Pak Pendeta yang budiman,
Abraham sebagai bapak beriman, sangat taat kepada Elohim. Dialog-dialognya dengan Allah begitu jelas, entah itu melalui suara, mimpi atau penampakan. Begitu pula dengan Adam, Musa, Samuel dan tokoh-tokoh Perjanjian Lama lainnya. Namun sekarang, dialog semacam itu rasanya jarang ditemui. Bahkan kalau ada orang yang mengaku mendengar suara Tuhan, kita patut mewaspadainya dan tidak lekas percaya.
- Apakah memang dialog kita dengan Allah tidak bisa lagi seperti pada zaman Perjanjian Lama, karena kini kita memiliki Alkitab yang adalah Firman Tuhan? Padahal menafsirkan Alkitab bagi kaum tidak semudah membaca buku-buku lainnya.
- Salah satu maksud dan tujuan katekisasi adalah membekali ‘bayi Kristen’ dengan iman, bahwa melalui pengorbanan Tuhan Yesus, manusia mendapat keselamatan kekal yang semata-mata merupakan anugerah. Seiring dengan berjalannya waktu, apakah iman awal tadi harus bertumbuh dewasa, sehingga karakter ‘asli’ kita berubah menyerupai karakter Tuhan Yesus, dan kita bukan saja mengetahui tentang ALLAH, melainkan juga mengalami kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari? Dan kalau iman kita tidak bertumbuh, apakah konsekuensinya?
- Alm. Billy Graham pernah mengatakan: “Kekristenan sekarang sudah luntur, kekurangan bahkan kehilangan komitmen, penyerahan diri dan dedikasi kepada Kristus, tidak pernah sungguh-sungguh berjumpa dengan Kristus yang hidup.” Bagaimana pendapat Bapak tentang hal ini, terkait dengan kita sebagai warga jemaat GKI PI?
Terima kasih banyak atas pencerahannya.
Salam kasih, BibitS.
Jawab:
Mas Bibit yang baik,
Setiap hari kita berdialog dengan Tuhan. Ada banyak peristiwa kehidupan yang kita pertanyakan kepada Tuhan. Jawabannya juga tidak selalu melalui Alkitab. Namun Alkitab selaku Firman Tuhan memang menjadi dasar dari jawaban Tuhan atas pertanyaan kehidupan yang kita ajukan. Namun ‘dasar’ itu sudah kita dapatkan selama katekisasi. Juga banyak Firman Tuhan yang kita dapatkan selama kita mengikuti ibadah Minggu, kelas Pemahaman Alkitab. Lalu kalau kita mengalami kesulitan, bukankah kita juga bisa bertanya kepada yang lebih memahami, entah pendeta, penatua atau yang lain?
Jadi jangan mulai dari kata ‘sukar/sulit’ terlebih dahulu. Itu kata-kata buruk yang akan menyurutkan semangat kita. Berdialoglah dengan Tuhan dan carilah jawabannya di mana saja. Bisa melalui para sahabat, melalui peristiwa yang kita alami, dan tentu melalui Alkitab. Yang penting, Anda mengembangkan kepekaan spiritual Anda dan tidak bosan mencari jawaban atas berbagai pertanyaan kehidupan. Ketika kepekaan spiritual Anda terlatih, maka tidak ada dialog yang sulit dengan Tuhan, juga ketika Anda mencari jawabannya dari Alkitab. Dengan cara itu Anda akan mengalami pertumbuhan iman hari demi hari.
Lalu apa konsekuensinya kalau iman tidak bertumbuh? Ya tetap jadi bayi rohani. Akibatnya, lebih gampang dipermainkan oleh kehendak diri dan oleh orang lain. Sangat mungkin Anda akan mengalami kebingungan spiritual karena dasar Anda belum kuat dan ketika angin pencobaan datang maka ‘bayi rohani’ ini gampang sekali jatuh.
Lalu bagaimana dengan pendapat alm. Billy Graham tentang kekristenan pada masa kini? Saya tidak sepenuhnya sepakat dengan beliau. Sepanjang sejarah kekristenan selalu saja ada ‘bayi rohani’ dan ‘Kristen dewasa’. Membandingkan kekristenan sekarang dan masa lalu juga tidak sepenuhnya pas, karena tiap-tiap masa selalu ada konteks zamannya dan pasti ada perubahannya. Nah, apakah pada masa sekarang ‘penyerahan diri dan dedikasi’ kepada Kristus berkurang? Sulit mengatakannya tanpa sebuah penelitian, tetapi sejauh yang saya amati, setiap orang itu bertumbuh. Yang tadinya kurang berdedikasi, seiring berjalannya waktu bisa lebih berdedikasi. Namun ada juga sebaliknya, yang dulunya rajin sekarang kendor. Untuk jemaat GKIPI secara spesifik, sejauh pengamatan saya, masih banyak anggota jemaat yang berdedikasi kepada Kristus, hanya cara mengungkapkan dedikasi itu yang berbeda-beda.
>> Pdt. Rudianto Djajakartika
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.