Pesta olahraga terbesar di dunia, Olimpiade Tokyo 2020 —yang digelar dari tanggal 23 Juli – 8 Agustus 2021— usai sudah. Seharusnya Olimpiade Tokyo 2020 ini diselenggarakan tahun lalu, tetapi karena adanya pandemi maka diundur ke tahun 2021 dan tetap menggunakan nama Olimpiade Tokyo 2020. Walaupun demikian, penyelenggaraan pesta olahraga ini pun harus mengikuti protokol kesehatan yang sangat ketat, antara lain tidak memperbolehkan adanya penonton. Meski tanpa penonton, penyelenggaraan pesta olahraga ini berjalan dengan sangat baik, meriah dan menampilkan teknologi yang memukau.
Seperti yang telah diduga, Amerika Serikat dan Tiongkok mendominasi perolehan medali, baik emas, perak maupun perunggu. Amerika hanya unggul satu buah medali emas saja dari Tiongkok dan itu yang membuat Amerika Serikat dinobatkan sebagai juara umum. Setiap atlet yang bertanding di Olimpiade, pasti ingin mencetak prestasi terbaik, baik untuk dirinya maupun untuk negara yang diwakilinya. Demikian pula dengan atlet-atlet Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, akhirnya para atlet Indonesia berhasil mendapatkan 1 medali emas dari cabang bulutangkis ganda puteri, 1 medali perak dari cabang angkat besi dan 2 medali perunggu, masing masing dari cabang bulutangkis tunggal putera dan angkat besi, sehingga menempatkan Indonesia di urutan ke 55.
Ada sebuah fenomena —khususnya untuk cabang-cabang olahraga yang pertandingannya melalui beberapa babak sebelum mencapai final, seperti sepakbola, bulutangkis, voli, tenis, tenis meja dan sebagainya—jadi bukan cabang olahraga yang diukur berdasarkan kecepatan, jauhnya lemparan atau tingginya lompatan seperti pada cabang atletik atau cabang renang, Fenomena itu disebut sebagai counterfactual thinking atau pemikiran kontrafakta. Pemikiran kontrafakta ini selalu dikaitkan dengan emosi manusia yang kompleks, seperti rasa bersalah atau penyesalan. Pemikiran kontrafakta ini adalah pemikiran tentang masa lalu yang tidak terjadi sesuai dengan keinginan.
Contoh yang paling nyata dapat kita lihat di Olimpiade Tokyo 2020 yang lalu. Apakah kita pernah memerhatikan bahwa peraih medali perunggu lebih gembira daripada peraih medali perak? Ini bukan penemuan yang kebetulan, tetapi merupakan fakta dalam banyak studi, yaitu reaksi antara peraih medali perak dengan peraih medali perunggu. Seharusnya peraih medali perak lebih gembira atau bahagia daripada peraih medali perunggu, karena menyandang sebagai juara kedua, akan tetapi pikiran manusia tidak bekerja secara matematika. Pemain yang mencapai babak final pasti ingin memenangkan pertandingan dan meraih medali emas. Kalau kalah, dia akan mendapat medali perak, dan hal itu tidak sesuai dengan harapannya, tidak sesuai dengan keinginannya. Peraih medali perak berpikir, “Saya tidak berhasil mendapat medali emas,” atau “Coba saja kalau tadi …”. Ini bernada penyesalan atau rasa bersalah. Sebaliknya, peraih medali perunggu berpikir, “Akhirnya saya mendapatkan sebuah medali.” Medali perak diperoleh setelah kalah (di babak final) sedangkan medali perunggu diperoleh setelah menang (dalam perebutan tempat ketiga). Peraih medali perak sering terlihat menangis, menyesal mengapa tidak bisa menang dan mendapatkan medali emas, sedangkan peraih medali perunggu terlihat lebih gembira karena berhasil mengalahkan lawannya dan meraih medali.
Fenomena ini juga sering terjadi dalam kehidupan kita. Kita sering tidak menghargai apa yang kita dapatkan, tetapi merasa sedih, merasa bersalah, karena tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Hidup ini penuh dengan pilihan. Kalau kita memilih untuk tetap bersyukur dengan segala sesuatu yang kita punyai dan kita dapatkan, maka kita akan selalu mempunyai semangat dan motivasi. Sebaliknya kalau kita memilih untuk tidak bisa mensyukuri apa yang telah kita peroleh, maka kita akan selalu diliputi dengan penyesalan dan rasa bersalah.
Apakah kita mau bereaksi sebagai peraih medali perunggu atau sebagai peraih medali perak? Namun, pilihan yang terbaik adalah kita terus berjuang sampai titik darah penghabisan, berjuang sekuat tenaga dan daya untuk meraih medali emas, meraih apa yang kita inginkan, seperti yang dilakukan oleh pasangan Greysia Polii dan Apriani Rahayu. Kalaupun sampai tidak mendapatkan medali emas, kita masih dapat berjalan dengan kepala tegak, tanpa rasa bersalah atau menyesal.
Mari kita bersyukur untuk berkat berkat yang telah kita terima dan dapatkan, walaupun mungkin tidak sesuai dengan harapan kita. Salam damai.•
|SINDHU SUMARGO
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.