang dilakukan para ahli ilmu kedokteran di Amerika Serikat.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh John Hopkins University di Baltimore MD terhadap 100.000 orang menyimpulkan, bahwa orang yang setiap Minggu mengikuti kebaktian dapat mengurangi 50% risiko kematian pada tahun berikutnya dan akan meningkatkan usia rata-rata tujuh tahunan. Penelitian lain dalam The Journal of American Board of Family Medicine yang berjudul Religious Attendance menyimpulkan bahwa orang dapat mengirit biaya pembelian obat, misalnya Lipitor untuk menurunkan kolesterol dan tekanan darah tinggi, jika menghadiri kebaktian setiap Minggu, karena berdampak meningkatkan kesehatan dan mengurangi kecemasan.

Kesimpulannya, meskipun kegelisahan dan kecemasan melekat pada diri setiap manusia, dengan berpegang kepada Tuhan dan kebiasaan menghadiri kebaktian, orang dapat hidup lebih lama, lebih berbahagia dan meningkatkan kenikmatan kebersamaan.

Houston Tx, May 2014
Harry Tanugraha

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Keluarga
  • Menjembatani GAP Antar Generasi
    Friksi dalam Keluarga Di era pandemi ini banyak timbul gesekan di antara anggota keluarga. Apa yang tadinya tidak dianggap...
  • Kekuatan Hidup Harmonis
    Kej. 2:18-24; Mk. 10:2-16
    Manusia itu makhluk yang aneh. Sudah jelas Allah berkata, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja,” atau dalam...
  • Keluarga Harta Paling Berharga
    “Harga dari segala sesuatu adalah sejumlah kehidupan yang kautukarkan dengannya.” ~Henry David Thoreau ~ Hal yang paling menarik untuk...
  • Tanggung Jawab
    Tanggung Jawab Tidak Dapat Diajarkan?
    “Saya ingin anak saya bertanggung jawab. Itu sebabnya saya mewajibkannya melakukan tugas tugas ini setiap hari. Kalau dia tidak...