Haleluya! Pujilah nama TUHAN, pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, hai orang-orang yang melayani di rumah TUHAN, di pelataran Rumah Allah kita! (Mzm. 135:1-2)
Istilah hamba Tuhan kerap dilekatkan pada mereka yang melayani penuh waktu di gereja, seperti pendeta, penginjil, atau guru Alkitab. Seolah-olah, mereka yang tidak melayani secara penuh waktu tidak disebut hamba Tuhan. Padahal, setiap orang sesungguhnya adalah hamba Tuhan. Nah, dalam praktiknya, kita menjumpai adanya hamba-hamba Tuhan tertentu, yang dalam pelayanannya lantas mencari puja-puji untuk dirinya. Apakah hal seperti ini benar adanya? Apakah puja-puji itu layak ditujukan kepada manusia?
Dalam Mazmur 135, pemazmur mengajak sejumlah pihak untuk memuji Tuhan. Pihak pertama yang disebutkan adalah hamba-hamba Tuhan. Mereka adalah orang yang melayani di rumah Allah: kaum Lewi, termasuk keturunan Harun. Pihak kedua adalah kaum Israel. Pihak ketiga adalah orang-orang yang takut akan Tuhan. Tuhan layak dipuji karena Ia adalah Allah yang berkuasa atas dunia dan kehidupan.
Hamba Tuhan bagaimanapun adalah manusia biasa. Ia tidak imun dari godaan akan glorifikasi diri (atau pemuliaan diri). Puja-puji dari manusia tentang kehebatan sosok hamba Tuhan bisa membuat sang hamba lupa diri. Karena itu, umat perlu menolong para hamba Tuhan untuk tetap rendah hati, dan tidak kehilangan orientasi: bahwa yang layak dipuja-puji adalah Tuhan sendiri; bukan prestasi manusia atau pencapaian tertentu. Dengan menyadari siapa yang layak dipuji dalam hidup ini, kita ditolong untuk punya fokus yang benar. [Pdt. Natanael Setiadi]
DOA:
Ya Tuhan sertailah para hamba Tuhan untuk tetap setia memuja dan memuji-Mu. Amin.
Ayat Pendukung: Yes. 26:1-15; Mzm. 135; Mrk. 12:18-27
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.