Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil. (Mazmur 112:4).
Aku akan memberikan kepadamu harta benda yang terpendam dan harta kekayaan yang tersembunyi, supaya engkau tahu, bahwa Akulah TUHAN, Allah Israel, yang memanggil engkau dengan namamu (Yesaya 45:3).
Kata kasih sudah sering kita ucapkan maupun dengar dalam percakapan sehari-hari. Kata ini mempunyai makna yang sangat luas, pemakaiannya pun bisa memiliki pengertian berbeda, apalagi setelah mendapat berbagai imbuhan. Kasih dipakai dalam relasi hubungan suami-istri atau pria-wanita, atau dalam hubungan orangtua dengan anak, juga dipakai dalam pengertian pemberian (derma), menggambarkan relasi antara Tuhan dengan manusia, dsb. Yang jelas, pemakaian kata kasih selalu merujuk pada relasi, paling tidak antara dua pihak.
Bagi orang Kristen, kasih mempunyai tempat yang khusus, karena merupakan inti iman Kristen. Meskipun demikian, ajaran tentang kasih tidak hanya ada di dalam agama Kristen atau monopoli orang Kristen saja, karena semua agama di dunia mengenal konsep ini, walaupun dengan berbagai pengertian dan penafsiran yang berbeda-beda. Kehidupan beriman orang Kristen tidak mungkin bisa lepas dari kasih, karena merupakan hukum pertama dan terutama dalam ajaran Kristen. Tuhan Yesus menjawab pertanyaan ahli Taurat yang menanyakan hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat, seperti yang tertulis dalam Matius 22:37-40 sebagai berikut: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti diirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Dalam tulisan ini, pembahasannya hanya terbatas pada pemahaman kasih kepada sesama manusia.
Kalau dalam ajaran atau agama lain di luar Kristen, ada juga konsep kasih ini, tentunya kita, sebagai orang Kristen, perlu memahami pengertian kasih kristiani. Dalam buku “Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya” karangan Malcolm Brownlee, dapat disimpulkan 10 ciri kasih Kristen.
- Kasih orang Kristen selalu sebagai tanggapan kepada kasih Allah. Ini merupakan ciri yang sangat penting dalam kasih kristiani. Kita bisa mengasihi sesama kita karena Allah sudah terlebih dahulu mengasihi kita. Kasih kristiani tidak bisa dilihat sebagai perbuatan manusia yang independen tetapi sebagai respons atas kasih Allah kepada manusia. Ada beberapa ayat dalam Alkitab yang merujuk pada ciri ini, seperti dalam 1 Yoh 4:11, Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Dalam Injil Yohanes, kita pun bisa menemukan perkataan Tuhan Yesus, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 15:12).
- Kasih Kristen ialah kasih dalam persekutuan. Perwujudan kasih kristiani ini harus dipahami dalam perspektif persekutuan seperti dalam suatu keluarga: bukan “aku” dan “engkau” melainkan “kita”. Perbuatan kasih itu harus dilandasi semangat kebersamaan untuk memuliakan nama Tuhan. Bukan untuk kepentingan engkau, aku, atau dia, tetapi kepentingan bersama dalam persekutuan, dengan menganggap setiap orang sebagai anggota persekutuan yang diciptakan Allah.
- Kasih Kristen ialah perhatian kepada orang lain. Terkadang kita sudah merasa nyaman kalau tidak memiliki permusuhan atau kebencian kepada orang lain. Kehidupan yang damai, aman, dan nyaman, sering kali membuat kita terlena bahwa sebenarnya masih banyak saudara kita yang memerlukan uluran tangan kasih kita. Lawan sikap kasih bukan sikap benci saja, melainkan juga sikap tak acuh terhadap orang lain yang memerlukan uluran kasih kita. Mengabaikan kesempatan untuk menunjukkan kasih kita kepada sesama yang membutuhkan, juga berlawanan dengan sikap kasih kristiani.Kasih berarti menyamakan diri kita dengan orang lain dalam kegembiraannya, kesedihannya, kebutuhannya, pengharapannya, kecemasannya.
- Kasih Kristen berarti memberikan diri kepada orang lain. Kasih berarti bersedia untuk mengorbankan diri kita bagi orang lain, seperti Kristus mengorbankan diri-Nya untuk kita. Kasih Kristen menuntut kita untuk berani melepaskan sikap egoistis kita, ketika kepentingan ego kita bertabrakan dengan kepentingan sesama. Kasih Kristen lebih memperhatikan kebutuhan sesama kita daripada kebutuhan kita sendiri. Ketulusan untuk mengorbankan kepentingan diri sendiri sangat ditekankan di sini.
- Kasih Kristen diberikan tanpa pamrih. Perwujudan kasih Kristen tidak boleh didasarkan pada keinginan untuk mengharapkan balasan dari penerima kasih. Seperti pepatah yang mengatakan, tidak boleh ada udang di balik batu. Kasih Kristen harus tulus, tanpa ada embel-embel di belakangnya. Perintah Tuhan Yesus kepada orang yang mengundang-Nya, seperti yang tertulis dalam Injil Lukas 14:12-14, cukup jelas menggambarkan bagaimana pengikut Kristus harus bersikap. Segala tindakan kita haruslah tulus dari lubuk hati yang dalam dan tanpa ada pamrih untuk menerima sesuatu dari orang yang dikasihi. Injil Lukas 6:32-34 juga menyajikan fenomena yang sama.
