Kurun waktu lebih 20 tahun menjadi Penginjil belum cukup membuat Charles Templeton memahami karakter Allah yang peduli dan kasih kepada manusia. Templeton kehilangan seluruh iman Kristianinya dan menjadi seorang agnostik. Kisahnya, berawal dari potret seorang wanita berkulit hitam di Afrika Utara, yang sedang menggendong jasad anak bayinya sambil menatap langit dengan tatapan kosong dan putus asa, seperti memohon hujan kepada Allah. Karena pada waktu itu mereka sedang mengalami kekeringan yang cukup hebat. Templeton memandang gambar dalam majalah life tersebut sambil berpikir, “mungkinkah kita percaya ada pencipta yang penuh kasih dan kepedulian, padahal yang dibutuhkan wanita itu hanya hujan?”.
Potret yang mengusik iman seharusnya membuat kita sadar bagaimana menjadi perpanjangan tangan Allah, bukan sebaliknya bertanya tentang keadilan Allah dan kepedulian Allah bagi manusia. Berbeda dengan Templeton, Rasul Paulus justru memberi peng harapan bagi orang percaya yang menderita bahwa Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia (ayat 28).
Penderitaan orang percaya bukan berarti ketidakpedulian Allah pada umat-Nya, tetapi sebuah megaphone Allah, agar kita mereflesikan diri untuk mencari kehendak Allah yang terbaik dalam penderitaan. Doa harus menjadi perjumpaan pribadi manusia dengan Allah. karena Roh berdoa untuk kita dan mengajarkan kita bagaimana seharusnya berdoa meskipun dalam kesulitan.
LS
1 Comment
bibit sudibyo
September 23, 2013 - 5:27 amPerjumpaan Sang Khalik dgn manusia melalui DOA, apakah harus selalu kita yakini bhw BELIAU mendengar dan peduli? attau kitta hrs bertanya dahulu apakah kita sdh benar berperilaku benar dihadapanNYA? terima kasih untuk pedulinya ini ……