Suatu hari, menjelang makan malam di sebuah restoran yang menyajikan masakan Sunda, di meja tempat duduk sebuah keluarga, ayah, ibu dan dua orang anak remaja. Sejak duduk di meja, masing-masing sibuk dengan hand phone-nya, tidak ada komunikasi di antara mereka. Hanya sang ibu yang memesan makanan, kemudian menanyakan kepada suami dan anak-anaknya mau minum apa. Hanya itu, dan mereka segera tenggelam kembali dengan hand phone-nya masing-masing. Sehingga suasana kembali hening.
Makanan pesanan mereka pun datang dan mereka pun makan dengan menggunakan tangan, tetapi yang menarik, mereka tetap saja berusaha untuk mengutak-atik hand phone dengan jari-jari yang masih bersih, entah itu membalas SMS, email dan lain-lain. Walau mereka makan bersama, tetapi hati dan pikiran mereka tidak bersama-sama. Mereka duduk satu meja tetapi sebetulnya mereka tidak ada di sana, mereka ada di dunianya masing-masing.
Keadaan seperti ini tidak hanya terjadi di tempat makan, hampir di semua tempat seperti di ruang tunggu dokter, di rumah sakit, airport, ketika menunggu giliran membuat e-KTP dan tidak terkecuali di gereja.
Ketika sampai pada saat pembacaan Alkitab dalam kebaktian, sebagian besar jemaat mengeluarkan Alkitab elektronik, apakah itu blackberry, iPhone, iPad, tablet dan lain sebagainya. Tidak ada yang salah dengan Alkitab elektronik itu, tetapi ketika kita membukanya, akan terlihat pula ada indikator pesan, email, facebook dan sebagainya yang ditandai dengan lampu yang berkedip. Sebagian jemaat mungkin masih bisa mengabaikan hal itu, tetapi manusiawi saja kalau ada sebagian jemaat yang terdorong untuk membukanya, siapa tahu ada berita atau pesan penting. Dan manusiawi pula kalau kita terdorong untuk menjawab atau menanggapi pesan-pesan yang masuk. Akibatnya, kita duduk di dalam suatu kebaktian, tetapi hati dan pikiran kita tidak di situ. Kita menjadi tidak fokus lagi untuk mendengarkan khotbah, kita lebih kepikiran dengan pesan atau email yang kita baca tadi. Jadi tidak aneh kalau begitu selesai kebaktian kita buru-buru pulang, tidak bertegur sapa dengan sesama jemaat, tidak perlu juga menyalami pendeta, sehingga tidak aneh pula kalau terjadi saling serobot ketika hendak keluar tempat parkir. Tidak ada tenggang rasa, tidak ada lagi kepedulian.
Materi khotbah hari itu tidak lagi kita ingat, jadi tidak aneh kalau di hari Minggu depannya tidak ada yang ingat pada waktu Pdt. Tumpal menanyakan tema khotbah minggu lalu.
Bahkan karena kita tidak fokus mendengarkan khotbah dan pemberitahuan yang disampaikan, sampai-sampai kita tidak lagi mengikuti tanda panah kuning di lantai gereja ketika kita maju untuk memberikan persembahan dalam Perjamuan Kudus, sehingga arus lalu lintas jemaat menjadi kacau, sama seperti arus lalu lintas di pagi hari ketika semua orang bergegas pergi ke kantor. Jalur satu arah menjadi dua arah dan semua lebih mementingkan dirinya sendiri. Tidak ada lagi kepedulian terhadap sesama jemaat.
Dimilikinya hand phone oleh hampir semua orang, mungkin juga berdampak pada prestasi bulutangkis kita. Dahulu, waktu belum ada hand phone, anak-anak remaja bersama-sama dengan para “mbak” mereka mengisi waktu luangnya dengan bermain bulutangkis, sekarang mereka lebih senang bertelepon atau saling sms, sehingga saat ini kita jarang sekali melihat anak-anak bermain bulutangkis di depan rumah.
Teman saya bercerita, bahwa dia mengenal sebuah keluarga yang menyediakan tempat khusus dan mengharuskan seluruh anggota keluarga untuk meletakkan handphone masing-masing di tempat tersebut begitu sampai di rumah. Tujuannya adalah untuk menghadirkan kembali suasana kehangatan dan komunikasi yang sempat dihilangkan oleh alat yang bernama handphone itu.
Memang alat-alat canggih itu sangat memudahkan kita dalam bekerja, jarak tidak menjadi kendala lagi, di mana saja kita dapat saling berkomunikasi. Tetapi alat-alat itu pula yang membuat kita kurang peduli terhadap lingkungan sekitar kita. Jadi bagaimana dengan Visi gereja kita yaitu, Sebuah Jemaat yang hidup, terbuka, partisipatif dan peduli?
Meja sebelah sudah menyelesaikan makan malam mereka, sambil menunggu hidangan pencuci mulut, mereka sudah tenggelam lagi dengan hand phone-nya masing-masing…
Sindhu Sumargo
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.