- Kasih Kristen tidak berdasarkan jasa, kelas sosial, suku, atau keluarga orang yang dikasihi. Kasih Kristen diberikan kepada semua orang tanpa mempertimbangkan perbedaan fisik, psikis, dan jasa atau tindakan orang tersebut di masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang. Diskriminasi dalam segala bentuknya tidak boleh ada sama sekali. Ayat yang paralel dengan ciri kasih Kristen ini dapat dibaca dalam Injil Matius 5:45, di mana Allah Bapa yang di surga menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.
- Kasih Kristen berarti pengampunan. Kasih dan pengampunan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sebagai manusia yang berdosa, pengampunan oleh Allah adalah wujud kasih Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu, sudah selayaknya manusia mengampuni sesamanya karena Allah sudah terlebih dahulu memberikan pengampunan kepadanya. Ini juga merupakan salah satu inti doa yang diajarkan Tuhan Yesus dalam doa “Bapa Kami”. Pengampunan tidak sama dengan mengabaikan kesalahan-kesalahan pelakunya. Terkadang, hukuman harus dijalankan demi kebaikan orang itu dan atau demi pihak ketiga, walaupun kita perlu terus mengasihi dan mengampuninya dengan setulus hati.
- Kasih Kristen timbul dari batin seseorang dan diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang konkret. Kasih Kristen bukan karena disuruh atau dipaksakan seseorang, tetapi harus timbul dari lubuk hati yang paling dalam untuk mengasihi orang lain. Kalau tidak, kasih itu palsu dan tidak bermakna. Yang sama pentingnya, kasih harus diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan hanya berhenti dengan merasa belas kasihan kepada orang lain. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, rasul Paulus menulis, “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku (1 Kor. 13:3)
- Kasih itu setia. Kasih itu kekal dan abadi, tidak terpengaruh oleh perubahan keadaan, waktu, situasi, dan kondisi penerima atau pemberi kasih. Sama seperti Tuhan sudah dengan setia dan tanpa syarat mengasihi manusia, hendaknya kita bisa mengasihi sesama kita tanpa melihat adanya perubahan dalam diri sesama kita.
- Kasih Kristen universal, untuk semua orang. Kasih Kristen mengandung nilai-nilai hakiki dari manusia yang berlaku dan tidak berubah di segala abad dan sepanjang masa dan diwujudkan kepada siapa pun, tetangga rumah sebelah, penumpang seperjalanan dalam kereta, pengunjung mal, pengendara kendaraan di jalan raya, rekan kerja sekantor, dsb. yang membutuhkan uluran kasih kita.
Uraian mengenai kasih Kristen di atas cukup komprehensif dan teologis sehingga bagi sebagian orang mungkin akan sedikit kesulitan untuk memahaminya. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis, perwujudan kasih kepada sesama bisa dikelompokkan lebih sederhana dalam beberapa kualitas. Paling tidak ada 4 tingkatan dalam implementasi kasih. Pada tahap pertama, kasih dilakukan dengan pamrih. Pemberian kasih itu hanya bersifat seolah-olah memberi, tetapi ada maksud tertentu di belakang itu. Perwujudan kasih itu hanya sebagai balasan kepada penerima kasih atau ada imbal balik yang diharapkan dari penerima kasih. Kasih dalam tahapan ini bersifat tidak tulus, tetapi egoistis.
Pada tingkatan berikutnya, kasih ditunjukkan dengan pemberian dari kelebihan yang ada. Seseorang hanya mau menunjukkan kasihnya dengan memberikan sesuatu yang dimilikinya dengan berlebihan. Dalam hal ini, biasanya seperti memberikan derma. Kita memberikan derma kepada fakir miskin dari kelebihan yang kita miliki, walaupun pemberian itu bersifat tulus. Dalam hal ini, yang diberi biasanya hanya sebagian kecil saja dari yang milik kita, hanya berupa pengurangan sedikit dari harta atau kekayaan atau sejenisnya yang bersifat fisik. Pemberiannya harus tulus dan tanpa pamrih, tidak mengharapkan sesuatu dari penerima langsung atau pihak lain dari tindakan pemberian itu. Pada tahap ini bisa dikatakan pemberian kasih itu dari kelebihan yang ada.
Pada tingkatan berikutnya, pemberian kasih itu dari keterbatasan yang ada. Pada tahap ini, si pemberi menyadari akan keterbatasan yang dimilikinya tetapi ia tetap memberi (menunjukkan kasih) dengan mengorbankan yang dimilikinya. Walaupun pemberiannya sangat terbatas dan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan si penerima, tetapi ia tetap bersedia berbagi kepada orang lain yang membutuhkan. Salah satu kondisi yang sering kita hadapi adalah pembagian waktu untuk belajar, keluarga, Tuhan, istirahat, dsb. Kita hanya punya waktu 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, 365 hari setahun. Waktu yang sangat terbatas itu harus digunakan untuk menyeimbangkan semua kepentingan yang memerlukan waktu yang seringkali tidak cukup.
Pada tingkatan lebih tinggi, kasih akan menuntut pengorbanan perasaan (hati yang terluka) yaitu ketika si pemberi kasih bisa merasa kecewa karena umpan balik yang negatif dari penerima kasih atau pun pihak lain. Bahkan ada yang mengatakan to love starts only when it hurts, kasih itu baru mulai atau terjadi bila sudah melukai ego kita. Pada tahapan ini, si pemberi kasih sudah berusaha semaksimal menunjukkan kasihnya bahkan dengan pengorbanan yang besar, tetapi malah mendapat tanggapan yang negatif dari penerima kasih, bahkan menyakitkan. Contoh kasih yang sempurna tentunya adalah pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Inilah kasih sejati yang harus kita selalu upayakan untuk diwujudkan.•
Ali Rahman
Referensi:
Brownlee, Malcolm, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor Faktor di Dalamnya.
BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2010, cetakan 14, halaman 203-207
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.