“Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mat. 19:21)
“Ternyata, agama Kristen itu bukan agama prestasi, tetapi agama relasi,” ujar seorang muda kepada temannya, sewaktu mereka berdiskusi mengenai agama-agama di dunia. “Apa maksud kamu dengan agama relasi?” tanya temannya penasaran. “Maksudnya, yang terutama sekali itu ialah bagaimana relasi dibangun dengan Tuhan yang memengaruhi hubungan dengan sesama. Jadi, tidak sesempit bagaimana caranya kamu tampil berprestasi demi menikmati surga,” jawabnya.
Di mata Yesus, kesempurnaan terjadi pada saat seseorang– didorong oleh kasih yang besar kepada Allah–mampu mengasihi sesama sebesar kasihnya kepada Allah. Ketika Allah menjadi yang paling baik dan paling berharga dalam hidup, cara orang itu mengasihi sesama amat terpengaruh oleh cara Allah mengasihi seisi dunia ini. Yaitu, kasih-Nya yang memberi, kasih-Nya yang berkorban, kasih-Nya yang mendatangkan dan merawat kehidupan.
Tidak ada dari kita yang sempurna. Kesempurnaan itu adalah anugerah, bukan pencapaian. Kita semua disempurnakan oleh kasih-Nya. Keyakinan iman ini menolong kita memurnikan makna setiap perbuatan baik yang kita kerjakan. Kita melakukan perbuatan baik, bukan supaya kita menerima status baik di hadapan Allah. Sebab, setiap perbuatan baik yang mampu kita lakukan hanya mungkin terjadi karena dorongan kuasa kasih Allah. Dalam pola yang seperti ini, perbuatan baik tidak lagi menjadi beban, tetapi kelegaan. [Pdt. Essy Eisen]
REFLEKSI:
Bersediakah kita selalu disempurnakan Allah?
Ayat Pendukung: Mzm. 119:49-56; Yer. 33:1-13; Mat. 19:16-22
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.