“Bagaimana manusia benar di hadapan Allah ….” (Ayb. 25:4)
Dapatkah manusia yang terbatas memahami realitas hidup dengan benar? Apa yang menjadi panduan hidup kita tatkala sedang menghadapi pergumulan? Apa arti kasih setia Tuhan bagi manusia yang hina dan berdosa ini?
Ayub tidak pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah berbuat dosa. Yang ia katakan ialah penderitaan-penderitaan yang ia alami dalam hidup, bukanlah disebabkan oleh dosa. Sahabat Ayub, Bildad, merespons pandangan Ayub tersebut dengan mengatakan bahwa di hadapan Allah, manusia yang tidak berarti ini tidak dapat membenarkan dirinya.
Memang benar, manusia berdosa dan hina di hadapan Allah. Ayub mengetahui hal itu. Tetapi, bagi Ayub, apa yang dikatakan Bildad tidak menjawab persoalannya, sebab Ayub merasa tidak melakukan sesuatu yang salah di hadapan Allah. Firman Allah mengajarkan bahwa Allah adalah Mahakuasa dan Mahakudus, sedangkan manusia adalah hina. Namun, melalui pengampunan-Nya, manusia diberi kesempatan untuk mendekat kepada-Nya.
Allah yang Mahakuasa selalu membuka pintu pengampunan bagi setiap orang yang bertobat dan memohon pengampunan-Nya. Marilah kita belajar hidup benar di hadapan Allah. Apabila pergumulan atau peristiwa buruk menimpa hidup kita, janganlah kita mempersalahkan Tuhan, tetapi setialah seperti Ayub. Ingatlah selalu akan kasih setia Allah. (Pdt. Budiman)
REFLEKSI:
Tuhan jauh lebih besar daripada yang kita dapat bayangkan dan tidak ada suatu apa pun yang dapat dibandingkan dengan-Nya.
Ayat Pendukung: Mzm. 123; Ayb. 25:1—26:14; Yoh. 5:19-29
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.