Sebagai anak Tuhan tentu kita ingin senantiasa melihat rencana Tuhan. Dengan demikian kita akan dapat hidup sesuai dengan rencana itu. Tetapi lihatlah, bahkan Samuel pun bisa gagal untuk melihat apa yang Tuhan lihat. Ia terpesona oleh apa yang ada di depan matanya, tetapi Tuhan melihat ke dalam hati (1 Samuel 16:7).
Begitu juga dengan respon banyak orang di sekitar si buta yang mengalami kebutaan sejak lahirnya, menunjukkan kegagalan banyak orang untuk melihat rencana Tuhan. Ada yang membicarakan siapa yang berdosa (Yohanes 9:2), ada yang justru mempermasalahkan pelanggaran Sabat (Yohanes 9:16), ada yang cuma terheran-heran atas kesembuhan si buta itu (Yohanes 9:8).
Mengapa mereka gagal untuk melihat rencana Tuhan? Dalam konteks Yohanes 9, paling sedikit ada dua hal utama yang menjadi penyebabnya:
- Karena mereka tidak melihat dengan ‘hati Tuhan’ yang selalu dipenuhi dengan belas kasihan kepada yang menderita dan sengsara. Tidaklah heran, peristiwa penyembuhan orang buta itu justru menghadirkan kritikan tentang pelanggaran Sabat.
- Karena mereka tidak menyadari bahwa setiap orang adalah ‘yang diutus’ (Siloam) untuk melakukan pemulihan dan penyembuhan kepada yang menderita.
Bukankah gereja kadang juga melakukan kesalahan yang sama? Alih-alih melakukan pemulihan dan penyembuhan, gereja malahan berbicara tentang peraturan, SOP dan banyak lainnya. Tentu semua itu penting, tetapi tugas utama sebagai ‘yang diutus’ jangan dilupakan dan di nomor duakan. Mari belajar dari ‘Sang Manusia itu’ dan menerangi kegelapan di sekitar kita (Yohanes 9:5).
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.