Peristiwa Natal merupakan babak baru dalam kehidupan keluarga kecil Yusuf dan Maria. Kelahiran seorang anak dari rahim Maria membawa kebahagiaan bagi keluarga kecil ini. Meskipun berbeda waktu dan keadaan, kebahagiaan Yusuf dan Maria juga dialami pasangan Priyo Anggodo (Priyo) dan Sri Endah Retnaningtyas (Sri Endah).
Dua puluh empat tahun yang lalu lahirlah seorang anak yang dinamai Yonatan Adi Septianta (Natan) dari rahim Ibu Sri Endah. Peristiwa kelahiran itu terjadi di sebuah desa tanpa listrik di daerah Lamongan, Jawa Timur. Kebahagiaan atas kelahiran Natan tidak saja mewarnai kehidupan pernikahan Priyo dan Sri Endah, tetapi juga seluruh keluarga besar, karena Natan adalah cucu pertama yang hadir di keluarga besar Priyo dan Sri Endah.
Tidak lama setelah kelahiran Natan, keluarga kecil Priyo melanjutkan perjalanan kehidupan dengan merantau ke Timor-Timur (sekarang Timor Leste). Di tanah perantauan itu Priyo menjalani pelayanannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di sebuah institusi pemerintahan dan Sri Endah bekerja sebagai guru di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di tanah perantauan itu pula Tuhan mengaruniakan seorang adik kepada Natan ketika usianya empat tahun. Natan menamai adiknya Christin. Christina Easti Saktiani, begitulah kedua orangtua Natan menyempurnakan nama adiknya. Perjalanan kebersamaan keluarga ini tidaklah senantiasa mulus. Tidak kondusifnya keadaan di Timor-Timur membuat Natan memutuskan untuk pindah ke Jawa Timur dan tinggal bersama kakek dan neneknya. Kurang lebih tahun 2004 barulah Natan kembali hidup bersama keluarganya ketika orangtuanya pindah ke Tuban, Jawa Timur.
Singkat cerita, Tuban adalah tempat Natan mengenyam pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Gereja Kristen Indonesia (GKI) Tuban menjadi tempat Natan bertumbuh secara spiritual. Di GKI Tuban pula ia menemukan komitmennya untuk melayani sebagai seorang hamba Tuhan. Pada tahun 2010, Natan pendidikannya ke Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. Pada tahun 2013, Christin diutus juga untuk memasuki Fakultas Teologi.
Perjalanan Natan sebagai mahasiswa Teologi bukanlah hal yang mudah, namun ia ditempa untuk menghayati dan menghidupi komitmennya untuk menjadi seorang hamba Tuhan. Selama enam tahun tempaan itu dirasakannya, diutus oleh GKI untuk melanjutkan dan pada tahun 2016 ia dinyatakan lulus dari Fakultas Teologi UKDW.
Dua puluh empat tahun menjalani kehidupan telah meninggalkan banyak warna. Goresan warna yang dilakukan Nya mampu membuat Natan sampai pada titik perjalanan ini. Setiap goresan warna itu pun tidak lepas dari peran orangtua. Melalui pengalaman hidup, orangtua mengajari Natan berbagai arti kehidupan. “Hidup ini bagaikan seorang pejalan, pergilah ke mana pun Ia mengutusmu. Berkaryalah di mana pun kamu berada dan dalam kondisi apa pun itu. Jangan takut karena Sang Kuasa akan selalu menyertaimu. Sebagai pejalan, bersyukurlah agar dapat terus melangkah, cukupkanlah atas apa yang kamu miliki agar tidak menjadi beban bagi orang lain dan jadilah sahabat bagi setiap orang yang kamu temui tanpa pandang bulu.”
IA datang melalui keluarga. IA menyapa, hadir dan membimbing Natan melalui orangtua. Sapaan kasih Nya mulai dirasakan Natan ketika ia menangis begitu keluar dari rahim Ibu. IA hadir menjadi sahabat dalam perjalanan hidup Natan. IA menerima Natan ketika tertawa dan menangis. Melalui orangtua, Ia senantiasa membimbing Natan untuk belajar berjalan hingga berlari. Tanpa kenal lelah Ia selalu membimbing Natan agar menjadi pejalan yang “tangguh”.
Kedatangan-Nya sudah terjadi dalam hidup kita, melalui orang-orang yang ada di hidup kita. Menyadari dan menerima-Nya, itulah yang dapat kita lakukan. •
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.