Suara Tuhan

BARCODE 666

Belum ada komentar 1287 Views

Pak Pendeta yang diberkati Tuhan,
Saya memendam kegelisahan manakala mengamati perkembangan teknologi dan sistem pembayaran masyarakat global. Setelah menggunakan Universal Product Code (UPC) Barcode yang menggunakan kode 666 dan yang angkanya selalu berjumlah 13, kini meningkat ke RFID (Radio-Frequency Identification Device) yang biasa kita kenal dengan SmartCard yang menggunakan microchips yang basis kodenya juga sistem barcode di atas. Pada perkembangan terakhir, untuk lebih praktis dalam memudahkan pengenalan dan bertransaksi, microchips ini ditanamkan di tangan atau belakang telinga (dan juga dahi) seseorang.

Membaca peringatan yang ada pada Wahyu 13 khususnya ayat 16-18: “… sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya, dan tidak seorang pun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya… dan bilangannya ialah enam ratus enam puluh enam”. Bukankah peringatan ini menunjuk dengan jelas sekali pada perkembangan peradaban manusia seperti yang kita hadapi sekarang ini?

Sebagai generasi yang hidup pada zaman yang sudah pada masa tibanya peringatan itu, bagaimana sikap kita dalam menghadapinya? Mau ikut larut tapi sudah diperingatkan, jika tidak ikut apakah tidak akan terpental dari peradaban? Mohon bimbingan dan penjelasan Bapak agar tetap bisa eksis di zaman dan peradaban yang sesuai, tanpa meninggalkan kehidupan keimanan sebagai anak-anak Tuhan. Terima kasih.
(Damien)

Saudara Damien,
Kitab Wahyu adalah sebuah tulisan yang memakai model/bentuk kesusasteraan Apokaliptik. ‘Wahyu’ sendiri dalam bahasa Yunaninya disebut ‘Apokalupsis’ yang berarti ‘sesuatu yang dibukakan’. Kalimat pertama kitab Wahyu berbunyi: ‘Inilah Wahyu Yesus Kristus’. Dalam bahasa Yunaninya bisa berarti:

1. Inilah Wahyu (dari) Yesus Kristus
2. Inilah Wahyu (tentang) Yesus Kristus.

Saya pribadi lebih memilih arti yang kedua. Jika arti yang kedua yang dipilih, berarti isi kitab Wahyu sebenarnya adalah ‘pemberitaan tentang Yesus Kristus’. Jadi, kitab Wahyu itu isinya sebetulnya adalah ‘injil’, hanya saja cara penulisannya diletakkan dalam suasana akhir zaman. Mengapa demikian? Karena jemaat pada waktu itu sedang menghadapi penindasan oleh kekaisaran Roma. Ada aturan khusus yang berlaku di seluruh kekaisaran Roma (pax Romanum) bahwa Kaisar adalah dewa yang harus disembah oleh semua orang yang berada dalam kekaisaran Roma. Tentu umat Kristen pertama menolak dekrit Kaisar ini dan karena itu mereka mengalami penindasan.

Di tengah penindasan, berita injil harus terus disebar untuk menguatkan umat tertindas. Tetapi jika injil ditulis seperti injil sinoptik (Matius, Markus, Lukas) maka tulisan itu akan mudah dikenali oleh prajurit Roma. Karena itu cara penulisan injilnya diletakkan dalam ‘setting’ akhir zaman. Ada banyak simbol dalam kitab Wahyu yang sebenarnya menggambarkan injil. Misalnya: “Aku melihat… Anak Domba seperti telah disembelih…” (Wahyu 5:6). Bukankah ini adalah gambaran Yesus yang tersalib? (Anak Domba Allah yang disembelih di bukit Golgota untuk menebus dosa manusia).

Nah, karena itu untuk memahami kitab Wahyu, pertama-tama kita harus melihatnya sebagai ‘injil’ yang diaplikasikan dalam konteks sejarah waktu itu. Secara umum kitab Wahyu mau berbicara tentang kemenangan Kristus dan pengikut-Nya melawan sang anti Kristus yang digambarkan sebagai binatang yang keluar dari bumi. Banyak penafsir memahami ‘binatang’ itu adalah para kaisar yang waktu itu menindas umat Kristen. Dengan membaca kitab Wahyu, umat yang tertindas waktu itu disemangati untuk terus bertahan dalam iman mereka, karena sang Anak Domba sudah menang dan akhirnya akan memberikan kemenangan kepada umat tertindas.

Nah, kembali pada pertanyaan Anda: lalu apa artinya ‘tanda’ yang diberikan untuk mengontrol perekonomian? (tindakan menjual dan membeli). Menurut pemahaman saya, ‘tanda’ itu tidak lain adalah dekrit Kaisar yang berlaku di seluruh Kekaisaran Roma. Mereka yang melawan dekrit Kaisar berarti tidak mengenakan ‘tanda’ itu dan akan berada di bawah penindasan. Ada penafsir lain yang tidak mengartikan ‘tanda’ itu sebagai dekrit Kaisar. Saya tidak akan membahasnya. Namun yang jelas, kebanyakan penafsir yang beraliran reformasi melihat simbol-simbol yang ada dalam kitab Wahyu sebagai gambaran sejarah yang berlaku waktu itu.

Nah, apakah kita bisa melihat kitab Wahyu dalam konteks masa depan? (Nubuat tentang akhir zaman). Menurut pemahaman saya, kitab Wahyu bukan hanya bisa dilihat dalam konteks akhir zaman, tetapi juga dalam konteks ‘segala zaman’. Jadi sang anti Kristus itu bukan hanya para kaisar waktu itu, tetapi juga bisa dikenakan pada tokoh-tokoh yang menindas umat Kristen di segala zaman (termasuk nanti pada akhir zaman).

Lalu bagaimana dengan uang elektronik, RFID dan sebagainya? Bukankah semua itu tujuannya bukan untuk menindas umat Kristen? Jadi ya ikuti dan pakai saja, jangan menghubungkan kemajuan teknologi itu dengan ‘tanda’ dari anti Kristus. Jadi itu jawaban saya, jangan takut dengan kemajuan teknologi. Sepanjang itu bukan untuk menindas orang Kristen, ya berarti bukan anti Kristus.

>> Pdt. Rudianto Djajakartika

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Pastoralia
  • KAMI BERTANYA
    KAKAK PENDETA MENJAWAB
    Kak, kenapa kalau saya disuruh ikut doa sama papa mama kok ngantuk terus nggak konsentrasi, apalagi kalau doanya lama?...
  • Yesus yang Sulung
    Bapak Pendeta yang baik, Mohon pencerahan dari Bapak perihal kebangkitan orang mati. Dalam Kolose 1:18 dikatakan bahwa: Ialah kepala...
  • Kerajaan Surga vs Kerajaan Allah?
    Bapak Pendeta yang baik, 1. Apakah sebenarnya yang disebut dengan Kerajaan Allah itu? Samakah ia dengan Kerajaan Surga? Saya...
  • Tentang Hari Sabat
    Bapak Pendeta yang baik, Mohon pencerahan dari Bapak Pendeta atas kebingungan serta ketidakmengertian saya supaya iman dan ibadah saya...