Integritas adalah:
- Kualitas untuk bersikap jujur dan memiliki prinsip-prinsip moral yang kuat;
- Keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Misalnya, karyawan perusahaan adalah bagian dari perusahaan; kita adalah warga negara Indonesia; orang Kristen juga warga Kerajaan Surga.
Pada kasus Yunus, masalah integritasnya berkenaan dengan arti yang kedua.
Sebagai abdi Allah, Yunus diperintahkan untuk memperingatkan Niniwe, agar bertobat dari kelakuan mereka yang jahat. Niniwe disebut sebagai “kota yang luar biasa agung” dalam Kitab Yunus. Kota ini terletak di tepian timur sungai Tigris dan merupakan ibu kota kerajaan Asyur (Asiria purba).
Namun Yunus menolak perintah Allah. Mengapa?
Asyur adalah musuh bangsa Israel dan berkelakuan jahat di mata Tuhan. Karena itu, menurut akal sehat Yunus, ia tidak perlu lagi memperingatkan Niniwe.
Yunus lebih mengutamakan persepsinya sendiri ketimbang menurut perintah Tuhan. Ia gagal menjadi bagian yang utuh dan tak terpisahkan dari kerajaan Allah, dan tidak bisa melihat kepentingan yang lebih besar. Ia lupa bahwa rencana pokok Tuhan bagi bangsa Israel adalah menjadi berkat bagi orang bukan Yahudi, dan menolong mereka mencapai pengenalan akan Dia.
Sebagai umat Tuhan, kita pun sering tidak mengerti mengapa kehendak-Nya bertentangan dengan akal sehat kita. Meskipun demikian, Tuhan meminta agar kita percaya kepada-Nya, karena apa yang terjadi adalah untuk kebaikan kita. Waktu Tuhan pun berbeda dengan waktu kita. Karena itu sebagai umat Tuhan, kita harus berintegrasi dengan-Nya. Kepentingan Tuhan harus lebih diutamakan ketimbang kepentingan kita. “Di mana ada ego, biarlah kehendak Tuhan yang jadi.”
Yunus menolak perintah Tuhan, dan malah pergi ke Tarsis—tempat terjauh ke arah yang berlawanan dengan Niniwe—lewat pelabuhan Jofa, dan mendapatkan kapal di sana.
Tarsis lebih menarik daripada Niniwe, dan mirip kota Tartesus (Spanyol). Kota ini terletak di barat daya Spanyol, sekitar 4.000 kilometer dari Israel, dan terkenal karena perdagangannya dalam bidang logam—perak, besi, timah putih dan timah hitam—yang diekspor (Yehezkiel 27:12). Pada zaman Perjanjian Lama, Tarsis digambarkan sebagai Firdaus/Shangrila.
Sebenarnya tugas Yunus tidak berat, karena hanya menyampaikan perintah Tuhan. Namun ia memilih untuk melarikan diri. Pada zaman itu, orang Israel berpikir bahwa Tuhan hanya berada di Bait Allah Yerusalem atau paling jauh hanya di wilayah Israel. Mungkin Yunus berpikir, kalau ia bisa melarikan diri sejauh mungkin dari Israel, ia bisa membatalkan perintah Tuhan. Ia lupa bahwa tidak ada tempat di mana Tuhan tidak ada. Orang Ateis mengatakan God is nowhere (Allah tidak ada di mana pun), tetapi sebagai orang percaya, kita mengatakan bahwa God is now here (Allah sekarang ada di sini).Tuhan selalu dekat dan membantu kita keluar dari masalah yang kita hadapi, sesuai dengan waktu-Nya.
Perjalanan Yunus ke Tarsis terganggu badai dan menggagalkan liburannya, tetapi menyelamatkan panggilannya.
Badai sering mengakibatkan kerusakan besar, tetapi setelah badai itu berlalu, langit akan cerah dan udara akan bersih. Badai kehidupan kita pun kadang-kadang memberi arah yang benar dalam hidup kita. Pikiran kita yang salah dapat diubahkan sehingga menjadi benar di mata Tuhan.
