Kita tidak bisa menjalani kehidupan tanpa pilihan. Setiap hari, setiap saat, setiap detik ada pilihan. Jika tidak demikian, kita tidak akan menjadi seorang individu. (Ernest Holmes)
Bagi yang sering pergi ke pasar atau ke daerah pedagang kaki lima, kata-kata di atas itu mungkin tidak asing terdengar di telinga kita ketika para pedagang menawarkan barang dagangan mereka. Kita dipersilakan memilih barang yang disukai, dilihat, dipegang, dicoba juga boleh. Tidak jadi membeli pun tidak apa-apa, tidak ada yang marah. Di negeri kita hal itu lumrah terjadi, tetapi jangan coba-coba memegang barang-barang jualan para pedagang kaki lima atau pasar di Tiongkok atau Hongkong, bisa-bisa kita kena marah.
Memilih baju atau sepatu lebih mudah, karena kita bisa mencobanya, merasakan pas atau tidaknya ketika dipakai. Warnanya cocok atau tidak dengan selera kita. Lebih mudah karena baju, celana atau sepatu ada ukurannya yang sesuai dengan ukuran tubuh kita. Lain halnya dengan buah. Buat saya, memilih buah itu sulit. Kita tidak tahu apakah rasanya manis atau tidak, sudah masak atau belum. Saya tidak yakin, kecuali ada testernya. Itu pun tidak menjamin semua buah sama rasanya. Yang bisa kita lihat hanya bentuk luarnya saja. Sering kali bentuk dan warnanya bagus, tetapi rasanya masam, malah yang bentuk dan warnanya jelek, rasanya manis.
Urusan pilih memilih, hampir setiap saat kita lakukan. Dari mulai membuka mata di pagi hari sampai menutup mata di malam hari, kita selalu dihadapkan pada pilihan. Bangun tidur ada pilihan, mau mandi atau tidak, mau sarapan atau tidak. Kalau mau sarapan, sarapan apa. Banyak sekali pilihan, dari bubur ayam, bakso sampai ketoprak juga ada. Belum lagi soal baju, banyak sekali pilihannya. Ketika makan siang di kantor, juga banyak pilihannya. Sampai-sampai sering kali kita bingung mau makan apa. Apalagi saat ini kita bisa order makanan melalui aplikasi.
Untuk kebaktian hari Minggu, saat ini kita punya empat pilihan jam kebaktian. Bisa disesuaikan dengan kegiatan kita yang lain. Kalau tidak bisa bangun pagi, masih ada tiga pilihan jam kebaktian yang lain.
Punya banyak pilihan sebenarnya bisa memudahkan, tetapi juga bisa membingungkan. Akan tetapi tidak punya pilihan lebih tidak menyenangkan, karena kita terpaksa mengambil, memakai atau makan yang tersedia saja.
Yang paling mudah, kalau hanya ada dua pilihan. Tinggal pilih sesuai dengan selera kita, mau makan bubur atau ketoprak, mau pakai baju tangan panjang atau tangan pendek, mau pakai rok atau celana. Pilihan dijatuhkan sesuai dengan kebutuhan kita, apa dan mana yang dapat memenuhi kebutuhan. Itu saja. Kalau memilih barang, tentu kita akan memilih yang sudah terbukti keandalannya, bagaimana layanan purnajualnya, cari referensi dari orang lain yang sudah menggunakan produk itu. Kita tentu tidak mau membeli barang yang mereknya abal-abal, yang belum terbukti keandalannya, walaupun menjanjikan akan memberi kepuasan kepada pemakainya. Yang juga perlu dipertimbangkan adalah sudah berapa lama produk itu berada di dunia. Kalau sebuah produk dapat bertahan dan selalu ada di pasar, berarti produk itu cukup baik dan dipakai oleh banyak orang.
Di daerah tempat tinggal saya, terdapat banyak sekali restoran. Namun banyak juga yang hanya buka beberapa bulan. Pada awalnya selalu ramai, tetapi lama kelamaan sepi dan akhirnya tutup. Rupanya orang hanya datang sekali dan tidak pernah mengulangi lagi. Artinya, makanan yang disajikan tidak memuaskan, walaupun desain restorannya bagus, modern dan menjanjikan. Restoran itu tidak lagi menjadi pilihan ketika orang ingin makan. Beberapa restoran dapat bertahan lama karena memang makanannya disukai, enak, serta banyak orang memilih untuk makan di sana.
Saat ini banyak sekali warung kopi bermunculan dengan berbagai merek dan gaya. Dari yang kekinian sampai dengan yang jadul. Di satu jalan saja bisa ada tiga atau empat warung kopi. Pada umumnya rasanya sama, tetapi yang akan bertahan biasanya hanya sedikit. Walaupun rasanya hampir sama, tetapi para pembeli punya kebebasan untuk memilih yang sesuai dengan selera mereka, dan hanya yang banyak dipilihlah yang akan bertahan.
Disadari atau tidak, memilih sudah menjadi perilaku kita, dan biasanya kita sudah menjatuhkan pilihan pada merek-merek tertentu, restoran-restoran atau warung-warung kopi tertentu yang ingin kita pakai atau kunjungi, dan tentu saja yang sudah bertahan lama dan sudah terbukti kelezatannya. Biasanya kita sudah menjadi langganan mereka. Selamat memilih dan nikmatilah pilihan kita.
Salam damai.
>> Sindhu Sumargo
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.