Sebab kamu, saudara-saudara, telah menjadi penurut jemaat-jemaat Allah di Yudea, jemaat-jemaat di dalam Kristus Yesus, karena kamu juga telah menderita dari teman-teman sebangsamu segala sesuatu yang mereka derita dari orang-orang Yahudi. (1Tes. 2:14)
Pada 1521, Kaisar Charles V memanggil Martin Luther untuk mempertanggungjawabkan tulisannya di hadapan Diet of Worms. Bayang-bayang hukuman tampak jelas di hadapan Luther, jika ia tidak menarik pendapatnya. Meskipun demikian, dalam pidatonya, Luther menegaskan, “Kecuali jika saya diyakinkan oleh kesaksian Kitab Suci atau oleh penalaran yang jelas … Saya tidak dapat dan tidak akan menarik apa pun … Kiranya Tuhan menolong saya. Amin.” Dalam situasi yang mengancam dirinya, Luther berani mempertahankan integritasnya.
Jemaat Tesalonika mengalami penganiayaan berat yang dilakukan oleh orang non-Kristen, sesama penduduk Tesalonika. Dalam situasi seperti itu, integritas penghayatan iman mereka kepada Kristus diuji. Namun, jemaat Tesalonika menghadapinya dengan penuh sukacita. Penganiayaan itu malah dianggap sebagai bagian yang diperlukan dalam kehidupan seorang Kristen. Bertahan dalam penderitaan bisa menjadi salah satu bukti dari iman yang sejati. Hal ini juga telah diteladankan oleh para rasul dan terlebih lagi oleh Yesus sendiri, yang masuk dalam kemuliaan melalui jalan penderitaan.
Penghayatan jemaat Tesalonika tentang penderitaan, berbeda dengan kecenderungan sebagian orang yang berpikir bahwa dalam mengikut Kristus yang ada hanya kesuksesan, dan karena itu, mereka sangat menghindari penderitaan apa pun bentuk dan penyebabnya. Bagaimana dengan kita? [Ibu Yessy Sutama]
REFLEKSI:
Batu ujian integritas iman adalah penderitaan.
Ayat Pendukung: Mzm. 128; Yos. 4:1-24; 1Tes. 2:13-20
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.