Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kol. 3:23)
Lihat, telah Kutunjuk Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda, dan telah Kupenuhi dia dengan Roh Allah, dengan keahlian dan pengertian dan pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan, untuk membuat berbagai rancangan supaya dikerjakan dari emas, perak dan tembaga; untuk mengasah batu permata supaya ditatah; untuk mengukir kayu dan untuk bekerja dalam segala macam pekerjaan. (Kel. 31:2-5)
1
Konon, jumlah energi yang dikeluarkan untuk mengayun sebuah pacul ke tanah dan mengayun sebuah golf stick sama besarnya. Namun, seorang pegolf tentulah bakal merasa lelah jika harus mengayun pacul di sawah; sebaliknya, seorang petani, merasa sia-sia harus mengayun golf stick berjam-jam hanya untuk memukul sebuah bola putih yang keras itu. Jadi, ketika kita melakukan sesuatu, yang mengambil peranan penting di sana bukanlah sekedar tenaga yang kita keluarkan atau kewajiban yang harus kita kerjakan. Lebih dari itu. Apa pun yang kita kerjakan agaknya melibatkan hati, motivasi dan passion. Semua itu menjadi daya dorong dari dalam (inner drive) yang membuat apa pun yang kita kerjakan jadi punya makna.
Orang lain pun dengan mudah akan menangkap kesan tertentu, jika kita tengah mengerjakan sesuatu dengan hati atau tanpa hati. Mengerjakan sesuatu dengan kegembiraan dan semangat–bekerja dengan hati–pastilah membuat pekerjaan itu terasa ringan, menyenangkan dan malah membawa kegembiraan bagi orang-orang di sekitar kita. Ketika itu terjadi, pekerjaan dan permainan menyatu; homo faber (manusia yang bekerja) dan homo ludens (manusia yang bermain) menyatu dari diri seseorang. Karya yang dilakukan dengan hati, dengan demikian, bakal menjadi sebuah karya kreatif sekaligus rekreatif.
Masalahnya, kegembiraan, kerelaan dan rasa suka untuk mengerjakan sesuatu itu ternyata merupakan sebuah pilihan. Anda bebas memilih untuk suka atau tidak suka, gembira dan sedih, rela atau terpaksa, dalam mengerjakan sebuah tugas. Itu sebabnya, kata-kata Kahlil Gibran patut kita simak dengan seksama, “Pekerjaan dalam cinta kasih yang ditampilkan. Dan jika engkau tidak dapat bekerja dengan cinta kasih namun hanya dengan keterpaksaan, lebih baik kamu meninggalkan pekerjaanmu dan duduk di gerbang tempat ibadah dan mengemis pada mereka yang bekerja dengan sukacita.” Bekerja dengan cinta! Dan, ketahuilah, pekerjaan-dengan-cinta itu makin mendalam maknanya ketika dilakoni di dalam atmosfer cinta ilahi: cinta Allah pada kita dan cinta kita pada Allah–yang lantas berimbas pada relasi kasih sayang kita dan sesama. Jadi, apa pun yang kita lakukan, seperti nasihat Paulus, “perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kol. 3:23)
2
Yang mengagetkan, bekerja dengan hati dan cinta hanya mungkin jika kita melakoninya dengan kekuatan Allah di dalam Roh Kudus. Mengapa mengagetkan? Karena Kitab Suci kita menuturkan bahwa orang pertama yang tercatat di Alkitab yang dipenuhi dengan Roh Kudus ternyata bukan para imam atau raja atau mereka yang demen dengan ibadah-ibadah ritual. Sama sekali bukan. Yang dipenuhi oleh Roh Allah pertama kali justru adalah seorang bernama Bezaleel, seorang pengrajin, seorang pekerja kasar (Kel. 31:2). Tidak ada kejadian spektakular dalam hidupnya, tak ada bahasa Roh, atau peristiwa fenomenal. Yang ada: keseharian seorang pengrajin.
Jadi, maukah Anda dipenuhi oleh Roh Kudus? Jika jawabannya adalah ya, maka saran saya sederhana saja: Kerjakan tugasmu dengan giat. Dengan hati dan dalam kuasa Roh Kudus. Jangan sekedar mengerjakan apa yang kau senangi, namun senangilah apa yang harus kaukerjakan.
Joas Adiprasetya
2 Comments
toni
Maret 11, 2010 - 9:53 amAwal dari semua adalah menerima Kristus! saya setuju pendapat bapak.
endr
Agustus 19, 2010 - 11:03 amsemua kegiatan kita sekecil apapun ternyata Tuhan memberikan petunjuk dan aturan, dan bila ikuti dan jalankan besar berkatNya.
Segala kemulian hanya Bagi Tuhan