Kebudayaan

Kebudayaan dan Kekristenan

Belum ada komentar 2189 Views

Apakah saudara pernah memerhatikan jalan menuju sebuah rumah duka? Di Jakarta, petunjuk jalan yang digunakan menuju sebuah rumah duka adalah bendera kuning. Tapi sewaktu saya tinggal di daerah Jawa Tengah, mereka tidak menggunakan bendera kuning, melainkan bendera putih. Ada juga bahkan yang menggunakan bendera merah. Apa yang menyebabkan perbedaan itu? Jawabannya adalah kebiasaan setempat.

Bulan ini kita khusus membahas mengenai “Budaya”. Menurut Tesaurus Bahasa Indonesia, “Budaya” berarti: Adat/Tradisi, Kebiasaan, Kultur; atau Akal budi, Pikiran

Setiap orang memiliki akar budaya, adat atau tradisi yang berbeda-beda, tentu saja dengan beragam dasar pemikiran yang mereka anggap paling baik dan paling benar. Masalahnya, bagaimana jika kebudayaan dipertemukan dengan kekristenan?

Setidaknya ada 3 sikap yang dimiliki seseorang saat menghadapi budaya dan iman Kristen. Orang pertama, tidak memermasalahkan budaya. Itu sebabnya, iman dan budaya menurutnya bisa berjalan bersamaan. Orang kedua, menolak budaya setelah ia menjadi seorang Kristen. Mengapa? Salah satunya karena budaya dianggap sebagai hasil buatan manusia yang penuh dosa, itu sebabnya budaya diasosiasikan sebagai atau berasal dari “yang jahat”. Sebaliknya Orang ketiga, mengakui dan menyetujui bahwa budaya memiliki nilai-nilai yang sama dengan nilai-nilai agama. Itu sebabnya budaya haruslah menjadi bagian dari agama dan dipertahankan, bahkan di dalam ibadah-ibadah yang dilangsungkan.

Mana yang harus kita pilih?

Dalam Kisah Para Rasul 17:14-17 Paulus berhadapan dengan budaya orang-orang di Atena. Apa sikap Paulus?

Sikap pertama adalah Paulus sedih. Ia bersedih hati karena kota ini penuh dengan patung-patung berhala. Itu berarti, ada banyak praktek penyembahan terhadap allah lain di daerah tersebut. Bukan itu saja, saya membayangkan Pauluspun akan memertanyakan, apakah para pengikut Kristus juga masih melakukan praktek penyembahan yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka?

Mengacu pada 3 sikap manusia terhadap budaya dan iman seperti disebutkan di atas, seperti Orang pertama, bisa jadi pada waktu itu orang-orang Kristen di Antena masih menyimpan patung-patung itu di rumah mereka. Apa salahnya mengingat, berbicara kepada dan mendoakan para leluhur? Bukankah itu sebuah sikap hormat? Orang kedua, berbeda lagi. Dia akan menyingkirkan patung-patung itu dari rumahnya, tokonya, bisnisnya. Sedangkan orang ketiga, bisa jadi ia menyembah Kristus dengan membuat patung Kristus di rumahnya.

Apapun alasan dan tindakan mereka, yang pasti Paulus menunjukkan keprihatinannya yang mendalam atas masyarakat di dalam kota itu. Ia tidak hanya secara eksklusif memikirkan pertumbuhan iman orang percaya, namun rupanya Paulus juga prihatin atas hidup masyarakat non-Kristen lainnya di sana.

Untuk itu, Paulus tidak tinggal diam. Sikap keduanya adalah: Paulus bertukar pikiran. Ia mencoba mengungkapkan pendapatnya sehingga didengar oleh masyarakat Atena, tetapi juga terbuka untuk mendengarkan pandangan mereka atas praktek hidup keagamaan yang mereka miliki. Itu sebabnya Paulus tidak hanya bertukar pikiran di rumah ibadat dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, tetapi Ia juga bertukar pikiran di pasar setiap hari dengan siapapun orang yang dijumpainya di situ.

Apakah hasil bertukar pikiran yang dilakukan oleh Paulus itu? Rupanya Alkitab mencatat Paulus mendapat resistensi atau penolakan. Ada yang menolak Paulus dengan mengatakan bahwa Paulus memberitakan ajaran dewa-dewa asing (ayat 18). Namun rupanya Paulus tidak patah semangat. Ia terus angkat bicara dengan sebuah sikap yang berbeda dari 3 sikap yang telah kita bahas di atas.

Di satu sisi, Paulus menyadari bahwa Kristus sudah menang atas dosa. Konsekuensi dari kemenangan Kristus, Ia sanggup melepaskan manusia dari berbagai ikatan termasuk ikatan budaya yang seringkali membelenggu manusia untuk hidup sebagai manusia merdeka. Tetapi di sisi lain, Paulus juga menyadari bahwa Kristus datang bukan untuk meniadakan kebudayaan manusia. Namun kedatangan-Nya justru untuk memerbarui kebudayaan.

Itu sebabnya dalam ayat 23 saat Paulus melihat tulisan di barang-barang pujaan atau mezbah mereka yang berbunyi, “Kepada Allah yang tidak dikenal,” Paulus mengatakan bahwa apa yang mereka sembah tanpa mengenalnya, itulah Allah yang Paulus beritakan kepada mereka. Allah yang dikenal dengan nama Kristus.

Itulah cara Paulus menghadapi kebudayaan. Paulus memberi arti baru pada adat atau tradisi manusia, sesuai dengan iman yang dimiliki orang percaya.

Setidaknya, itu jugalah yang kita lakukan di dalam bulan budaya ini. Selama 4 minggu berturut-turut dalam 1 tahun, GKI Pondok Indah berupaya memerkenalkan budaya-budaya yang dimiliki anggota jemaatnya dan memberikan makna baru sebagai kendaraan bagi ibadah yang lebih kontekstual. Lebih jauh lagi, tentunya gereja berharap agar kita semakin P3 yaitu peka, prihatin, dan peduli terhadap kebutuhan saudara-saudara kita di daerah tersebut. Kebersamaan, doa, dana dan perhatian tentulah mereka perlukan.

Selamat merayakan bulan budaya! Bagi saudara yang budayanya diperkenalkan, selamat menikmati ibadah… seakan saudara ada di kampung halaman sendiri. Sedangkan bagi saudara yang budayanya belum diperkenalkan dalam bulan budaya kali ini… selamat mengenal dan mendoakan budaya yang kali ini disajikan. Pepatah mengatakan, Tak kenal maka tak sayang. Biarkan kasih sayang Tuhan boleh kita rasakan dan kita bagikan melalui Bulan Budaya ini. Tuhan memberkati!

Pdt. Riani Josaphine

 

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Renungan
  • Allah hadir bagi kita
    Biarkanlah, biarkanlah itu datang, ya Tuhan. Kami berdoa pada-Mu, biarkanlah hujan berkat turun. Kami menanti, kami menanti. Oh hidupkanlah...
  • MENCINTA DENGAN SEDERHANA
    Aku Ingin Aku ingin mencintaimu ciengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
  • SULUNG DALAM PALUNGAN
    Persekutuan Perempuan Jumat, 9 Desember yang lalu, temanya adalah “Cinta dalam Kesederhanaan”. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono,...
  • MELAYANI ITU INDAH
    Ketika kita berbicara tentang “melayani” maka hal ini sangat dekat dengan kehidupan Kristiani. Melayani (Yunani: diakoneo artinya to be...