Hidup Sebagai Pilihan

Hidup Sebagai Pilihan

Belum ada komentar 1096 Views

Hidup ini penuh dengan pilihan. Sejak kita lahir, dewasa maupun di ambang kematian, kita memilih. Pada waktu balita, seorang anak mulai dapat memilih makanan yang disukainya. Ketika seorang beranjak dewasa, pilihan penting dalam hidup harus diambilnya: jodoh. Saat seorang mapan bekerja dan memiliki cukup uang, ia juga harus memilih apa yang harus ia lakukan dengan uangnya: investasi, menghabiskannya, atau memberikannya kepada mereka yang membutuhkan. Bahkan saat menjelang kematian pun kita memiliki pilihan: menjalaninya dengan tangan terbuka atau stres yang tak kunjung henti.

Sayangnya, ada waktu di mana kita mengalami kesulitan untuk menentukan pilihan karena ada orang-orang yang memilihkannya untuk kita. Ada orangtua yang tidak dapat ke gereja karena anak-anak memaksa mereka untuk memilih tinggal di rumah. Ada juga remaja-remaja yang tidak dapat “dipaksa” lagi ke kebaktian remaja karena memilih nongkrong di tempat jajanan depan sekolah Tirtamarta dengan sebuah alasan kuat: terlambat. Bahkan ada orangtua yang sulit memilih untuk menyetujui jodoh pilihan anaknya. Dalam Yohanes 6:56-69, Yesus juga memberikan pilihan bagi orang percaya.

Pertama, Pilihan Untuk Memilih Dia

Yohanes 15:16 mengatakan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu… supaya kamu menghasilkan buah.” Tetapi mengapa tampaknya murid-murid diberi kesempatan untuk memilih Yesus? Siapa yang memilih dan siapa yang dipilih?

Sepanjang abad dan zaman kekristenan, perbedaan mengenai ajaran “Pilihan” tetap terus ada. Namun ajaran itu bukanlah untuk dipertentangkan. Yesus memilih untuk datang ke dunia bagi manusia berdosa. Yesus juga memilih untuk datang kepada Saudara dan saya, bahkan Yesus memilih untuk memberikan cara-Nya yang ajaib agar setiap kita mengenal Dia.

Namun kita bukanlah robot yang tidak memiliki pilihan. Saudara dan saya tetap memiliki kesempatan untuk menyambut Dia yang telah datang kepada kita atau tidak. Banyak murid Yesus dalam bacaan kita yang memilih untuk meninggalkan Dia. Setelah Yesus memberikan perkataan yang keras, dikatakan bahwa murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.

Apakah kita juga pernah mendengar perkataan yang tidak menyenangkan saat mendengarkan khotbah, membaca Alkitab atau bersaat teduh, sehingga kita merasa tidak nyaman dan aman memilih untuk mengikut Yesus dalam suka maupun duka seumur hidup kita?

Kedua, Pilihan Untuk Memilih Kehendak-Nya

Barangsiapa yang hidup di dalam Dia, juga berarti mengikuti perkataan-Nya. Yesus mengatakan, “Perkataan-perkataan yang kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya” (ayat 62). Padahal perkataan-perkataan Yesus adalah roh dan hidup. Jika kita memilih untuk mengikuti kehendak-Nya, Ia akan meletakkan Roh-Nya di dalam kita sehingga perkataan itu dapat hidup di dalam kita dan memberikan kekuatan kepada kita untuk melakukannya.

Untuk apa mengikuti kehendak-Nya? Karena menurut Barclay, Kristus sendirilah yang dapat memberikan tujuan hidup yang sejati kepada kita untuk melawan tujuan-tujuan yang bertentangan dengan hal itu, yang datang dari dalam dan luar diri kita.

Saya jadi teringat, suatu kali anak saya frustrasi karena ketidaktaatannya. Dia mengatakan, “Aku tidak bisa taat, Mami! Aku mau, tetapi aku tidak bisa!” Lalu kami berdoa, agar Andrea mau belajar taat tetapi juga diberi kekuatan oleh Tuhan untuk melakukannya.

Di satu sisi rupanya diperlukan tekad kuat untuk memahami dan mengikuti kehendak Tuhan tetapi di sisi lain diperlukan kuasa Tuhan untuk mempertemukan ketidakberdayaan serta ketidakmengertian kita, dengan Dia Sang Pemberi.

Ketiga, Pilihan Untuk Memilih Agar Kehendak-Nya Terjadi di dalam Hidup Kita

Berbeda dari kedua hal di atas, kita memilih dengan kesadaran dan kognitif kita. Tetapi pada pilihan ketiga, Yesus juga mengajak para murid untuk menikmati, mengalami, dan merasakan kuasa-Nya di dalam diri mereka. Itu sebabnya Petrus sanggup berkata, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal. Dan kami telah percaya dan tahu…” (ayat 69). Kata “tahu” di sini menggunakan kata ginosko (Yunani) yang berarti juga, kami telah mengenali kebenaran itu dan telah memegangnya.

Apakah sejak kita memilih untuk mengikut Dia, kita telah memilih juga untuk membuka hati dan hidup kita untuk dibentuk dan diproses oleh Tuhan melalui berbagai cara?

Melalui pemerintahan yang baru di Indonesia, Ia membiarkan kita mengalami kuasa dan kehendak-Nya. Melalui kekayaan atau kekurangan kita, Ia membiarkan kita mengalami kuasa dan kehendak-Nya.

Melalui gereja kita dengan segudang program pembinaan, pelayanan dan persekutuan, Ia pun telah membiarkan kita mengalami kuasa dan kehendak-Nya.

Mari, biarkan Tuhan memilihkan yang terbaik untuk kita dan kita memilih untuk mengikut Dia seumur hidup kita!

Pdt. Riani Josaphine

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Renungan
  • Allah hadir bagi kita
    Biarkanlah, biarkanlah itu datang, ya Tuhan. Kami berdoa pada-Mu, biarkanlah hujan berkat turun. Kami menanti, kami menanti. Oh hidupkanlah...
  • MENCINTA DENGAN SEDERHANA
    Aku Ingin Aku ingin mencintaimu ciengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
  • SULUNG DALAM PALUNGAN
    Persekutuan Perempuan Jumat, 9 Desember yang lalu, temanya adalah “Cinta dalam Kesederhanaan”. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono,...
  • MELAYANI ITU INDAH
    Ketika kita berbicara tentang “melayani” maka hal ini sangat dekat dengan kehidupan Kristiani. Melayani (Yunani: diakoneo artinya to be...