Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu …. (Mrk. 6:41)
Banyak orang enggan berbagi karena merasa tidak memiliki apa-apa. Bahkan, banyak yang mengatakan, “Hidup saya saja masih sulit, bagaimana mungkin saya saya dapat berbagi.” Apabila cara berpikir seperti itu dapat dibenarkan maka berbagi adalah tindakan yang mustahil untuk dilakukan.
Ketika para murid melihat banyaknya orang yang mengikuti Yesus, mereka meminta kepada Yesus supaya menyuruh orang banyak itu pergi. Tetapi, Yesus justru mengatakan supaya para murid memberikan mereka makan. Para murid menjawab dengan nada bingung sekaligus merasa tidak rela bila harus mengeluarkan uang sebanyak dua dinar untuk memberi makan orang banyak itu. Yesus lantas bertanya, “Berapa banyak roti yang ada padamu?” Pertanyaan itu, seolah menjadi teguran bagi para murid untuk melihat kembali bekal yang mereka bawa, sekaligus mengajak mereka untuk berbagi dari apa yang mereka miliki. Yesus meminta apa yang para murid miliki, bukan yang tidak mereka miliki. Lalu dari apa yang mereka miliki itu, peristiwa makan bersama pun terjadi. Suasana yang semula digambarkan sunyi, kini berubah layaknya sebuah pesta perjamuan. Hal ini terjadi atau diawali oleh kesediaan untuk berbagi dari apa yang dimiliki.
Kita mungkin tidak hidup dalam kelimpahan, tetapi bukan berarti kita tidak dapat berbagi. Tuhan telah memberikan apa yang kita perlukan. Maka, berbagilah dari apa yang sudah Tuhan berikan itu! [Pdt. Tunggul Barkat]
REFLEKSI:
Tuhan menginginkan kita untuk berbagi dari apa yang kita miliki, bukan dari apa yang tidak kita miliki.
Ayat Pendukung: Mzm. 111; Yes. 25:6-10a; Mrk. 6:35-44
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.