Intisari makalah ini dipakai dalam renungan pada acara Doa Subuh GKI Pondok Indah, Sabtu, 9 September 2006, yang seharusnya disampaikan oleh pemilik nama kedua pada Pasutri tersebut di atas. Tetapi karena statusnya sebagai konsultan hukum dalam likuidasi suatu perusahaan pupuk patungan negara-negara Asean, maka skala prioritas dalam alokasi waktu mendadak berubah. Para pemegang saham perusahaan termaksud sekonyong-konyong harus mengadakan rapat koordinasi di Jakarta, pada jam dan hari yang sama untuk menjawab pertanyaan DPR tentang likuidasi perusahaan tersebut, maka renungan di atas dibawakan oleh penyandang nama yang disebut pertama.
Dalam renungan itu dipakai perikop “Orang Samaria yang Murah Hati,” sesuai Markus 10:25-37. Tuhan Yesus memakai perumpamaan itu untuk menjawab pertanyaan siapa yang dianggap sesama manusia? Dalam perumpamaan itu Kristus menampilkan perilaku seorang Samaria. Justru orang Samaria yang dianggap rendah masyarakat Yahudi, tetapi mendapat acungan jempol Tuhan Yesus, karena sanggup menjawab pertanyaan siapa sesungguhnya sesama manusia, melalui pelayanannya.
Dalam renungan Doa Subuh tersebut dipakai perikop yang sama, namun aplikasinya diberikan makna lain dari yang dikemukakan Tuhan Yesus, yakni tentang alokasi waktu dalam skala prioritas, sehingga 100% bagi keluarga, 100% bagi gereja, dan 100% bagi kantor, atau dunia usaha yang ditekuni.
Tata Gereja GKI
Dalam Tata Gereja GKI, yakni pasal 18 ayat 4 Tata Laksana, diatur jenis-jenis kebaktian. Salah satu dari jenis kebaktian yang disebut secara khusus ialah Kebaktian Keluarga, yang diselenggarakan sendiri oleh keluarga ybs. tanpa campur tangan Majelis Jemaat, dan dipimpin oleh kepala keluarga, sebagai imam.
Bahkan dalam struktur organisasi kemajelisan kita, dapat dilihat betapa pentingnya keluarga, sehingga diperlukan kehadiran Majelis Bidang Pembinaan (Mabid).
Mabid ini mengasuh badan-badan pelayanan dengan fokus perhatian kepada pelayanan kategorial yang berporos pada pembinaan keluarga, yakni mulai dari Komisi Anak sampai Komisi Senior. Di samping pelayanan kepada Pasutri, ada jenis pelayanan yang dilakukan jauh di hulu, yakni untuk persiapan pembentukan keluarga, dalam wujud Katekisasi Bina Pra-Nikah. Bagaimana kegiatan-kegiatan pembinaan keluarga oleh Mabid Pembinaan, dapat diteliti dalam rincian Program dan Anggaran GKI Pondok Indah 2006/2007.
Dengan memakai kriterium keluarga sebagai batubata (building block) dalam membangun persekutuan jemaat GKI Pondok Indah, maka dengan apik Panitia Bulan Keluarga 2006 yang diketuai Sdr. Darwin Silalahi, menampilkan pada hari Minggu, 1 Oktober 2006 Kebaktian Pembukaan. Pada acara itu dengan khidmat dirayakan Sakramen Perjamuan Kudus, sedang tema yang dipakai adalah: “Keluarga yang Menjadi ‘Penyelamat’ Sesamanya.”
Pembukaan itu disusul dengan rangkaian acara-acara yang sangat menarik untuk mendapat sambutan dan partisipasi jemaat. Acara penutup Bulan Keluarga dimasukkan dalam Kebaktian Minggu, 22 Oktober 2006, dan menggunakan tema: “Tuhan Sumber Berkat Keluarga.” Karena Bulan Keluarga dilihat dari aspek pembangunan persekutuan jemaat, maka penyelenggaraannya bukan menjadi bagian program Mabid Pembinaan, tetapi menjadi tanggungjawab Mabid Persekutuan.
