Pak Pendeta, Sebelumnya saya mengucapkan salam sejahtera, semoga Bapak yang kini di tempat yang jauh senantiasa dalam berkat dan naungan-Nya.
Kita sebagai masyarakat saat ini sering digiurkan oleh hadiah-hadiah. Di stan-stan penjualan, misalnya, pembeli mendapat kupon jika berbelanja dengan jumlah minimal tertentu dan kupon tersebut dapat diundi dengan iming-iming mobil, atau acara-acara di televisi agar pemirsa mengirim sms sebanyak-banyaknya dengan hadiah uang, motor, mobil dan seterusnya. Sadar atau tidak, karena iming-iming tadi maka kita rela ambil bagian dengan harapan kalau beruntung dapat “piala” tadi, padahal kita tahu bahwa kita akan kehilangan dari milik kita, contoh sms yang seharusnya hanya bernilai ratusan rupiah tapi dengan turut serta untuk suatu acara kena charge Rp 2.000,- ; berbelanja yang biasanya secukupnya tapi karena demi kupon maka kita membelinya lebih dari cukup dan seterusnya.
Pertanyaan saya:
- Apakah modus pemberian hadiah model begitu tidak sama dengan NALO (zaman dulu), SDSB, PORKAS, Togel dan semacamnya?
- Apakah dengan mengikuti acara-acara tersebut berarti kita sudah terjebak dalam perjudian?
- Sebagai orang Kristen awam, bilamanakah suatu kegiatan bisa disebut perjudian dan bilamanakah tidak kalau dampaknya ternyata sama?
- Tentang perjudian, apa yang dikatakan Alkitab?
Demikian pergumulan saya atas kebaikan Bapak Pendeta yang bersedia menjawab pertanyaan saya ini diucapkan terima kasih.
Salam, S. M – Ps Jumat-Jaksel
Pdt. Rudianto Djajakartika:
Saudara S.M di Ps. Jumat,
Salam sejahtera juga. Kiranya berkat Tuhan juga beserta anda. Sebelum saya menjawab pertanyaan anda, saya akan menjelaskan terlebih dahulu 3 strategi marketing yang dilakukan banyak perusahaan, berkaitan dengan hadiah yang diberikan untuk pembelian barang dalam jumlah tertentu:
- Hadiah diberikan dengan menggunakan dana atau anggaran promosi. Karena itu pemberian hadiah tidak mempengaruhi harga barang.
- Pemberian hadiah menggunakan dana dari penyisihan sebagian keuntungan, tanpa menaikkan harga barang. Jadi keuntungan perusahaan yang berkurang. Tetapi karena pemberian hadiah biasanya dikaitkan dengan pembelian dalam jumlah tertentu, maka diharapkan keuntungan perusahaan tidak berkurang.
- Pemberian hadiah menggunakan dana dari konsumen, dengan menaikkan harga barang. Termasuk di dalamnya adalah sms yang anda sebutkan.
Dari ke tiga strategi promosi tadi, jelas yang ketiga merugikan konsumen. Tetapi biasanya konsumen tidak menyadari, karena mereka tertarik dengan hadiah yang diberikan. Sedangkan dua yang pertama, pemberian hadiah sebenarnya merupakan bonus dari perusahaan dan tidak merugikan konsumen. Tetapi kadang konsumen lalu membeli dalam jumlah tertentu yang lebih besar dari kebutuhannya, karena ‘mengejar’ hadiah yang ada.
Nah, apakah pemberian hadiah dapat dikategorikan judi seperti SDSB dan sejenisnya? Kalau dari bentuknya jelas berbeda, karena anda mendapat barang sedangkan SDSB dan sejenisnya tidak. KECUALI PENGIRIMAN SMS dengan tujuan mendapat hadiah tertentu dapat dikatakan punya kemiripan dengan SDSB karena anda seperti ‘membeli kupon undian’ hanya bentuknya bukan kupon tetapi sms.
Tetapi dari motif yang mendorong konsumen melakukan pembelian atau mengirim sms mungkin bisa dikategorikan sebagai perjudian. Jadi judi atau tidak judi sebenarnya amat bergantung dari motif yang mendorong konsumen melakukan pembelian atau mengirim sms. Misalnya konsumen yang membeli barang di luar yang dibutuhkan karena hanya ‘mengejar’ hadiah yang diberikan, dapat dikategorikan judi. Apalagi bila hadiahnya tidak langsung tetapi dalam bentuk undian (biasanya hadiahnya besar). Tetapi konsumen yang mengirim sms bukan karena hadiahnya tetapi karena dia ingin mendukung bintang favoritnya, tentu tidak dapat dikategorikan judi. Begitu juga kalau kita membeli barang yang memang kita butuhkan, dan kebetulan ada hadiahnya, ya boleh saja. Begitu juga kalau anda membeli barang kebutuhan anda dan kebetulan ada kupon undiannya, sepanjang anda membeli bukan karena undiannya ya tidak ada masalah.
Jadi, apa sebenarnya judi itu? Judi adalah suatu perilaku dan pengambilan keputusan yang sifatnya untung-untungan (spekulatif). Berdasarkan pemahaman ini, kadang kita juga sering melakukan ‘judi’. Misalnya ketika kita terjebak kemacetan, kadang kita ‘untung-untungan’ mencari ‘jalan tikus’. Risikonya ya bisa lepas dari kemacetan, bisa juga makin ruwet terjebak kemacetan. Apakah tindakan ‘untung-untungan’ semacam itu salah? Tentu yang paling baik kita mengambil keputusan secara tepat dengan dukungan informasi yang memadai. Tetapi dalam keadaan tertentu seperti contoh ‘kemacetan’, saya bisa memahami tindakan tersebut.
Tetapi yang dilarang oleh Alkitab dalam hubungannya dengan judi sebenarnya bukan aspek untung-untungannya, tetapi motif yang ada di balik tindakan itu, yaitu:
- Kemalasan, tidak mau bekerja tetapi ingin mendapatkan keuntungan yang besar.
- Cinta harta. Kita telah diperingatkan oleh Tuhan Yesus dalam Mat. 6:24, bahwa sebagai anak-anak Tuhan kita harus memilih Dia dan bukannya Mamon (harta)
Kembali pada pertanyaan anda, apakah dengan membeli barang yang ada hadiahnya, kita sudah terjebak dalam perjudian? Yang bisa menjawab ya diri kita sendiri. Ketika kita melakukan pembelian itu, bukan karena kebutuhan tetapi karena ‘mengejar’ hadiahnya, menurut pemahaman saya, kita sudah melakukan ‘semacam perjudian’. Tetapi kalau kita membeli barang yang kita butuhkan, dan bukan karena hadiahnya atau undiannya, menurut pemahaman saya bukan perjudian.
Semoga jawaban saya ini dapat membantu memecahkan pergumulan anda. Tuhan memberkati!