Dusun di Israel sunyi sepi, ya sunyi sepi, sampai aku, Debora, bangkit, bangkit sebagai ibu di Israel. (Hakim-hakim 5:7)
Dulu, kata ibu identik dengan pekerjaan rumah tangga. Perempuan pun dipandang lebih lemah daripada laki-laki. Namun seiring perkembangan zaman, pandangan ini sudah mulai ditinggalkan. Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki pun semakin tampak di berbagai sektor kehidupan.
Hal ini pun terjadi dalam perjalanan kehidupan Bangsa Israel. Kehidupan Bangsa Israel dipengaruhi oleh budaya patriarki yang sangat kuat. Dalam peraturan yang lebih detail, perempuan dilarang berbicara di depan umum dengan lawan jenis, apalagi dengan laki-laki yang berbeda suku. Namun dalam sejarah Bangsa Israel tercatat pahlawan-pahlawan dari kaum perempuan, salah satunya adalah Debora. Ungkapan “sebagai ibu di Israel” juga dipakai dalam Yesaya 66:13 yang menekankan cinta Allah kepada Bangsa Israel yang akan dihibur di Yerusalem. Artinya, Allah tidak memandang rupa, maka Ia pun tidak memandang jenis kelamin. Setiap pribadi bisa dipakainya sebagai pahlawan. Pada saat itu, Debora dipakai TUHAN untuk menjadi ibu bagi bangsanya. Ketika Bangsa Israel menyimpang dan berpaling kepada ilah lain, Debora tetap setia di jalan TUHAN dengan menghadapi risiko yang tidak mudah pada masanya.
Perempuan tidak boleh lagi dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Kita semua sama di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, jangan mau direndahkan dan jangan pula merendahkan orang lain. Jadilah ibu bagi banyak orang, sehingga kita dapat menebarkan cinta kasih dan kesetiaan. [Pdt. Yosafat Simatupang]
DOA:
Ya Tuhan, kuatkan kami agar tidak mau direndahkan, tapi juga tidak mudah merendahkan orang lain. Amin.
Ayat Pendukung: Hak. 5:1-11; Mzm. 115; 1 Kor. 14:26-40
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.