Kuantitas dan Kualitas Waktu
Dalam perikop “Orang Samaria yang Murah Hati,” katakanlah bahwa dia telah berjanji pada isterinya untuk menyelenggarakan acara perayaan hari ulangtahun perkawinan perak mereka, sekembalinya dari perjalanan bisnis. Apakah insiden tentang korban penganiayaan perampok yang dijumpainya di tengah jalan akan merubah jadual perjalanannya? Mari kita selidiki.
Kalau dilihat dalam konteks keadaan kita dewasa ini, apakah karena keadaan darurat yang dihadapinya, maka orang Samaria itu sebagai “boss” tidak SMS sekretarisnya untuk segera mengirim e-mail perubahan jadual pertemuan kepada kantor perusahaan yang akan dia kunjungi? Tidak, sama sekali tidak! Dia telah melayani dengan baik korban perampokan itu, dan menyerahkan perawatan selanjutnya kepada pihak yang profesional atas biayanya, yakni dengan perantaraan pemilik penginapan. Setelah mendapat kepastian itu, maka orang Samaria itu pun dengan hati lega melanjutkan perjalanan bisnisnya.
Sekembalinya dari perjalanan bisnisnya itu, dia singgah sebentar dan menanyakan kepada pemilik penginapan tentang kemajuan pasien serta biaya perawatan yang menjadi tanggungannya. Dengan penuh sukacita dia bergegas kembali ke kota asalnya untuk menjumpai keluarganya di rumah. Sang isteri dan anak-anak ternyata sudah menyiapkan segala-galanya untuk perayaan perkawinan perak mereka, bukan mencari kemeriahan komersial di hotel tetapi dalam kehangatan suasana keluarga di rumah.
Perayaan itu didahului dengan suatu kebaktian keluarga yang mencakup tiga generasi itu dipimpin sendiri oleh sang ayah dan opa, sebagai imam. Liturgi yang digunakan disusun bersama isterinya, dengan menyelipkan ke dalamnya mata acara paduan suara yang terdiri dari delapan orang cucu. Menurut pernilaian Oma dan Opa Samaria kemerduan suara cucu-cucu mereka mirip dengan kualitas Die Wiener Singer Knaben. Ini suatu lompatan kuantun! Jadi harap pembaca maklum!
Dapat disimpulkan, bahwa “Orang Samaria yang Baik Hati” itu dengan bijaksana dan penuh tanggungjawab mengatur dengan teliti skala prioritasnya dalam mengalokasi waktunya. Dia telah memberikan alokasi waktu 100% (quality time) kepada keluarganya, dengan menepati janjinya untuk merayakan perkawinan perak dengan isteri dan anak-anak serta cucu-cucu. Perayaan bukan dilakukan di hotel tetapi di dalam kehangatan suasana keluarga di rumah.
Dia juga tanpa ragu-ragu telah merawat korban perampokan. Bahkan dia berani mengambil risiko menjadi korban perampokan berikutnya. Selanjutnya, agar dia dapat melakukan perjalanan bisnisnya sesuai jadual, maka diserahkannya perawatan korban perampokan kepada pihak profesional, atas biayanya. Apabila perilakunya itu dapat dikategorikan sebagai partisipasinya dalam pelayanan gerejawi, maka dia telah mengalokasikan 100% waktunya untuk gereja, bahkan disertai penyediaan dana untuk itu. Lalu bagaimana dengan alokasi waktu untuk kepentingan kantor dan bisnisnya? Juga 100%.
Dengan demikian, secara kuantitas dan kualitas, alokasi waktu kepada keluarga adalah 100%, kepada gereja 100%, dan kepada kantor atau bidang usaha yang ditekuninya, juga 100%, dalam suatu perpaduan yang sangat harmonis.
Pasutri Bep dan Paul Poli
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.