Ketika diminta untuk menulis sebuah kesaksian mengenai alasan saya memutuskan untuk melakukan studi lanjut di bidang teologi, ketimbang bekerja di bidang perhotelan sesuai dengan gelar sarjana saya, terus terang saya sempat merasa bingung. Apa yang harus saya tulis? Bagi saya selama ini rasanya tidak ada yang istimewa dari hal ini. Atau setidaknya, tidak ada suatu hal yang cukup istimewa sehingga dapat dijadikan kesaksian hidup. Namun ternyata, bahkan di tengah kehidupan yang paling sederhana, di tengah pengalaman paling datar yang kita alami, di sana pun Tuhan bekerja.
Pada usia 14 tahun, saya memutuskan untuk melayani di Komisi Anak daripada mengikuti kegiatan di Komisi Remaja, yang sempat juga saya jalani selama satu tahun. Walaupun hanya sebagai ‘asisten Guru Sekolah Minggu (GSM),’ saya merasa nyaman dengan pelayanan ini. Semakin lama saya semakin betah melayani di Komisi Anak. Saya banyak belajar tentang Firman Tuhan dalam persiapan GSM, saya merasa semakin mengenal Tuhan. Pelayanan di Komisi Anak kemudian menjadi bagian sentral dari kehidupan saya dan saya belajar banyak hal dari pelayanan ini. Salah satunya, saya belajar bagaimana membawakan ‘presentasi’ dengan kreatif dan inovatif. Terutama ketika saya sudah ‘lulus’ dan boleh benar-benar melayani sebagai seorang GSM, yaitu setelah saya melakukan pengakuan percaya dan mengikuti berbagai pembinaan untuk GSM. Kebiasaan bercerita di depan para Anak Sekolah Minggu (ASM) saya rasakan sangat bermanfaat, bahkan sampai ketika saya harus berkhotbah.
Menjelang kelulusan saya dari program studi Manajemen Perhotelan dan Pariwisata, saya mendapat tawaran pekerjaan di sebuah galeri lukisan sebagai Manajer galeri itu. Dalam kurun waktu yang sama, saya juga diminta untuk menjadi Wakil Ketua Komisi Anak di GKI Pondok Indah, dan dicadangkan untuk menjadi Ketua Komisi Anak dalam kurun waktu dua tahun ke depan. Kenyataan ini membuat saya menjadi peka terhadap segala sesuatu yang terjadi di Komisi Anak. Beberapa bulan kemudian, saya memutuskan harus mempelajari teologi secara formal.
Alasan yang pertama terkait pergumulan saya sebagai Wakil Ketua Komisi Anak. Saya merasa ada kekurangan atau ketidakseimbangan perhatian yang diberikan oleh para pendeta kepada para GSM di Komisi Anak. Dalam persiapan, misalnya, seorang pendeta yang tidak terbiasa melayani anak-anak dapat memberikan latar belakang teologis yang sangat menarik, tapi tidak memberikan kiat-kiat kepada para GSM, bagaimana sebaiknya menyampaikan kebenaran itu kepada anak-anak. Padahal sangat penting bagi para GSM untuk mendapatkan juga kiat-kiat kreatif mengajar dan bukan sekadar fakta-fakta teologis dan latar belakang perikop. Selain itu, waktu yang dimiliki oleh para pendeta yang harus dibagi dengan komisi-komisi lainnya menyebabkan Komisi Anak sering kali harus menunggu lama untuk hal sederhana seperti menentukan tema perayaan Paska–-karena tentu tema tersebut harus diputuskan oleh seseorang yang memiliki latar belakang teologis dan mengetahui apa yang sedang menjadi pergumulan bersama di Komisi Anak.
Alasan kedua, pekerjaan saya―yang hanya menyita seluruh waktu saya menjelang proyek-proyek pameran―menyediakan waktu yang cukup bagi saya untuk membaca, dan pada waktu itu entah mengapa, saya sangat tertarik pada buku-buku mengenai latar belakang Alkitab dan pengembangan spiritual.
Dari dua alasan inilah kemudian saya sampai pada suatu titik keyakinan bahwa saya harus kuliah lagi, yaitu di bidang teologi. Menarik bahwa kemudian berbagai jalan ke sana seakan terbuka bagi saya, termasuk bahwa STT Jakarta membuka program M.Div. tepat pada waktu saya memutuskan hendak mengambil studi lanjut ini. Bagaimana kemudian semuanya terjadi, saya yakin merupakan suatu “intervensi” dari Allah sendiri.
Saya bersyukur bahwa Tuhan mau memakai saya sebagai pelayan-Nya dan saya akan selalu berjalan ke mana Tuhan menuntun saya. Soli Deo gloria!
Maret 2012.
Aiko widhidana
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.