Pak Pendeta,
Saya sering diajak diskusi dengan teman yang beragama lain, dan sering kali mereka meminta saya menjelaskan tentang iman Kristen, terutama mengapa Yesus itu dipanggil Tuhan.
Biasanya saya jelaskan juga, tapi mereka tidak puas, karena mereka meyakini bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”.
Yang ingin saya tanyakan, apakah secara hierarkis, kedudukan Yesus itu setara dengan Allah Bapa atau sedikit di bawahnya? Di dalam Alkitab dikatakan bahwa Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia, dan bahwa di dalam pengakuan iman rasuli kita, kita mengatakan: “(Yesus) naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa.” Yesus pun menjadi perantara kita kepada Allah Bapa di dalam doa-doa kita. Dalam bayangan saya, kedudukan Allah Bapa adalah sebagai raja, dan Yesus sebagai putra mahkota. Mereka sama-sama memerintah surga dan dunia, tetapi kekuasaan terbesar terletak di tangan Allah Bapa (dan hanya Dialah yang tahu, kapan hari kiamat akan datang).
Benarkah demikian? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
(Dewi)
Dewi yang baik,
Pemahaman iman Kristen sesungguhnya sama dengan pemahaman teman-temanmu itu. Iman Kristen juga hanya mengakui adanya satu Allah yang Esa (Ulangan 6:4). Allah yang Esa ini, karena kasih-Nya kepada manusia, kemudian berinkarnasi menjadi manusia. Kata ‘inkarnasi’ sendiri menunjukkan proses-nya, yaitu in=masuk ke dalam, dan carnis= daging. Allah masuk ke dalam daging, mewujud sebagai manusia yang kita kenal sebagai Yesus Kristus. Karena itulah para Bapa Gereja menyebut Yesus Kristus sebagai Allah yang sejati dan manusia yang sejati. Mengapa demikian? Karena di dalam diri Yesus Kristus berdiam seluruh kepenuhan Allah (Kol. 2:9). Pada satu sisi Yesus adalah Allah, karena di dalam diri-Nya ada Allah dan melalui-Nya kita melihat Allah secara jasmaniah. Pada lain sisi Dia adalah manusia, karena memang Ia terdiri atas darah dan daging seperti kita manusia.
Jadi, Yesus itu adalah ‘cara berada Allah’. Allah ingin mendekat pada manusia, ingin bisa dilihat manusia dan sekaligus menjadi teladan utuh buat manusia. Tidak ada cara lain, selain menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Mengapa Ia disebut ‘Anak Allah yang tunggal’? Karena Yesus tidak bisa di-samakan dengan ‘anak-anak Allah’ yaitu kita semua (Yoh. 1:12) namun dalam diri-Nya kita melihat teladan, bagaimana menjadi ‘anak Allah’. Jadi, Yesus disebut ‘Anak Allah yang tunggal’ bukan untuk menunjukkan derajat ke-Allah-an-Nya. Sama sekali tidak! Ia disebut ‘Anak Allah yang tunggal’ untuk menunjukkan ‘cara berada Allah’ yang mewujud sebagai manusia dan sekaligus menjadi teladan buat manusia.
Ia menjadi pengantara kita, karena me-lalui ‘cara berada Allah’ ini kita dapat melihat Allah dalam wujud manusia dan sekaligus berjumpa dengan Allah yang kita kenal sebagai ‘sang Bapa’. Mengapa Yesus mengatakan bahwa soal ‘kedatangan-Nya’ tidak ada yang tahu kecuali Bapa? Karena soal ‘kedatangan-Nya’ itu tidak akan diungkapkan Allah ketika Ia berada sebagai manusia, tetapi ketika Ia berada dalam wujud sebagai sang Bapa.
Nah, lalu apa artinya ‘duduk di sebelah kanan Allah Bapa’? Ungkapan ini berasal dari Mazmur 110:1. Awalnya, kata ini dipakai untuk raja Israel yang naik tahta. Singgasana raja Israel itu menyambung dengan Bait Allah, di mana umat Israel meyakini, Allah hadir di dalamnya (dalam ruang maha kudus). Nah, jika kita menghadap ke timur, maka singgasana raja Israel itu tepat di sebelah kanan ruang mahakudus. Karena itulah raja-raja Israel disebut sebagai ‘duduk di sebelah kanan Allah’. Selain itu, ungkapan ‘duduk di sebelah kanan Allah’ juga menunjukkan bahwa pemerintahan raja Israel itu adalah pemerintahan Teokrasi. Pada dasarnya, Allah yang memerintah melalui raja-raja Israel.
Ketika Yesus naik ke Surga, Ia disebut ‘duduk di sebelah kanan Allah Bapa’ bukan untuk menunjukkan perbedaan-Nya dengan sang Bapa. Analogi dengan raja Israel, ungkapan ini dipakai untuk menunjukkan bahwa Yesus terus berkarya, memerintah sebagai raja di Surga. Ungkapan ini juga dipakai untuk menunjukkan bahwa pemerintahan Allah tampak di mata manusia melalui Yesus Kristus. Karena itulah di dalam diri-Nya, Kerajaan Allah sudah datang.
Memang, ungkapan-ungkapan ini bisa membawa kita pada pemikiran yang keliru tentang Yesus, khususnya kalau kita tidak mengetahui latar belakang dari setiap ungkapan itu. Semoga dengan penjelasan ini, Anda bisa menjelaskan dengan lebih baik, pada waktu berdiskusi dengan teman Anda.
Pdt. Rudianto Djajakartika
1 Comment
Maruli Sihite
November 30, 2012 - 8:36 amTerima kasih atas pemuatan pertanyaan dan jawaban ini. Sungguh menarik dan hal ini hanya bisa dipahami kalo kita membaca Alkitab berulang-ulang. Juga kedatanganNYA sbg bukti manusia itu betul citra Allah, se-‘rupa’ dg Allah. Memang topik tsb sering dipergunakan oleh rekan-rekan kita yang berbeda iman, bahkan rekan-rekan se-iman pun masih banyak yang kesulitan menjawabnya dg tepat.
Bapak pendeta, apakah ketika saya ditanyakan hal demikian dan saya lebih sering menjawab untuk lbh ringkas (disamping keterbatasan pengetahuan masing2 baik penanya dan penjawab ttg kedatangan Yesus ketika itu pada suku-suku Israel, juga ketika Pengakuan Iman Rasuli dibuat –> penjelasan bapak pendeta akan posisi singgasana raja Israel ketika masa kedatangan); saya lbh sering menjawab: bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan Yesus yang naik ke surga, yang bangkit pada hari ke-3 seperti yang sudah dijelaskan kepada murid-2nya; sedangkan ‘manusia’ Yesus adalah nubuat para nabi sekaligus janji kasih Tuhan untuk menyelamatkan manusia, mengajarkan teladan/perintah yang harus kita lakukan. Perbedaan ‘manusia’ Yesus dengan manusia lain seperti pada Alkitab melakukan mujizat2 yang disaksikan banyak/ribuan orang, dinyatakan tidak bersalah oleh Herodes ketika dihadapkan untuk dihukum oleh orang2 yang ingin menyalibkan, dan ‘manusia’ Yesus adalah ‘manusia’ yang kembali lagi ke asal Dia datang dan akan kembali menjemput kita seperti yang Dia katakan.
Memang sungguh tidak mudah, disamping kadang harus menata emosi dan menjaga intonasi ketika menjawab supaya suasana tetap kondusif dan tenang.