Beberapa tahun yang lalu, sekelompok wiraniaga menghadiri suatu pertemuan penjualan di Chicago. Mereka telah meyakinkan istri-istri mereka bahwa mereka akan sampai di rumah jauh sebelum makan malam hari Jumat malam. Dengan terburu-buru mereka berlari sambil membawa tiket dan tas, ketika salah seorang dari mereka dengan tak sengaja menendang sebuah meja dengan apel-apel yang tertata di atasnya. Apel-apel itu beterbangan ke mana-mana. Tanpa berhenti atau menoleh ke belakang, mereka semua berhasil mencapai pesawat tepat pada waktunya, setelah nyaris ketinggalan untuk boarding.
Semua, kecuali satu! Pria itu berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam, dan tersentuh belas kasihan kepada gadis yang terjungkir-balik mejanya.
Ia berkata kepada teman-temannya untuk pergi meninggalkannya, melambaikan tangan kepada mereka, dan meminta salah seorang dari mereka untuk menelepon istrinya ketika mereka tiba di kota tujuan dan menjelaskan bahwa ia akan mengambil penerbangan berikutnya. Lalu ia kembali ke terminal di mana apel-apel itu sudah tersebar di seluruh lantai terminal.
Ia senang karena telah mengambil keputusan itu. Gadis 16 tahun itu buta dan sedang menangis diam-diam. Air mata frustrasi mengalir di pipinya dan pada saat yang sama, tangannya dengan tak berdaya meraba-raba untuk memungut barang dagangannya yang jatuh, sementara orang-orang lalu-lalang di dekatnya, tanpa ada yang berhenti dan peduli untuk membantunya.
Wiraniaga itu berlutut di lantai bersama gadis itu, mengumpulkan apel-apel, menaruhnya kembali di atas meja dan membantunya menata lagi dengan rapi. Saat melakukan hal ini, ia menyadari bahwa banyak dari buah-buah itu sudah rusak dan memar, sehingga ia menyisihkannya ke dalam keranjang lainnya.
Setelah ia selesai mengerjakannya, ia mengeluarkan dompetnya dan berkata kepada gadis itu, “Ini, ambillah 40 dollar untuk membayar semua kerusakan ini. Kamu tidak apa-apa, kan?” Gadis itu mengangguk melalui air matanya. Pria itu kemudian melanjutkan, “Saya harap kami tidak begitu parah menyusahkanmu hari ini.”
Selagi wiraniaga ini mulai berjalan pergi, gadis buta ini memanggilnya: “Pak…” Pria itu berhenti dan berbalik untuk menatap mata yang buta itu. Si gadis melanjutkan: “Apakah Anda Yesus?”
Pria itu menghentikan langkahnya dengan penuh keheranan. Lalu dengan tenang ia kembali dan berkata: “Tidak, saya tidak seperti Yesus. Dia baik, peduli, penuh kasih, dan pasti tidak akan pernah menjungkirbalikkan meja Anda.”
Gadis itu mengangguk lembut: “Saya hanya bertanya-tanya, karena saya berdoa kepada Yesus untuk membantu saya mengumpulkan apel. Dia mengirim Anda untuk membantu saya, sehingga Anda seperti Dia. Hanya Dialah yang tahu, siapa yang akan melakukan kehendak-Nya. Terima kasih karena telah mendengar panggilan-Nya, Pak.”
Dengan perlahan pria itu berjalan untuk mengejar penerbangan berikutnya. Sebuah pertanyaan membakar dan berkecamuk di hatinya. “Apakah Anda Yesus?”
Apakah orang-orang mengira bahwa Anda Yesus?
Itulah tugas kita, bukan? Untuk menjadi seperti Yesus, sehingga orang tidak bisa membedakannya ketika kita hidup dan berinteraksi dengan dunia yang buta terhadap cinta, kehidupan dan kasih karunia-Nya.
Jika kita mengaku mengenal Yesus, kita harus hidup, berjalan, dan bertindak seperti Dia. Mengenal Yesus berarti lebih dari sekadar mengutip ayat Alkitab dan pergi ke gereja, tapi melakukan Firman-Nya di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Kita adalah biji mata Tuhan meskipun kita juga telah memar karena jatuh. Dia menghentikan pekerjaan-Nya untuk memungut kita di sebuah bukit yang dinamakan Kalvari dan membayar penuh semua kerusakan kita.
(Terjemahan bebas dari Internet)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.