Sebab, Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya la dapat menunjukkan belas kasihan-Nya atas mereka semua. (Rm. 11:32)
Ada yang istimewa dicatat dalam sejarah pada Natal tahun 1914. Bukan kebaktian megah dengan pengkhotbah ternama di tengah ribuan umat. Tahun itu dunia mengalami Perang Dunia Pertama. Namun meski perang berkecamuk dan ada rivalitas yang besar antara tentara Sekutu dan Jerman, pada malam Natal, para tentara dari kedua pihak keluar dari parit-parit mereka dan bertemu di medan terbuka. Mereka bertukar hadiah, berbicara dan bahkan bermain bola bersama. Ternyata selalu ada momen saat manusia menemukan kesamaan dan belas kasih terhadap musuh mereka dan menciptakan kesempatan untuk perdamaian dan persahabatan.
Walaupun ada banyak orang Yahudi tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Mesias, tetapi Rasul Paulus mengingatkan supaya orang Yahudi tidak dibenci, sebab kasih Allah adalah untuk semua orang. Allah tidak pernah membatalkan janji pemulihan kasih-Nya. Justru ketidaktaatan dari orang Yahudi harus menjadi pelajaran supaya sikap keras hati mereka itu tidak diikuti. Allah memberi kesempatan yang sama bagi semua orang untuk menerima perubahan karena belas kasihan-Nya.
Setiap pengikut Kristus tidak boleh angkuh, sebab belas kasihan Allah adalah untuk semua orang. Dengan kuasa Roh Kudus kita akan dimampukan menciptakan momen-momen untuk menyadari kesamaan harkat dan martabat sebagai manusia ciptaan Allah di tengah perbedaan yang ada dalam keseharian. Ingatlah bahwa belas kasihan berkuasa mengubahkan tatanan hidup. [Pdt. Essy Eisen]
REFLEKSI:
Apakah belas kasihan Allah untuk semua orang sudah memengaruhi caraku bersikap kepada orang lain?
Ayat Pendukung: Ams. 30:18-33; Mzm. 1; Rm. 11:25-32
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.