Nakhoda di kapal itu menghadapi dua badai, badai di laut dan badai di hatinya. Sebagai nakhoda kapal, kemampuannya dalam menghadapi badai di laut tidak diragukan lagi, tetapi badai yang mereka hadapi saat itu sangat berbeda dan sangat menakutkan, sehingga membuat semua awak kapal panik. Itulah sebabnya ia meminta mereka semua untuk berdoa kepada allah mereka, tetapi tidak ada pertolongan, karena allah mereka tidak ada. Mereka pun berinisiatif untuk membuang muatan kapal guna meringankan beban kapal.
Pada waktu semua orang panik, Yunus tetap tidur nyenyak di ruang kapal yang paling bawah.
Tuhan Yesus juga pernah tidur nyenyak pada waktu badai mengamuk. Dia tertidur karena kelelahan, berbeda dengan Yunus yang tertidur sebagai mekanisme pertahanan psikologis, atau sebagai pelarian dari ketakutan karena tidak berani menghadapi kenyataan.
Pernah ada orang yang sulit bangun sendiri dari tidurnya, dan harus selalu dibangunkan oleh istrinya. Menurut dokter, orang ini tidak memiliki kelainan secara fisik, tetapi punya banyak masalah yang belum terselesaikan. Setelah satu per satu masalah dituntaskan, orang tersebut berani menghadapi kenyataan hidup, dan penyakitnya hilang sendiri.
Nakhoda kapal yang mendapatkan Yunus tertidur di ruang kapal yang paling bawah, marah dan tidak mengerti bahwa Yunus bisa tidur nyenyak di tengah badai yang menakutkan. Dia minta agar Yunus berdoa kepada Allahnya. Doa penting bagi kita untuk memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan, dan menyelaraskan keinginan kita dengan kehendak-Nya. Doa juga merupakan permohonan untuk diperbarui (Yohanes 15:2), seperti perumpamaan cabang anggur yang dipangkas agar menghasilkan buah yang lebat. Sering kali kita terlalu sibuk dan tidak ada waktu untuk berdoa, padahal dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, kita mendapat kekuatan untuk menghadapi kehidupan kita setiap hari.
Nakhoda kapal itu kemudian menginterogasi Yunus, dan Yunus mengaku bahwa dia orang Ibrani dan menyembah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Ia juga mengatakan bahwa ia melarikan diri dari Tuhan, sehingga orang-orang di kapal itu sangat takut. Dalam hal ini Yunus jujur/berintegritas kepada Tuhan. Sebenarnya ia bisa saja tidak menjawab yang sebenarnya, karena nakhoda kapal itu tidak tahu asal usulnya.
Dalam percakapan selanjutnya, nakhoda kapal itu bertanya kepada Yunus, apa yang harus dilakukannya agar laut tenang. Yunus meminta agar dirinya diangkat dan dilemparkan ke laut. Bagi Yunus ini bukan suatu hukuman, tetapi lebih merupakan pertobatan.
Pada awalnya nakhoda kapal itu tidak mau menuruti kehendak Yunus dan berusaha membawa kapal tersebut ke pantai, tetapi gagal. Akhirnya Yunus dilemparkan ke laut dan badai pun reda. Aneh tapi nyata. Kejadian ini membuat mereka gentar pada Tuhannya Yunus, dan mempersembahkan korban sebagai nazar. Tuhan mampu mengubah kesalahan Yunus sebagai titik balik untuk membuat orang-orang lain mengenal-Nya.
Nama Yunus berarti burung merpati, yang dipakai sebagai simbol per-damaian, tapi ironisnya, Yunus tidak merasa damai dalam menghadapi tugas yang Tuhan perintahkan kepadanya. Integritasnya diragukan.
Apakah sebagai anak-anak Tuhan, kita seperti Yunus, atau lebih baik darinya? Sejujurnya, kita sering tidak lebih baik dari Yunus, bahkan terkadang bersikap hipokrit (lawan dari inte-gritas). Hipokrit berasal dari kata Yunani “hipokrisis” yang artinya suka berpura-pura dan munafik. Dari luar kelihatannya baik, tetapi kenyataannya sering bertentangan dengan standar moral yang ada, dan selalu ingin mendahulukan kepentingan pribadi di atas yang lain.
Karena itu, kita harus mendasarkan diri pada Kolose 3:23, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia,” dan Amsal 10:9, “Siapa bersih kelakuannya (berintegritas), aman jalannya; tetapi siapa berliku-liku jalannya, akan diketahui.” •
Melbourne, 11 Desember 2015
» Nugroho Suhendro
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.