Apa yang membuat anak-anak Anda tahu bahwa bulan ini adalah bulan Natal? Setiap orang memiliki tradisi yang berbeda-beda untuk merayakan atau menandai Natal. Ada yang menghias pohon Natal di rumahnya sejak akhir bulan November. Ada yang memperdengarkan lagu-lagu Natal bahkan dalam ringtone handphone-nya. Ada pula yang mulai sibuk latihan atau rapat untuk acara Natal di minggu-minggu sebelum Natal.
Masalahnya, apakah Natal hanya sekadar berita sukacita karena ada lilin Natal, lagu Natal, pohon Natal atau bahkan hadiah Natal? Tentu saja tidak. Sayangnya, banyak orang menganggap bahwa inti Natal hanyalah kesempatan atau momen untuk berbagi, sehingga bukan hanya keluarga Kristiani yang berbagi hadiah Natal, tetapi para pedagang di mal atau supermarket juga siap sibuk di hari Natal dengan bingkisan Natal mereka.
Sebagian orang juga berpikir bahwa Natal adalah saat untuk menunjukkan sukacita. Entah apa yang membawa sukacita, yang penting Natal = sukacita. Itu berarti kehebohan dan keramaian Natal harus ditonjolkan di berbagai tempat, acara dan suasana.
Namun sadarkah kita pada sisi lain dari Natal? Setidaknya ada 3 sisi lain dari perayaan Natal yang mudah-mudahan juga dapat menjadi penghayatan kita.
Pertama, tidak ada tempat bagi Yesus. Ada 3 kemungkinan mengenai tempat kelahiran Yesus. Yesus dapat saja lahir di kandang milik seorang kaya yang pada waktu itu berfungsi sebagai garasi tempat parkir hewan-hewannya. Atau Yesus dapat juga lahir di dalam sebuah rumah di mana penghuninya sangat sederhana sehingga tempat tinggalnya juga sekaligus merupakan tempat binatang peliharaannya tinggal. Atau Yesus dapat juga lahir di sebuah tempat terbuka di mana para hewan tinggal di sana. Dan hanya fasilitas palunganlah yang ada di sana karena tidak ada seorang pun yang memberi tempat beratap bagi-Nya. Alkitab tidak mencatat mengenai kepastian dari ketiga kemungkinan di atas. Namun pesan dari kisah kelahiran Yesus adalah: tidak satupun hati terbuka untuk menerima kehadiran Sang Bayi.
Tidak ada tempat bagi Yesus. Ya, tidak ada tempat bagi bayi Yesus. Yesus yang datang menawarkan hidup-Nya bagi kita, ditolak sejak Dia dilahirkan. Apakah Yesus mengetuk pintu hati kita juga? Jangan-jangan Ia hanya duduk di luar pintu sementara hidup kita masih diperintah dan dipenuhi oleh karier, uang, kebohongan, kesenangan untuk diri sendiri atau kepura-puraan, sehingga saat kita berbagi di hari Natal, hal itu bukan didorong oleh kecintaan kita kepada Yesus, tetapi karena keinginan kita untuk diperhitungkan sesama.
Kedua, dalam Matius 2:13-14 dikisahkan bahwa kehadiran Yesus menjadi ancaman bagi Herodes. Itu sebabnya Yesus segera diungsikan ke tempat yang lebih aman. “Malam itu juga…” Yesus harus pergi keluar dari tanah kelahiran-Nya. Natal adalah pengorbanan Yesus untuk bertahan hidup bagi yang dicintai-Nya. Ada banyak orang di bulan Natal ini yang juga terancam hidupnya. Terancam PHK (Putus Hubungan Kerja), terancam tidak sekolah lagi, terancam tidak dapat makan 3 kali sehari lagi, terancam bisnisnya, bahkan terancam kesehatannya. Seperti keluarga Yusuf yang terancam, dalam hidup keluarga modern di bulan-bulan ini pun terdapat banyak ancaman.
Apakah kita menjadi orang yang mengancam hidup dan kesejahteraan orang lain? Atau justru di bulan Natal ini kitalah yang sedang hidup dalam keputusasaan? Natal adalah saat di mana kita merenung untuk berubah di tahun yang baru nanti, menjadi pengikut Kristus yang peduli, berbagi dan mengasihi, dan tidak terfokus pada keputusasaan hidup dan mengasihani diri. Yusuf dapat menjadi pria yang putus asa, tetapi semangatnya untuk membawa bayi Yesus mengalahkan berbagai ancaman yang dialaminya.
Ketiga, Natal adalah saat di mana Yusuf sebagai kepala keluarga diajar untuk melakukan kehendak Tuhan. Dalam beberapa tahun saja bayi Yesus sudah berpetualang dari satu negeri ke negeri yang lain. Apa yang mendorong Yusuf melakukan kehendak Allah? Dalam kitab Injil, Yusuf bermimpi dan Allah menyatakan kehendak-Nya melalui mimpi Yusuf. Hari ini kita tahu dengan jelas melalui Alkitab (firman Tuhan) apa yang harus kita lakukan sebagai pengikut-Nya. Bisa jadi tahun yang akan datang akan menjadi tahun yang sangat sulit bagi keluarga kita, usaha kita atau bahkan anak-anak kita. Namun bukankah melalui kesulitan Yusuf sekeluarga kita diingatkan untuk fokus pada kehendak Tuhan, sehingga langkah dan laku kita hanyalah untuk melakukan kehendak Tuhan?
Saya sendiri menghayati Natal tahun lalu dengan adanya pemberian sebuah buku dari teman-teman KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) yang berjudul “The Purpose of Christmas”. Dalam buku itu dijelaskan bahwa setidaknya ada 3 makna Natal:
- Pertama, Natal adalah waktu untuk Perayaan (A time For Celebration).
- Kedua, Natal adalah waktu untuk menghayati keselamatan dari Tuhan (A Time For Salvation).
- Ketiga, Natal adalah waktu untuk mengampuni dan memperbaiki relasi (A Time For Reconciliation).
Inti Natal sama sekali bukanlah pada kado-kado yang kita siapkan sepanjang bulan ini, bukan pula pada meriahnya acara Natal di sepanjang bulan Desember, apalagi pada ucapan “Selamat Natal” yang kita sampaikan kepada sesama orang Kristen sambil berpelukan atau berjabatan tangan. Tetapi apakah kita sudah melakukan ketiga hal itu? Merayakan kehadiran-Nya dalam hati kita, menghayati keselamatan-Nya dan memperbaiki relasi kita dengan sesama? It’s christmas time, again. Sudahkah pekerjaan rumah itu kita kerjakan? Tuhan memberkati. Selamat Natal!
Pdt. Riani Josaphine
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.